Sejarah PMII Solo (13)

Diposting oleh admin on Rabu, 31 Maret 2010


9. Akhirnya kongres III PMII dapat dilaksanakan pada tanggal 7-12 Pebruari 1967 di kota Malang. Kongres itu sendiri menurut pengakuan ketua umumnya sagabat Mahbub Junaedi pelaksanaannya terlambat dua bulan, sebab kepengurusan PP PMII hasil kongres II Jogjakarta harus segera berakhir paling lambat bulan Desember 1966. Tetapi seperti sudah diterangkan dimuka keterlambatan pelaksanaan kongres ini datang dari kondisi dan situasi nasional yang sangat sibuk dalam rangka usaha-usaha konsentrasi penghancuran ferakan G 30 S PKI.

 Kongres itu sendiri dapat berlangsung dengan ukses. Peserta kongres jauh banyak dan lebih meningkat bila dibandingkan dengan kongres ke II apalagi dengan kongres pertama. Kalau dalam kongres pertama tahun 1961 di Tawangmangu hanya dihadiri oleh 13 cabang anggota kemudian dalam kongres II tahun 1963 di Kali Urang jogjakarta yang menghadiri 31 cabang anggota maka pada kongres yang ke III ini umlah anggota cabang yang hadir meningkat dua kali lebih, ada sejumlah 75 buah cabang dari Aceh sampai ke Menado!.
 
Seperti kegiatan-kegiatan nasional sebelumnya dalam kongres ini pula mampu dilahirkan satu pokok-pokok pikiran yang kemudian dikenal dengan nama “MEMORANDUM POLITIK”, berbeda dengan produk-produk pikiran sebelumnya, yang biasanya bersifat universal dan kondisional. Artinya produk pemikiran yang dicetuskan oleh PMII merupakan satu kontribusi pemikiran dalam menjawab permasalahan bangsa ataupun organisasi. Tetapi khusus produk pemikiran kali ini hanya bersifat intern yakni satu memorandum politik yang ditujukan kepada parta NU dan lebih bersifat merupakan bahan-bahan masukan untuk mu’tamar NU yang akan dilaksanakan pada tahun 1967 juga di kota Bandung. Dalam garis-garis besarnya memorandum politik ini berisi :
 Soal ke dalam
1. Sering partai NU sering menyebut dirinya seperti ketimun dan kekuatan kekuatan dirinya seperti durian, tetapi bila mana potensi massa dijadikan ukuran kekuatan, secara rendah hati pula kita berkata bahwa “sesungguhnya kita bukan ketimun”.
2. Sadar akan kekuatan massa yang berbeda dibawah partai, siding dewan partai di Tugu tahun 1966, partai telah menggariskan haluan yang wajar dan tidak luar biasa, yaitu pertama-tama partai harus percaya pada kekuatan diri sendiri dan mampu terus menerus mengambil inisiatif.
3. Partai NU mempunyai histories tertetu dalam pertumbuhannya, kondisi tertentu dan dengan sendirinya memerlukan bentuk organisasi tertentu didalam gerak kehidupan sehari-hari, struktur yang terdiri dari syuriah dan Tanfidziyah sepenuhnya mencerminkan kondisi-kondisi tersebut. Oleh karena itu tidak akan ada manfaatnya menambah atau merubah struktur organisasi dalam partai NU.
4. Sepenuhnya tepat apa yang ditegaskan oleh sidang dewan partai diTugu, bahwa kebijaksanaan pimpinan partai didalam langkah-langkahnya sesame pra GESTAPU dapat difahami. Tarap menyelamatkan partai telah berhasil dengan baik, sekarang tinggal menuju tarap take off.
Berhubung dengan pempinan diatas merupakan salah satu unsur mutlak yang menentukan maka kekompakan dan gerak kolektif merupakan pula syarat mutlak.
5. Bila mana sidang dewan partai di Tugu dapat memahami kebijaksanaan dalam artian politik selama pra GESTAPU, tentu ini bukan berarti bahwa peranan perseorangan yang salah dalam hal kejahatan ekonomi termasuk juga “difahami” fakta menunjukkan banyak oknum-oknum partai yang berpetualangan ekonomi, oleh karena itu mereka perlu ditertibkan.
6. Partai telah memberikan ruang bergerak yang cukup kepada ormas-ormas yang bernaung di bawahnya dalam urusan politik praktis. Ini suatu hal yang positif, oleh karena itu perlu peningkatan peran mereka dalam segala kegiatan kepartaian.
SOAL UMAT ISLAM
1. Baik dimasa pra GESTAPU, maupun sekarang potensi kepemimpinan partai NU obyektif wajar dan semestinya. Karenanya cara memandang persoalan umat islam khususnya didalam perjuangan politik kondisi yang obyektif wajar itu harus dijadikan titik tolak.
2. Menyangkut persoalan uhuwah islamiyah perlulah dipunyai ukuran-ukuran yang praktis yakni dengan titik tolak kepemimpinan yang obyektif dan kebersamaan yang konkrit.
3. Gagasan pusi ditilik dari sudut obyektif adalah tidak praktis yang terpokok dan realistic adalah mengatur kebersamaan langkah dan sikap dalam satu wadah bentuk federatis.
4. Dengan memperkuat partai, meluaskan pengaruh dalam massa maka cita-cita ‘persatuan umat islam” akan lebih tepat sampai pada tujuannya.
SOAL MENEGAKKAN KONSTITUSI DAN HUKUM
1. Masalah menegakkan konstitusi dan hokum merupakan masalah yang bersifat permanen dan berlaku terus menerus, tidak semata-mata dihubungkan dengan keadaan tertentu atau keperluan tertentu.
2. Hubungan dengan situasi sekarang, maka situasi konflik ini (pada tahun 1967 di Indonesia terjadi dwi kepemimpinan yang saling bertolak belakang yakni antara presiden Sukarno yang berkedudukan sebagai presiden syah Negara Indonesia tetapi “kedudukannya mulai banyak dituntut untuk mundur oleh karena keterlibatannya dan ketidak tegasannya dalam menghadapi pemberontakan G 30 S PKI-Pen) harus dibereskan melalui forum yang ditunjuk oleh konstitusi, yakni MPRS.
Presiden Sukarno wajib mempertanggung jawabkan tindakan-tindakannya didepan forum itu, dan majelis dapat dan berhak mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan jabatan kepresidenan.
3. Bilamana situasi konflik yang terpusat pada diri Bung Karno itu sudah diselesaikan oleh forum MPRS, maka menjadi kewajiban kita untuk terus menyempurnakan tegaknya demokrasi, konstitusi dan hukum yang merupakan tujuan pokok pembinaan Orde baru dapat tercapai.

SOAL PEMILIHAN UMUM
1. Kader demokrasi pada suatu Negara ditentukan oleh pelaksanaan Pemilihan Umum. Idak ada pemilihan umum berarti tidak ada demokrasi.
2. Pemilihan umum harus dilaksanakan dengan waktu yang tepat dan cara-cara yang tepat pula hal ini bisa dimungkinkan bila mana Undang-Undang yang mengaturnya bersifat demokratik.
3. Diperlukan sikap yang serius terhadap rancangan Undang-Undang pemilihan umum, rancangan itu belum sepenuhnya demokratik, masih adanya pengangkatan, kurang percaya kepada partai dan pembagian wilayah pemilihan yang tidak cocok dengan sifat Negara kesatuan.
SOAL EKONOMI
1. Demokrasi ekonomi sebagai yang dimaksud dalam ketetapan MPRS wajib dipertahankan dan dilaksanakan.
2. Konstatasi ormas-ormas partai bahwa APBN 1967 belum meyakinkan, jlas mengandung kebenaran, minimnya anggaran untuk bidang agama dan pendidikan dan meningkatnya anggaran untuk bidang-bidang yang tidak dikenal di dalam Undang-Undang Dasar serta minimnya anggaran pembangunan dan terjadinya kenaikan harga dan tarip angkutan akan lebih memberatkan rakyat.
3. Kebutuhan akan bantuan modal asing tidak mesti harus mengorbankan martabat, mengabaikan kemampuan sendiri menganak tirikan swasta nasional, apalagi tunduk kepada persyaratan-persyaratan politik.
4. Untuk mencegah “ganda fungsi yang hasilnya tidak efisien dan kacau, maka lembaga-lembaga yang tidak dikenal di dalam Undang-Undang Dasar dan mencampuri lalu lintas ekonomi seperi KOLOGNAS harus ditiadakan.
5. Segala macam kekayaan hasil sitaan petualang-petualang ekonomi Orde lama harus dapat dipertanggung jawabkan dan dinyatakan sebagai milik Negara.
6. Harus terus menerus dicegah timbulnya borjuisi Orde baru, kaum profetur dan politikus-politikus salon yang menggunakan massa transisi ini untuk kepentingan sendiri.
7. Prinsip “Indonesia First” harus ditegakkan dibidang ekonomi, kegiatan ekonomi asing harus dibatasi agar kepentingan bangsa tetap terjamin.
8. Khusus dalam hubungan partai, perlu direalisir dan diintensifkan rencana pembentukan “panitian Ferifikasi” yangbertugas menetapkan secara persis kekayaan yang diperoleh orang perorang atas nama partai atau karena partai, untuk ini PMII bersedia dengan “tasaf or se” ekonominya.
SOAL LUAR NEGERI
1. Penolakan terhadap politik “kemercusuaran” yang senobis dan caufinistik tidaklah harus diartikan bahwa Indonesia merasa tidak ada perlunya berdiri pada barisan pimpinan dalam konstalasi dunia pada umumnya dan Asia dan Afrika pada khususnya.
2. Penggalangan solidaritas Islam Asia Afrika dalam bentuk OIAA, sesuai dengan jiwa keinginan “PERNYATAAN JOGJAKARTA” pada prinsipnya telah berjalan dengan baik.
3. Merombak kepengurusan luar negeri dalam struktur pengurus besar partai dari urusan “penempatan tenaga” menjadi lebih bersifat luas & politik.
Hasil terpenting lainnya dari kongres III PMII di Malang ini adalah
- Terbentuknya lembaga-lembaga non structural ditingkat pengurus pusat yang juga dapat membuka perwakilan pada tingkat cabang. Lembaga-lembaga itu adalah:
1. Lembaga Pendidikan Kader Pusat (LPKP)
2. Lembaga Pres Pusat (LPP)
3. Lembaga Da’wah Pusat (LDP)
4. Komando Siaga Angkatan Jihad (KOSAD)
5. Menyempurnakan pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Pendidikan kader (P3K) yang dihasilkan dalam MUKERNAS I PMII tahun 1966. Dan hasil yang juga sangat penting lainnya terpilihnya Mandataris baru kepengurusan PP PMII yakni sahabat (Drs) M. Zamroni sebagai ketua umum dan Drs. Med Fahmi Ja’far sebagai sekretaris umum PP PMII periode 1967-1970, secara lengkap susunan pengurus PP PMII periode 1967-1970 adalah sebagai berikut:
Ketua umum : M. Zamroni BA
Ketua : Abdur Rahman Saleh BA
Ketua : Mohamad Abduh Paddare BA
Ketua : Drs. EK. Umar Basalim
Ketua : Abdur rahim Hasan BA
Sekretaris umum : Drs. Med Fahmi Ja’far
Sekretaris : Siddiq Muhtadi BA
  : R. Harri Sutanto
  : Didik Haryadi BA
Keuangan : RS Munara
Wakil Keuangan : Achmad Fatoni
Departemen-departemen
1. Pendidikan dan Kader : Zubir Amin
2. Penerangan dan Humas : Azwar Tiyas
3. Kesejahteraan mahasiswa : H. Zaini A Syakur
4. Luar Negeri : Chatibul Umam, BA
5. Keputrian : Tien Martini
6. Kesenian dan Kebudayaan : Achmadun Ambari, BA
7. Olah Raga : Tosari Widjaja

More aboutSejarah PMII Solo (13)

Sejarah PMII Solo (12)

Diposting oleh admin


8. Bersamaan dengan pelaksanaan MUKERNAS I PMII juga diadakan TC keputrian pertama PMII yang dalam kesempatan itu pulalah PMII mampu menelorkan satu dokumen histories lagi yang dikenal dengan nama PANCA NORMA PMII PUTRI, Panca Norma PMII Putri ini merupakan landasan berpikir dan kiprah nyata warga PMII dalam perjuangan sebagai bagian tak terpisahkan dari wanita indonesia. Panca Norma PMII putri mencakup tentang bebagai permasalahan wanita Indonesia yakni:
1. Tentang emansipasi
1. Emansipasi wanita berarti memberikan hak-hak dan kesempatan kepada kaum wanita sederajat, setingkat dan irama dengan kaum pria……..
2. Tuntutan akan hak-hak wanita, meliputi dengan segala kehidupan baik politik, social ekonomi maupun kebudayaan………
3. Perjuangan hidup, baik bidang politik, social ekonomi maupun kebudayaan adalah suatu tuntutan bagi kita mempunyai ukuran…….
4. Pembatasan atas hak adalah kewajiban yaitu suatu langkah dan tindakan yang harus ditempuh lebih dulu.
5. Manifestasi dari padanya ialah pengorbanan kaum wanita untuk berjuang menyelami dan terjun dalam kancah perjuangan politik, social ekonomi dan kebudayaan……
2. Tentang etika Wanita Islam
1. Ajaran tentang hak-hak, hak batal, benar salah, baik buruk, bermoral immoral adalah suatu persoalan etika. Etika yang kita maksudkan adalah etika yangbersumberkan pada Al Qur’an dan As Sunah, yaitu etika Islam………
2. Pengabdian kepada Tuhan adalah suatu bentuk pengabdian yang tertinggi, ia merupakan gerak hidup atas tawakal Allah…….
3. Hubungan antara manusia diperlukan keharmonisan, keserasian dan penyesuaian akan arus perkembangan dan perubahan zaman……
4. Etika pergaulan yang diartikan tata cara pergaulan mempunyai arti relative…..
5. Arus budaya yang senantiasa berkembang akan senantiasa mendapat tempat pada masyarakat. Posisi menarik bukan lebur tertarik adalah satu norma bagi PMII.
3. Tentang watak PMII putri dalam kesatuan dan toleransi berorganisasi:
1. PMII putri adalah bagian dan organ organisasi yang tak terpisahkan dari PMII. Ia sebagai organ bukan merupakan kesatuan yang terpisah dan berdiri sendiri dalam kesatuan tubuh……..
2. Sebagai organ yang tak terpisahkan ia melakukan perjuangan yang senada dan seiring, selangkah dan seirama, maju dalam berbagai bidang organisasi…..
3. Sebagai mahasiswa putri islam, kendatipun merupakan kesatuan organ yang tak terpisahkan, tetapi mempunyai sikap hidup dan pandangan, langkah yang berbeda mahasiswa putri yang diluar mahasiswa ASWAJA.
4. Suatu kesatuan dalam totalitas berorganisasi adalah suatu bentuk antara PMII putri dan PMII putra merupakan satu paguyuban. Tetapi garis pemisah pembatas dengan dengan norma-norma dan aqidah agama adalah suatu tuntutan mutlak.
4. Tentang Partisipasi PMII Putri terhadap neven-neven organisasi
1. Sebagai organ yang memihak kepada idiologi parta maka neven organisasi yang beraviliasi terhadap partai adalah juga alat perjuangan yang senada, seirama, seiring dan berdampingan dalam mencapai yang sama dan tujuan bersama.
2. Sikap masa bodoh, sikap merendah diri, sikap penakut dan nerima, adalah suatu bentuk yang tidak seharusnya ada bagi PMII putri.
3. Usaha-usaha konkrit kearah itu adalah dapat dilakukan ialah turut meningkatkan kemampuan-kemampuan dan daya perjuangan dan berorganisasi…………
4. Bidang-bidang praktis yang dapat dilakukan di dalam usaha berpartisipasi ini meliputi bidang-bidang organisasi, administrasi, latihan latihan kepemimpinan, pendidikan dan pengajaran kebudayaan da’wah islamiyah………
5. Tentang partisipasi PMII putrid terhadap kegiatan masyarakat:
1. Pengabdian pada masyarakat adalah suatu amanat Allah ia merupakan amal ibadah kalau pengabdiannya itu diiringi nilai niat dengan ikhlas dan pembaktian kepada Allah…….
2. PMII putri sebagai mahasiswa dan masyarakat, akan menyatukan dwi tunggal antara ilmu dan amal, antara teori dan perbuatan, berusaha merealisasikan satunya kata dan perbuatan…….
3. PMII putri sebagai wanita realistic, mampu menyelesaikan tugas-tugas kemasyarakatan…..
4. Secara konkrit ia akan mendarma bhaktikan dalam keseluruhan bentuk kehidupan, baik dalam bidang politik, social ekonomi pendidikan maupun dalam perkembangan kebudayaan.
5. Suatu pembaktian yang mesti dituntut lebih dahulu agar tidak menyimpang dari norma-norma agama, revolusi dan kemasyarakatan, adalah usaha mutlak untuk mempelajari hokum-hukum dan ajaran-ajaran agama. Doktrin revolusi pengetahuan masyarakat Indonesia.

More aboutSejarah PMII Solo (12)

Sejarah PMII Solo (11)

Diposting oleh admin

6. Sesuai dengan ketentuan organisasi bahwa masa jabatan untuk pucuk pimpinan PMII ada tiga tahun, Kongres II PMII yang diselenggarakan pada bulan Desember 1963 di Jogjakarta itu harus segera mengakhiri masa jabatannya. Tetapi seperti kita ketahui pada tahun-tahun 1965 sampai dengan tahun-tahun terakhir 1966 adalah merupakan saat-saat paling sibuk bagi bangsa Indonesia khususnya para pemuda pelajar dan mahasiswa dalam usaha penegakan Orde Baru.

Maka PMII yang merupakan bagian takterpisahkan dari bangsa Indonesia ini turut juga tersibukkan. Seperti kita ketahui bersama ketua PP PMII, Sahabat Drs. Zamroni waktu itu juga merangkap sebagai ketua presidium pusat KAMI. Dalam kondisi sibuk seperti ini tidaklah mungkin PMII melakukan kegiatan pemenuhan sarat organisasinya yakni kongres.

Tetapi sebagai satu organisasi yang juga perlu mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program kerjanya maka PMII juga memerlukan satu forum untuk mengevaluasi dan merumuskan kembali langkah-langkah perjuangan berikutnya. Forum itu kemudian mengambil tempat di Jakarta dan dikenal dengan kegiatan “Musyawarah Kerja Nasional Pertama” yang pelaksanaannya tanggal 6-16 Pebruari 1966. Salah satu hasil terpenting dari MUKERNAS itu adalah : tercetusnya satu produk DOKUMEN HISTORIS BARU yang kemudian dikenal dengan nama TRI SIKAP JAKARTA.

Dokumen Historis ini merupakan satu sikap PMII dalam menjawab permasalahan yang sedang menghadang umat, dokumen histories mencakup tiga hal:

a. Sikap bidang politik
a.1. Kapitalisme, Imperialisme dan segala bentuk manifestasinya yang merupakan penghisapan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa adalah nyata-nyata bertentangan dengan ajaran agama, dan mutlak harus dihapuskan…….
a.2. Mutlak bubarnya PKI dan ormas-ormasnya, sebagai hukuman revolusi yang adil terhadap gerakan kontra revolusioner G 30 S PKI telah digagas dan dilaksanakannya, yang nyata-nyata suatu gerakan perbuatan suatu kekuasaan pemerintah yang sah……...
a.3. Mutlak perlu meninggikan kewaspadaan dan mencegah segala kemungkinan adanya kegiatan griliya politik dan oleh neo PKI………
a.4. Kewaspadaan dan pencegahan itu akan menjadi sempurna kalau secara ideal ajaran-ajaran yang menjadi pegangan PKI dikikis habis………
a.5. Adanya partai-partai politik, organisasi-organisasi massa dengan golongan karyawan yang ada sekarang ini setia kepada proklamasi 17 Agustus 1945 dan penyelesaian revolusi Nasional adalah mutlak perlu…

b. Sikap dibidang ekonomi:
b.1. Ketidakadilan dan ketidakmakmuran harus segera dirubah menjadi keadilan dan kemakmuran. Suatu fakta, rakyat yang kekurangan dan kesulitan jumlahnya terlalu banyak……..
b.2. Berpegang pada prinsip berdikari, menolak bantuan-bantuan luar negeri yang mengikat, bersikan pejabat-pejabat yang tidak mampu dan berwatak profetur………
b.3. Modal domistik dan kegiatan perekonomiannya harus diberi batasan diusahakan dengan begitu rupa, sehingga tidak mencegah kegiatan perekonomian rakyat yang sepenuhnya untuk kepentingan nasional Indonesia……….
b.4. Masa aksi mahasiswa yang tergabung didalam KAMI disamping masa aksi golongan lain, yang nyata-nyata berpihak terhadap rakyat, adalah aksi-aksi yang benar dan perlu dipelihara.

c. Sikap dibidang kebudayaan
c.1. Kebudayaan dengan segala cabang-cabangnya mutlak perlu dikembangkan dan tidak dapat dipisahkan dengan dakwah, politik dan penyempurnaan kepribadian nasional.
c.2. Sikap apriori terhadap penolakan kebudayaan dari luar adalah tidak dapat dibenarkan…….
c.3. Pelaksanaan kegiatan kebudayaan dengan segala cabang-cabangnya untuk kebutuhan dakwah dan menyampaikan kebenaran melalui cara-cara yang lazim didalam dunia kesenian, haruslah mempunyai motif konkrit dan realistic bukannya abstrak.
c.4. Kebudayaan dan segala cabang-cabangnya haruslah mengandung nilai-nilai kebenaran ajaran agama, estetika, tinggi mutu dan punya sasaran………
c.5. Seni pster, seni drama dan pembentukan paduan-paduan suara adalah relative lebih perlu dikembangkan dan diintensifkan, menilik segi praktis yang biasa dilaksanakan tanpa mengabaikan cabang-cabang kesenian lain.

Jika kita amati dari kalimat-kalimat terkandung dalam dokumen histories TRI SIKAP JAKARTA itu nampak dengan jelas adanya suasana peralihan antara pola piker orla ke orba. Pada kalimat yang dengan jelas PMII menuntut pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, tentang perbaikan ekonomi serta sorotan tajam PMII terhadap para pejabat Negara yang tidak becus menjalankan tugasnya serta pendapat PMII di bidang kebudayaan yang tidak bersikap apriori dengan kebudayaan asing, asalkan bersifat positif (seperti kita ketahui pada zaman rezim Sukarno segala sesuatu yang bersifat asing terutama yang datang dari dunia barat pasti dicap tidak baik, pen).

Pokok-pokok pikiran ini dapatlah dikatakan merupakan satu langkah awal PMII yang beranjak dari dunia lama menuju dunia barunya (dari pemikiran zaman orde lama kepada pemikiran zaman orde baru). Sedangkan pernyataan-pernyataan yang mengupas masalah kolonialisme, imperialisme ganyang Malaysia, revolusi nasional dan seterusnya dapatlah kita sebut sebagai keterpautan PMII pada kondisi zaman yang waktu itu sedang berwarna politik, sebagai panglima dan bersifat kekiri-kirian. PMII sebagai bagian tak terpisahkan dari rakyat negeri ini mau tidak mau harus mampu mengidentifikasi diri dengan kondisi sosio cultural dan politik yang sedang dikembangkan. Patut pula dicatat rezim Sukarno pada awal 1966 itu masih terasa kuat sekali kekuasannya (bukankah surat perintah 11 Maret belum diturunkan?-Pen) sehingga mau tidak mau PMII harus tetap menunjukkan “loyalitasnya kepada penguasa pada waktu itu”.

Disamping TRI SIKAP JAKARTA yang lebih tepat kalau kita artikan sebagai satu kontribusi pemikiran PMII terhadap bangsa Indonesia, MUKERNAS I juga memutuskan hal-hal yang sangat penting bagi PMII sendiri, antara lain:
1. bahwa KONGRES III PMII akan dilaksanakan di kota Malang pada akhir Desember 1966 (dalam pelaksanaannya KONGRES III PMII dilaksanakan pada tanggal 7-11 Pebruari 1967 dengan tetap mengambil tempat di kota Malang, pen).
2. Usaha PMII terus menerus melakukan konsolidasi organisasi dengan turut aktif berjuang dalam wadah KAMI.
3. Tetap melibatkan diri sepenuhnya sebagai organisasi mantel NU.

More aboutSejarah PMII Solo (11)

Sejarah PMII Solo (10)

Diposting oleh admin

5.4. Kelahiran Orde baru lebih tepat dikatakan merupakan satu langkah koreksi total terhadap kebijakan Rezin Soekarno. Kelahiran Orde baru ini sebenarnya merupakan satu kondisiosine Quwanon sebab nampaknya Rezim Sukarno sudah tidak mampu lagi berdiri baik secara politik apalagi secara ekonomis. Kelahiran Orde Baru ini sangat dipercepat dengan adanya gerakan PKI untuk merebut kekuasaan melalui aksi kudeta yang kemudian lebih dikenal dengan gerakan 30 September. 
 
Sebenarnya ada ataupun tidak gerakan PKI untuk merebut kekuasaan orde baru dapat dipastikan akan lahir karena seperti sudah diterangkan diatas, Rezim Sukarno telah salah alangkah dalam mengelola Negara. Politik berdikari berakibatkan disetopnya segala bentuk bantuan ini rakyat sangat menderita karena laju inflasi membumbung sampai 600% bahwa pemotongan uang diperlukn berkali-kali tatapi nampaknya tidak mampu menolong keadaan. Keadaan ekonomi yang sangat sulit ini masih ditambah dengan tindakan Sukarno yang melakukan politik konfrontasi dengan Malaysia, akibatnya hampir separoh dari anggaran belanja digunakan untuk “politik Konfrontasi” tersebut. 
 
Dalam kondisi yang seruwet ini PKI telah memanfaatkan situasi, bagai mengail ikan di air keruh. Sesudah melemparkan isu bahwa akan adanya Dewan Jenderal (sebutan untuk kelompok perwira angkatan darat dibawah pimpinan A. H. Nasution dan A. H. Yani, pen) yang konon berkehendak untuk merebut kekuatan dari tangan Sukarno. Oleh karenanya dengan alasan untuk menyelamatkan pemimpin besar revolusi Sukarno, PKI bergerak mendahului dengan menculik para panglima angkatan darat tersebut sekaligus menghukumnya dengan membunuh mereka dan menguburnya secara biadab di Lubang Buaya. PKI mengambil alih kekuasaan dan menamakan gerakannya dengan nama dewan revolusi dibawah pimpinan Letkol Untung. Presiden Sukarno diamankan oleh PKI. 
 
Akhirnya usaha PKI untuk merebut kekuasaan pemerintah Indonesia yang syah itu, menemui kegagalan, Gerakan PKI hanya berusia sekejap mata yakni pada tanggal 1 Oktober 1965 usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan mengganti dasar Negara Pancasila menemui kegagalan total. Tetapi yang aneh bahwa gerakan PKI yang sudah terang sangat bersifat menghianati bangsa, oleh rezim Sukarno tidak diapa-apakan, bahkan dalam kesempatan pidato-pidatonya beliau memuji-muji PKI sebagai pejuang revolusioner.
 
Melihat peristiwa ini massa rakyat bangkit untuk menuntut supaya PKI beserta antek-anteknya dibubarkan dan para pelaku G 30 S dihukum sesuai dengan kesalahannya. Rezim Sukarno bingung, beliau tidak mampu mengambil keputusan yang tepat, mengapa? Hal ini dikarenakan : bila beliau menghukum PKI, jelas akan berdapan dengan pemerintah komunis di Peking yang selama ini mendukung Sukarno dalam berkonfrontasi dengan Malaysia, tetapi kalau beliau tidak membubarkan PKI Sukarno akan berhadapan langsung dengan sebagian besar rakyat Indonesia terutama mereka yang selama ini terus menerus difitnah oleh PKI. Melihat situasi yang tidak menentu ini para tokoh dan aktifis organisasi mahasiswa ekstra Universitas melahirkan satu wadah perjuangan untuk berupaya menegakkan kembali keadilan dan menyuarakan sebagian besar aspirasi rakyat Indonesia. Mereka tampil dengan semboyan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat):

1. Bubarkan PKI beserta antek-anteknya
2. Ritur menteri-menteri yang goblog
3. Turunkan harga beras

Gerakan untuk pembubaran PKI itu dipimpin oleh tokoh-tokoh mahasiswa yang tergabung dalam KESATUAN AKSI MAHASISWA INDONESIA (KAMI). Organisasi perjuangan ini didirikan di rumah Menteri PTIP (Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan) Prof. Dr. Syarif Thoyyib di jalan Imam Bonjol 26 Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1965 yang berlandaskan pada tiga program tersebut diatas dengan operasionalisasi program: 
1. Mengamankan Pancasila
2. Memperhebat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan GESTAPU / PKI sampai akar-akarnya. 
 
Sekarang kita bertanya adakah peranan yang diambil PMII dalam pembentukan dan gerakan PMII itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, H. Mahbub Junaedi pernah menyatakan: Bila mana tahap pertama pembinaan orde baru dihitung dari titik mula penghancuran Gestapu / PKI, maka pimpinan pusat (maksudanya PP PMII) dengan rasa bangga akan mencatat disini bahwa peranan organisasi PMII tidak bisa disisihkan oleh sejarah. Fakta itu bersatu dengan ajaran … kita telah ikut mengambil peranan disaat yang paling sulit menentukan, istimewa disekitar tanggal 1-5 Oktober 1965 tanggal keluarnya pernyataan NU dan ormas-ormasnya yang secara tegas menunjuk hidung bahwa PKI adalah dalang dan pelaku kup G 30 S, karenanya mesti dibubarkan. 

Tidak banyak momen-momen di dalam sejarah yang bisa membawa akibat besar. Momen yang membutuhkan kecepatan mengambil keputusan diatas segala keberianian. Hari-hari sekitar awal Oktober 1966 adalah contoh momen yang tidak banyak jumlahnya. Pada saat itulah ekponen PMII dan Ansor secara ondespot mengambil posisi meneliti dan kongklusi serta dengan keyakinan luar biasa “tangan” PMII lah yang mengayunkan garis-garis besar pokok pokok statemen tuntutan pembubaran PKI. 

Apa yang terjadi sesudah itu, kita sudah tahu likuidasi secara total dilakukan seutuhnya oleh seluruh massa rakyat yang pancasilais bersama ABRI. Kita bukanlah potongan yang suka reklame tapi siapakah yang bisa membantah bahwa peranan NU khususnya ansor ditahap-tahap pertama likuidasi yang melumpuhkan PKI itu memegang peranan yang menentukan kita lakukan. Likuidasi itu hampir-hampir dalam sekali gulung. Seajarah mencatat bahwa tahap pembinaan orde baru dalam bentuk penghancuran GESTAPU/PKI, peranan organisasi massa, dikota khususnya dan didesa, sangatlah menentukan. 

Mereka tidak membutuhkan segala macam tugu untuk tugas revolusioner yang telah mereka selesaikan. Karena seperti yang pernah dikatakan oleh ketua umum KH. DR. Idham Halid, kita menumpas PKI bukan karena untuk kepentingan manusia melainkan juga karena seluruh agama. Wal hasil kita bukan saja bukan “pahlawan kesiangan” melainkan (dengan segala kerendahan hati) adalah pahlawan yang telah bangun tepat tatkala bedug subuh berbunyi.

 Pelajaran yang dapat ditarik disini ialah hanya dengan peranan positif partai-partai politik, organisasi massa dan ABRI, tugas-tugas pancasilais dapat diselesaikan dengan baik. Dalam tahap pertama pembinaan Orde baru melikuidasi kekuasaan GESTAPU / PKI, hal itu adalah sangat menonjol. Tahap kedua pembinaan orde baru yakni meruntuhkan pendukung-pendukung gelap dan terang GESTAPU / PKI didalam cabinet, mereka yang telah bersalah secara politik, ekonomi dan moral, telah pula kita ikut melaksanakan dengan baik dan gemilang. Tri tuntutan hati nurani rakyat yang untuk pertama kalinya lahir tatkala demonstrasi front pemuda tanggal 28 Januari 1966, dengan cepat disambut oleh demonstran KAMI tanggal 10 Januari 1966 di Jakarta.
 Dan dimulailah aksi-aksi mahasiswa ibarat bola salju, makin lama makin besar, suatu gerakan kekuatan politik yang hampir-hampir tidak diduga orang sebelumnya. 

Gerakan anti mahasiswa yang tergabung dalam KMI dengan cepat merebut kemenangan-kemenangan politik, bukan saja karena garis dan sasarannya yang tepat serta tidak mempunyai kepentingan apapun kecuali mencapai cita-cita idialismenya, tetapi juga karena mendapat dukungan massa. Garis yang diberikan pimpinan pusat (maksudnya PP PMII, pen) cukup jelas. Ikut dan pimpin KAMI mulai dipusat sampai daerah. Garis ini telah dilaksanakan dengan cepat dan meluas. Sahabat Zamroni (maksudnya sahabat Drs. Zamroni, waktu itu ketua I PP PMII) telah memberikan kepemimpinannya yang nyata dan baik dari awal sampai saat ini, yang tidak lain berarti kepemimpinan PMII jua adanya. 

Kalau kita menyimak secara mendalam dari pidato ketua umum PP PMII, H. Mahbub Junaedi didepan forum kongres ke III PMII yang diselenggarakan pada tanggal 7-11 Februari 1967 di Malang itu, sudah cukup jelas bagi kita untuk mengetahui betapa besar peran serta PMII dalam kebangkitan Orde Baru, tidak akan bisa digelapkan oleh orang lain. Bahkan ketua umum PP PMII periode IV yakni sahabat M. Zamroni telah tampil memimpin KAMI sebagai ketua umum presidium pusatnya. Dengan jabatan ketua umum presidium ini saja, kita telah dapat menunjukkan bahwasanya PMII cukup punya andil besar dalam kegiatan / tugas KAMI untuk melahirkan Orde Baru. Saksi yang tidak bisa ditolak oleh siapapun juga adalah jemari tangan kanan Drs. Zamroni itu tinggal dua buah yang tiga hilang ketika memimpin demonstrasi KAMI dalam menegakkan Orde baru.

Kegiatan-kegiatan likuidasi Orde Lama itu tidak hanya terjadi di pusat ibu kota saja tetapi juga menjalar sampai kedaerah-daerah dan di daerah pun peranan PMII dan Ansor tetap mampu mengambil posisi terdepan. Seperti telah kita ketahui kekuatan organisasi pemuda saat itu yang paling besar adalah pemuda Ansor sedang kekuatan organisasi mahasiswa yang paling besar adalah HMI, tetapi HMI pada saat-saat itu baru saja terlepas dari gempuran-gempuran hebat CGMI dan pemerintah orde lama. Akibatnya walaupun secara kualitas dan kuantitas kita akui PMII dibawah HMI, tetapi peranannya tidaklah kalah dengan apa yang dimainkan oleh HMI bahkan banyak kesempatan justru PMII banyak berusaha menyelamatkan HMI dari rongrongan pemerintah orde lama.

Pengambilan peran yang cukup besar dari PMII dan Ansor ini tentu saja tidak akan bisa lepas dari “cipratan” kebesaran NU sebagai partai politik waktu itu, bukankah PMII dan Ansor adalah anak-anak emas waktu itu.

More aboutSejarah PMII Solo (10)

Sejarah PMII Solo (9)

Diposting oleh admin

2. Tentang watak umum organisasi
2.1. Watak umum organisasi adalah semua sikap karakteristik organisasi didalam kehidupan bermasyarakat dan dalam perilaku diri organisasi.
2.2. Watak umum organisasi harus utuh dan merupakan refleksi kongkrit dari sifat: idiologi politik, social dan kebudayaan organisasi serta partai NU…….
2.3. Pergerakan mahasiswa islam Indonesia harus berwatak radikal progresip dan revolusioner…………..
2.4. Dalam hal berpihak PMII tidak bisa lain kecuali berpihak pada KeTuhanan, Sosialisme dan perjuangan kemerdekaan……..
2.5. Untuk tetap memelihara dan mempertahankan posisi kepemimpinan PMII tidak bisa lain kecuali harus berpegang teguh kepada prinsip prinsip organisasi, landasan-landasan politik dan doktrin-doktrin histories yang dipunyainya dan menjalankan dengan penuh kebijaksanaan.

3. Tentang Pengetahuan dan kesadaran politik
3.1. Segenap dokumen historis (maksudnya pokok-pokok pikiran hasil perenungan dari kristalisasi kondisi sosio cultural masyarakat waktu itu, yang dicetuskan dalam kongres, Training ataupun dalam pertemuan Nasional lainnya, pen) menolak dengan keras prinsip ilmu untuk ilmu, PMII secara pasti menetapkan ilmu untuk diamalkan. Diamalkan dalam artian diabdikan untuk kepentingan agama Nusa dan Bangsa………
3.2. Washilah utama untuk menerapkan ilmu dalam perjuangan tersebut haruslah dengan jalan berorganisasi…Organisasi telah memiliki pola perjuangan yang jelas dan merupakan petunjuk arah yang jelas sebagai langkah dan tindakan organisasi.
3.3. Islam menetapkan bahwa manusia adalah makhluk politis, karenanya berkesadaran politik adalah merupakan sunatullah belaka………..
3.4. Kepemimpinan hanya bisa dicapai berkat ketepatan sikap politik, dengan landasan kesadaran politik yang tangguh.

4. Tentang partisipasi organisasi dalam tahap-tahap revolusi
4.1. Pergerakan mahasiswa islam Indonesia sebagai alat revolusi adalah mutlak berpartisipasi dalam semua tahap revolusi Indonesia……….
4.2. Dokumen Historis Pergerakan Mahasiswa Indonesia telah menjelaskan pokok-pokok pikiran organisasi terhadap berbagai masalah revolusioner.
4.3. Revolusi Indonesia adalah juga revolusi umat islam, bagi PMII pengabdian terhadap revolusi adalah juga merupakan pengabdian terhadap agama islam.
4.4. Sosialisme Indonesia yang artinya tidak lain dari pada suatu masyarakat adil makmur material dan spiritual serta diridhoi oleh Allah SWT.
4.5. Organisasi PMII dengan sepenuh keyakinan bertekad bulat untuk tidak absent sedetikpun dalam semua kegiatan revolusi. Bahkan labih dari itu, ia akan berdiri dibarisan depan didalam setiap kegiatan revolusi…

5. Tentang Pesantren
5.1. Pesantren sebagai lembaga pendidikan agama didirikan atas prinsip kolonialisme telah memberikan sumbangan yang amat besar terhadap revolusi Nasional.
5.2. Pesantren sebagai penggemblengan dan pendidikan untuk mensukseskan Nation Building dan karakter Building ……. Perlu dipertahankan dan dikembangkan...
5.3. Dengan landasan pengertian diatas, PMII menjadikan pidato PJM presiden / pemimpin besar revolusi Bung Karno dalam upacara penerimaan gelar Doktor honuris Causa………..yang dianugerahkan oleh IAIN Jakarta pada tanggal 2 Desember 1964 sebagai komando kebangkitan pesantren.

Kalau kita amati lebih jauh cakupan dari gelora Megamendung ini sangatlah luas. PMII melalui dokumen histories ini telah banyak berbicara hal yang merupakan problematika umat waktu itu, mulai dari masalah uhuwah islamiyah, pengetahuan dan kesadaran politik, partisipasi dalam revolusi (artinya pembangunan waktu itu, pen) serta berbicara tentang pesantren dimana lembaga ini tempat / lebih tepat dikatakan sumber pertama kali anggota PMII berasal. Kita pun tentu dapat memaklumi isi dari pokok-pokok pikiran yang tertuang dalam Gelora Megamendung yang bersifat kontektual karena merupakan jawaban pemikiran PMII terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh umat.

More aboutSejarah PMII Solo (9)

Sejarah PMII Solo (8)

Diposting oleh admin

4. Untuk lebih mendaya gunakan semangat juang dan peningkatan kualitas anggota maka pada tanggal 15-27 April 1965 di Mega Mendung Bogor diselenggrakan Training Course II PMII. Training Course PMII ini dapatlah dinyatakan merupakan latihan Kader Nasional yang lebih baik penyelenggaraan maupun kualitas pesertanya dari TC PMII pertama di Ponorogo. Hal ini barang kali dimungkinkan karena terseleksinya jumlah peserta (peserta hanya 95 orang yang mewakili 31 cabang) untuk kualitas peserta terbukti juga meningkat boleh dikatakan hampir separoh peserta berasal dari perguruan tinggi umum yang terkemuka. Kelak dikemudian hari ternyata alumni dari TC ke II ini mampu menempatkan dirinya sebagai tokoh masyarakat yang sangat diandalkan diantaranya mereka itu adalah :

a. M. Hatta Mustapa (SH) alumni fakultas hokum UI, M. Hatta Mustapa karirnya di PMII dimulai dari ketua komisariat fak hukum UI kemudian duduk sebagai sekretaris umum PMII DKI Jaya yang akhirnya termanfaatkan sebagai sekretaris Jendral DPP KNPI periode pertama kemudian ketua umum DPP AMPI periode pertama dan kini ketua Departemen Pengabdian Masyarakat DPP Golongan Karya dan masih aktif sebagai anggota DPR RI.

b. AS. Syaeful Mujab (Bsc) alumni Sarjana Muda Fakultas Ekonomi UGM ini pertama kali karirnya dalam PMII dibangun dengan menjabat sebagai ketua umum pengurus cabang Jogjakarta periode pertama. Kini beliau menjabat sebagai ketua Tanfidiyah wilayah NU Jogjakarta dan dalam Mu’tamar ke XXVII yang lalu beliau diangkat sebagai wakil ke II Tanfidiyah. H. Syaeful Mujab juga dikenal sebagai pengusaha, sebagai anggota MPR RI yang mewakili praksi utusan daerah (Jogjakarta). 

c. M. Kamaludin Lubis (SH) alumni fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara Medan dalam karir PMII nya pernah menjabat sebagai ketua umum Korcab PMII Sumatra utara. Sekarang beliau dikenal dengan sebutan tokoh LBH Medan.

d. Hasan Hariri (SH) beliau alumni Fakultas Hukum UNCOK Surakarta dulu pernah menjadi pengurus pengurus cabang PMII Solo dan kini bapak Hasan Hariri menjabat kepala bagian HUMAS KODYA Surakarta.

e. M. Majidi Syah (BA) alumni sarjana muda IKIP Bandung ini pernah menjadi sekretaris umum PB. PMII periode 1970-1973. kini beliau tinggal di Jakarta dan duduk sebagai anggota MPR RI.

f. Umi Hasanah (Dra) alumni fakultas Psikologi UGM dulu aktifis PMII Jogjakarta, pernah menjadi anggota DPRGR 1968-1971. Kini ibu Dra Umi Hasanah aktif sebagai ketua umum fatayat NU wilayah Jawa Tengah.

g. Joko Purwono (SH) ek ketua lembaga Pendidikan Kader PP PMII ini alumni fakultas Hukum UGM sekarang beliau tinggal di Solo dan menjadi Dosen UNS.

Itulah secuil dari sekian peserta TC PMII di Megamendung Bogor ini, kalau penulis hanya mencantumkan 7 orang dari 95 peserta tersebut bukan berarti mengkultusk individukan mereka, tetapi hanyalah sekedar pembeberan saja bahwasanya dari arena-arena pengkaderan PMII mampu melahirkan tokoh-tokoh masyarakat / kampus. Dan kalau hanya 7 orang hal ini dikarenakan keterbatasan dari data-data yang ada pada penulis, insya Allah lain kali akan ada pembeberan lebih jauh.

 Hasil dari TC II PMII ini tentu saja bukan hanya itu, tetapi masih ada hasil yang lebih baik yakni berupa konsep-konsep pemikiran yang strategis sekali maknanya, kalau hendak diukur dari strategi perjuangan umat secara keseruhan. Konsep pemikiran ini kemudian dikenal dengan nama GELORA MEGAMENDUNG. Pokok-pokok pikiran dalam Gelora Megamendung ini mencakup lima hal :
1. Tentang uhuwah Islamiyah
2. Tentang watak umum organisasi
3. Tentang pengetahuan dan kesadaran politik
4. Tentang partisipasi organisasi dalam tahap-tahap repulusi
5. Tentang pesantren

 Dapatlah disini kiranya penulis sedikit membeberkan isi dari pada Gelora Megamendung tersebut secara sepintas kilas atau hanya dalam garis-garis besarnya saja (pembaca dapat menyimaknya secara utuh dan lengkap pada halaman lain)
1.1. Tentang Uhuwah Islamiyah, PMII berpendapat Uhuwah Islamiyah adalah merupakan ajaran dan cita-cita luhur yang diperintahkan oleh agama islam dan harus terus menerus menjadi sinar dalam perjuangan serta merupakan alat untuk mempersatukan umat.
1.2. Perjuangan untuk mewujudkan uhuwah islamiyah harus berlandaskan pada ukuran praktis kondisi sekarang (zaman revolusi, pen) dan umat islam harus tampil dalam pimpinan umat ataupun revolusi.
1.3. Uhuwah Islamiyah yang kita kehendaki adalah uhuwah islamiyah yang sepenuhnya dapat dipertanggungjawabkan menurut ukuran-ukuran revolusioner (ingat waktu itu PMII sebagai alat NU betul-betul terlibat dalam kegiatan politik praktis, pen).
1.4. Didalam uhuwah islamiyah itu, kita tidak boleh lebur didalamnya, tetapi kita harus memegang posisi kepemimpinan yang sebenarnya.

Kalau kita analisa yang lebih lanjut dari isi pokok-ppokok pikiran diatas (tentang uhuwah islamiyah) dapatlah disorot beberapa hal. Dalam alenia pertama isi pernyataan ini masih bersifat universal karena itu tidak bersifat kontektual tetapi dalam pernyataan pada nomor 2, 3, dan 4 nampak sekali tergambar PMII “terlibat dalam arus politik praktis yang waktu itu dijadikan polese pertama pemerintah”. Hal ini nampak seperti digambarkan (aitem 14) PMII beberapa ambisi benar untuk melibatkan diri dalam kancah iklim revolusi yang sedang dikembangkan oleh pemerintah, sahabat H. Mahbub Junaidi sempat memberikan argumentasi : “Memang PMII waktu itu sebagai konsekuensi alat partai harus secara tegas menyatakan sikap dan perannya dalam kegiatan politik praktis. Oleh karena itu wujud peran serta dan target yang PMII raih telah dirumuskan dengan gamblang dan akhirnya terbukti cukup berhasil. Kini dalam posisi kepemimpinan partai (maksudnya partai NU atau PPP sekarang, pen) alumni-alumni PMII banyak mengambil peran”.

More aboutSejarah PMII Solo (8)

Sejarah PMII Solo (7)

Diposting oleh admin

BAB II
MASA KEBANGKITAN PERTAMA
1964 – 1968

A. PMII DAN KELAHIRAN ORDE BARU
Berbekal dengan modal pengurus pusat PMII yang baru hasil konggres ke II di Yogyakarta (di hadiri 35 cabang), PMII melangkah dengan cukup tegak pada pertengahan decade 1960-an. Beberapa kegiatan yang dapat dicatat dalam tahun itu sebagai berikut :
 
1. Dari gerakan pemuda Ansor timbul satu gagasan tentang perlunya diciptakan satu kerukunan interen umat Islam, yang pada waktu sedang mengalami cobaan-cobaan berat akibat fitnah yang dilancarkan oleh PKI. Maka untuk menaggulangi percobaan-percobaan ini pada tanggal 19 – 26 Desember 1964 di Jakarta diadakan musyawarah nasional generasi muda islam atau kemudian lebih dikenal dengan nama MUSYAWARAH GEMUIS. Akhir dari pada musyawarah itu berhasil membentuk satu organisasi yang bersifat konfederatif, organisasi ini dikenal dengan nama GEMUIS (Generasi Muda Islam). Dalam organisasi konfederatif, gemuis ini PMII diwakili oleh sahabat HM. Said Budairy yang menjabat sekretaris Jendral presidium pusat GEMUIS.
 
Manfaat dari adanya GEMUIS ini (yang juga akhirnya membuka cabang-cabang di seluruh Indonesia), amat besar sekali terutama bagi organisasi HMI. Seperti kita ketahui seputar tahun-tahun itu HMI sedang mengalami ujian yang cukup berat akibat rongrongan CGMNI (Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia). Organisasi mantel PKI ini bertekad mati-matian menuntut supaya HMI dibubarkan dengan alasan HMI terlibat dalam kasus-kasus yang dilakukan oleh masumi serta dituduh kontra revolusioner. Dalam saat yang genting itulah GEMUIS yang menghimpun berbagai macam organisasi pemuda pelajar dan mahasiswa islam tampil kedepan membela HMI dari gusuran CGMI. Dalam usaha penyelamatan ini pula, peranan PMII dan pemuda Ansor cukup besar. Salah satu bukti adalah (dalam salah satu arsip PMII Yogyakarta) ditemukan satu instruksi agar membuat spanduk penerimaan anggota baru yang didalamnya tergambar atau terpampang lambang PMII dan HMI. Lebih jelasnya pembaca akan melihat “peranan” PMII dalam “penyelamatan” HMI dari gusuran CGMI ini pada bagian “PMII dan HMI pada zaman peralihan ORLA ke ORBA”.  
2. Masih dalam kaitan dalam pengembangan dan peningkatan study anggota, pada tahun 1964 PMII telah dapat jatah bea siswa dari pemerintah Mesir. Tawaran yang sangat baik ini tentu saja disambut dengan suka cita, maka pada akhir Desember 1964 berangkatlah sahabat Anshori An (jakarta) dan sahabat Masidah Lubis (Padang) untuk melanjutkan study pada Universitas Cairo. Kemudian juga bekas ketua PMII cabang Ciputat sahabat Chozin pada tanggal 3 Desember 1965 atas nama IAIN Ciputat telah mendapat bea siswa belajar di Universitas Cairo. Sayang pemberitahuan jatah bea siswa dari pemerintah ini mulai tahun 1965 berubah akibat dari pada kebijaksanaan Menteri Agama RI Prof. KH syaefuddin Zuhri yang tidak menyerahkan jatah bea siswa kepada organisasi mahasiswa tetapi menyerahkan pada IAIN dengan alasan IAIN sendiri sangat membutuhkan tenaga profesional.
Kalau kita amati dari kebijaksanaan ini sebenarnya secara langsung cukup merugikan organisasi mahasiswa (Inklusif PMII) padahal beliau (BP KH. Syaefuddin Zuhri) adalah tokoh NU yang sekaligus pada waktu itu berarti juga “Bapaknya PMII”. Tetapi kita sekarang tahu betapa sebenarnya kita warga pergerakan menerima satu keputusan yang lebih mementingkan kepentingan umat dari pada mementingkan golongan apalagi kepentingan individu. Sebenarnya sebagian besar dari alumni PMII yang telah mendapat “kesempatan” untuk belajar di luar negeri itu setelah lulus mereka banyak mengabdikan ilmunya di IAIN.  
 
3. Jumlah cabang-cabang PMII pada seputar tahun 1964-1968 yang begitu banyak ini, rupanya diperhitungkan juga oleh organisasi lain, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya tawaran dari presidium pusat PMII untuk memangku jabatan Sekjen organisasi mahasiswa itu. Tetapi PMII menolak tawaran ini dikarenakan PMII menghendaki adanya perombakan-perombakan dalam komposisi maupun struktur organisasi tersebut. PMII merasa yakin organisasi ini terlalu didominir oleh unsur-unsur organisasi mahasiswa, yang sebenarnya tidak mempunyai kekuatan masa ditingkat bawah. Pertimbangan lain dari penolakan duduknya PMII dalam PMII adalah organisasi ini telah bersalah mengeluarkan HMI dari keanggotaan organisasi tersebut, sehingga PMII tidak terlalu mementingkan “kursi jabatan” dari pada kursi yang telah dipangku nantinya akan mengganggu strategi perjuangan yang meyeluruh dari umat islam.

More aboutSejarah PMII Solo (7)

Sejarah PMII Solo (6)

Diposting oleh admin on Selasa, 30 Maret 2010

Disamping kegiatan-kegiatan yang bersifat nasional, PMII juga turut aktif pada kegiatan yang bertaraf internasional kegiata-kegiatan itu adalah juga dalam rangka memantapkan posisi PMII dalam dunia kemahasiswaan dan kepemudaan di Indonesia, beberapa kegiatan yang patut dicatat adalah seperti:

1. Pada bulan September 1960 dengan diwakili oleh Sekretaris Umum M.S H.M Said Budairy, PMII telah ikut serta dalam Konferensi Pembentukan Panitia Internasional Forum Pemuda Sedunia di Moskow (Contituent Meeting of the Youth Forum). Pada kesempatan pulangnya beliau singgah di Mesir untuk menghubungi para mahasiswa NU yang sedang belajar di Kairo, mereka telah bergabung dalam KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdatul Ulama) yang merupakan cabang istimewa PMII diluar negeri. Adanya kegiatan yang dilangsungkan dinegara sosialis ini pada waktu itu dianggap wajar saja. Karena betapa eratnya hubungan antara pemerintah kita waktu itu dengan Negara-negara blok sosialis dan tentang KMNU dapat kita singgung disini, para mahasiswa putra putri orang NU yang belajar di luar negeri mereka juga disamping aktif dalam organisasi PPI (Persatuan Pemuda Indonesia, satu organisasi yang menghimpun para pemuda; pelajar dan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar diluar negeri, pen) mereka tidak ketinggalan juga membentuk kelompok khusus mahasiswa NU, kelompok ini tentu saja tidak bersifat puritan eklusif hanya saja merupakan kelompok yang bertugas menjaga kelestarian budaya NU khususnya dan budaya nasional pada umumnya dari unsur negative budaya Negara setempat.
2. Selanjutnya pada bulan Juni 1961, ketua satu PP. PMII Shb. H. A. Chalid Mawardi telah dikirim ke Moskow (Ibu Kota Uni Sovyet, pen) untuk mewakili PMII menghadiri Forum Pemuda Sedunia.
3. Sebagai anggota WAY-Indonesia (Word Assembly of Youth, organisasi pemuda dunia, pen) PMII telah mendapat kesempatan untuk mengirimkan wakilnya, yaitu ketua cabang PMII Yogyakarta Shb. Munsif Nahrowi dalam kegiatan Seminar Pemuda Sedunia di Kuala Lumpur di bulan September 1962.
4. Sebagai anggota PMII dan Front Pemuda, PMII juga diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat internasional yakni pada bulan Oktober 1962, Sekretaris Umum PP. PMII Shb. Harun Al Rasyid dikirim ke Helsinki Finlandia, untuk menghadiri Festifal Pemuda Internasional.
5. Pada bulan Februari 1963 terjadi peristiwa pengusiran mahasiswa Indonesia di Peking yakni Shb. Haryono dan Shb. Suyono, dengan nada keras PMII menyampaikan protes kepada Kedubes RRT di Jakarta atas peristiwa tersebut. Juga pada waktu yang sama telah terjadi tindakan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Afrika yang sedang belajar di Negara Bulgaria, tak ketinggalan PMII juga menyampaikan protes kerasnya atas peristiwa tersebut. 

Adanya protes keras PMII terhadap Negara asing yang berideologi sosialis ini kiranya patut kita catat, sebab seperti telah kita singgung dimuka bahwasanya seputar tahun tahun itu hubungan pemerintah Indonesia dengan Negara-negara blok sosialis baik sekali tapi dengan adanya peristiwa yang menimpa bangsa Indonesia (peristiwa Peking) dan kejadian yang menimpa saudara-saudara kita bangsa Afrika yang sedang menuntut ilmu di Bulgaria, PMII sebagai kelompok mahasiswa yang “bebas aktif” telah turun tangan, inilah yang membuktikan bahwasanya memang benar sesuai dengan apa yang dicetuskan dalam deklarasi Tawangmangu maupun pernyataan Yogyakarta ataupun Penegasan Yogyakarta;

PMII sebagai angkatan baru akan selalu perpihak kepada amanat penderitaan rakyat, tidak akan sekali-sekali berpihak kepada golongan yanga merugikan kepentingan rakyat, apapun resiko yang akan menimpa PMII. Masih juga dalam kaitan penderitaan rakyat yang ada di luar negeri PMII tidak pula melupakan saudara-saudara kita yang sedang berjuang untuk mencapai kerelaannya seperti memberikan dukungan kepada perjuangan rakyat Al Jazair yang sedang membebaskan diri dari penjajahan bangsa Perancis. Juga tidak ketinggalan PMII memberikan kepada rakyat Vietnam yang sedang berjuang melawan tentara pendudukan Amerika Serikat. 

6. Dalam mengadakan kegiatan PMII juga tidak pernah melupakan organisasi mahasiswa yang lain, contohnya pada tanggal 11 Juni 1963 bersama PB. HMI mengeluarkan statement yang dikenal dengan statemen 11 Juni 1963 tentang dukungan penuh Pertemuan Tokyo antara Presiden Sukarno dengan Tengku Abdurrahman (Perdana Menteri Malaysia, pen), yang akhirnya menghasilkan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) di Manila. Seperti kita ketahui kelahiran Malaysia yang juga memasukkan wilayah Kalimantan utara sebagai wilayah Malaysia (timur, pen) telah menimbulkan reaksi keras dari pemerintah kita waktu itu, akibatnya terjadi konfrontasi antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia, konfrontasi ini akan berakhir setelah orde baru lahir.
7. Tidak ketinggalan pula dalam kegiatan kegiatan yang bersifat kenegaraan PMII turut aktif di dalamnya seperti ketika pemerintah kita menyelenggarakan pesta olah raga ganefo (Game New A………VS forces) yang diselenggarakan di Jakarta PMII juga turut aktif mensukseskannya.

8. Satu kegiatan yang sangat perlu untuk dicatat dan barang kali merupakan satu prestasi gemilang PMII dalam forum internasional; seperti kita ketahui dalam konggresnya yang II di Yogyakarta PMII mengeluarkan pokok-pokok pikiran tentang kerja sama internasional dan peningkatan ukhuwah islamiyah (lihat Dokumen histories: Pernyataan Yogyakarta) salah satu dari realisasi dari bentuk kerja sama internasional dan peningkatan Ukhuwah Islamiyah adalah perlunya diselenggarakan konferensi Islam Asia Afrika dan alhamdulillah gagasan kecil dari PMII itu dapat diterima dengan baik terbukti akhirnya dengan diselenggarakannya konferensi Islam Asia Afrika di Bandung pada tanggal 6-12 Maret 1965. 

Itulah sekelumit kegiatan yang dapat kami catatkan disini pada waktu PMII memasuki periode awalnya yakni periode embrional yakni ketika PMII yang masih berujud sebagai mahasiswa NU yang ‘tanpa wadah’ dan berjuang gigih untuk membentuk wadah sendiri yang terpisah dari organisasi lain periode ini dijalani pada tahun antara 1954 (ketika PMII masih merupakan anggota IPNU) kemudian lahirnya beberapa organisasi local mahasiswa NU seperti IMANU (Jakarta), PMNU di Bandung dan KMNU di Surakarta sampai akhirnya sedikit ada kemajuan dengan dibentuknya departemen PT IPNU pada konggresnya tahun 1958 di Cirebon. PMII akhirnya terbentuk atas kelanjutan dari realisasi hasil keputusan konferensi Besar I IPNU di Kaliurang Yogyakarta tentang perlunya wadah mahasiswa NU yang terpisah baik secara struktural maupun fungsional dengan IPNU / IPPNU. 

Memang keberadaan PMII tidak bisa dipisahkan dengan IPNU / IPPNU. Hal ini nyata benar seperti yang dinyatakan dalam AD (dulu istilahnya Peraturan Dasar) PMII yang menyatakan bahwasanya PMII adalah kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU yang dibentuk pada Konggres III IPNU di Cirebon pada tanggal 27 sampai dengan 31 Desember 1958 dengan demikian PMII bukanlah merupakan organisasi “sempalan” dari organisasi mahasiswa yang sudah lebih dulu lama ada.

Tetapi merupakan proses kelanjutan dari adik-adik kita yang tergabung dalam wadah IPNU / IPPNU yang ketika mereka menjadi mahasiswa memerlukan wadah yang dapat menampung aspirasi mereka yang belum tentu dapat tersalurkan dalam organisasi mahasiswa yang telah ada. Dalam perkembangannya PMII memang sangat dibantu oleh organisasi partai NU, penulis kira hal ini merupakan proses yang wajar saja sebab kerjasama antar organisasi adalah memang sangat perlu diadakan apalagi bahwasanya memang salah satu tujuan dari pada PMII adalah untuk mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai Islam Ahlussunnah Wal Jamaah, dan ini memang pas sekali kalau direfleksikan dengan aspirasi Nahdatul Ulama. 

Walaupun pada akhirnya PMII kelak akan menyatakan dirinya Independen, Independency PMII ini bukan berarti satu tindakan habis manis sepah dibuang (seperti orang yang dituduhkan oleh sementara orang) tetapi merupakan satu penguakan wawasan agar lebih terbuka kemungkinan mencari alternative dan pematangan diri dalam proses pendewasaan PMII dan tentu saja akan tindakan ini NU tidak akan merasa rugi sebab walau bagaimanapun PMII tetap akan menjadi kelompok mahasiswa dalam barisan terdepan untuk mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai aqidah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.

Kelahiran PMII pada tanggal 17 April 1960 dilihat dari kaca mata sejarah nasional juga sangat tepat, sebab tahun 1960 itu adalah merupakan permulaan tahun dimana bangsa Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 dalam sistem kenegaraannya, setelah presiden Sukarno pada tangal 5 Juli 1959 mengeluarkan satu dekrit yang isinya pernyataan bahwasanya bangsa Indonesia sejak saat itu kembali ke UUD 1945 sebagai dasar Negara dan sumber segala sumber hukum positif. Ketepatan lahirnya PMII dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia ini terbukti dengan lahirnya produk-produk pemikiran yang dihasilkan oleh PMII dalam rangka turut serta mengisi pembangunan, cobalah kita lihat; 

Pada tahun 1961 ketika konggres I PMII telah berhasil merumuskan tentang faham socialisme Indonesia, seperti kita ketahui setelah Indonesia menyatakan kembali kepada UUD 1945 sebagai dasar Negara maka hakekatnya bukanlah pelaksanaan isi dan makna dari UUD 1945 itu secara murni dan konsekuen tetapi malah lahir system politik baru yang kemudian dikenal dengan demokrasi terpimpin, system politik baru ini sebenarnya cukup baik yakni bagaimana mengatur hubungan yang seimbang antara eksekutif dengan legislative dan system ini sebenarnya merupakan koreksi dari pada pelaksanaan demokrasi liberal yang ternyata gagal diterapkan di Indonesia, hanya sayangnya karena kredibilitas Sukarno yang begitu besar dan lemahnya kepemimpinan oposisi maka rezim Sukarno terjerumus dalam jurang kekuasaan yang bersifat otoriter dan akibat lebih jauhnya adalah meletusnya pemberontakan G 30 S PKI.

Produk pemikiran pertama PMII yang dikenal dengan nama Deklarasi Tawangmangu ini telah berbicara secara matang tentang empat hal yakni; sosialisme Indonesia, berbicara tentang sosialisme Indonesia kami harap para pembaca jangan cepat-cepat apriori dengan istilah yang sering dilontarkan orang sana kepada kita yang pada waktu itu ‘pro rezim Sukarno’ yakni istilah bahwasanya sosialisme Indonesia tidak lebih dari pada kamuflase faham Marrk yang telah ‘disesuaikan dengan alam Indonesia’ bukan bukan ini faham sosialisme yang dicetuskan oleh PMII itu betul betul satu faham kerakyatan yang telah dirujuk dengan ayat ayat suci al Qur’an dan sunah Nabi, hal ini dapat pembaca lihat dalam produk pemikiran berikutnya yang merupakan hasil dari konggres II PMII I Yogyakarta yakni Penegasan Yogyakarta, dalam pokok pokok pemikiran itu secara nyata PMII telah mengintrodusir dan mengsublimir ajaran sosialisme dengan nilai-nilai hidup umat islam itu; yakni dengan al Qur’an dan al hadits.

Sebagai organisasi perjuangan PMII juga sudah barang tentu memerlukan tenaga-tenaga terampil untuk mewujudkan cita-cita organisasinya, adanya tenaga terampil yang memenuhi syarat-syarat seorang pejuang organisasi dan pejuang bangsa ini mendorong PMII untuk mengeluarkan satu pedoman dasar tentang arah dari pada kader PMII serta tujuan dan syarat-syarat yang harus dimilikinya. 

Dalam kaitannya dengan masalah kader ini PMII akhirnya mampu merumuskan diri tentang kader ini dengan satu pokok pokok pemikiran yang kemudian dikenal dengan nama Sepuluh Kesimpulan Ponorogo, produk pemikiran ini lahir dalam waktu pelaksanaan Training Course I PMII yang diselenggarakan di Ponorogo pada tanggal 25 Juli sampai dengan 4 Agustus 1962. Sepuluh Kesimpulan Ponorogo kelak akan menjadi dasar-dasar bagi penyusunan sylabus pengkaderan PMII, dalam upaya diri mewujudakan sosok organisasi yang mampu berperan digelanggang kepemudaan dan kemahasiswaan yang bertaraf nasional maupun internasional.

Sebagai salah satu dari kader bangsa, kader umat PMII juga tidak hanya berbicara tentang dirinya ansich maupun berbicara tentang bangsanya nasib saudara saudara kita sesame Islam maupun yang tidak seiman dengan kita juga turut dipikirkan oleh PMII hal ini seperti terlukis dalam produk pemikiran yang dihasilkan dalam konggres II PMII tahun 1963 di Yogyakarta, Konggres II itu disamping berbicara tentang PMII, berbicara tentang nasib bangsa (yang terangkum dalam produk pemikiran; penegasan Yogyakarta) juga berbicara tentang nasib umat manusia yang masih terjajah khususnya bangsa-bangsa Asia dan Afrika dan juga tentang pentingnya satu Ukhuwah Islamiah.

Akhir dari produk pemikiran ini adalah lahir satu gagasan tentang perlunya satu galangan untuk merangkum bangsa-bangsa Asia dan Afrika dalam satu forum dunia khususnya dunia islam dan barang kali tidaklah menyombongkan diri kalau dikatakan bahwasanya PMII adalah merupakan satu-satunya organisasi mahasiswa yang pertama kali berbicara tentang hal ini, pokok-pokok pikiran ini dikenal dengan nama Pernyataan Yogyakarta dan ajakan dari PMII itu akhirnya terwujud tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 1965 di Bandung telah dilangsungkan konferensi Islam Asia Afrika.
More aboutSejarah PMII Solo (6)

Sejarah PMII Solo (5)

Diposting oleh admin

PP. PMII disamping sibuk dengan usaha pelebaran sayap pergerakan juga tidak ketinggalan mengadakan kegiatan-kegiatan dalam rangka turut serta terlibat dalam pergerakan dunia kemahasiswaan dan kepemudaaan, kegiatan-kegiatan itu antara lain dapat kami catatkan disini sebagai berikut:
1.     Bersama sama dengan organisasi pemuda dan mahasiswa Islam lainnya turut aktif dalam wadah Porpisi (Persatuan Organisasi Pemuda Islam Indonesia) dalam organisasi yang bersifat konfederatif ini PP. PMII diwakili oleh sekretaris Umumnya yakni Shb. M. Said Budairy.
2.     Sesuai dengan iklim politik yang sedang berkembang waktu itu, bahwasanya seluruh organisasi masa maupun organisasi politik harus bergabung dalam wadah front Nasional maka PMII juga masuk didalamnya, PB. Front Nasional dalam suratnya tertanggal 22 Maret 1962 dengan Surat No. 046/0-/pbfn/III/62 telah menerima dengan baik permohonan PMII tersebut maka secara praktis seluruh cabang-cabang PMII juga menjadi anggota Front Nasional setempat.
3.     Demikian juga dengan organisasi PMII (Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia) satu organisasi konfederasi organisasi mahasiswa extra-university, PMII telah diterima dengan baik dan masuk dalam presidium PMII.
4.     Pada tanggal 3 Maret 1961 Presiden Sukarno mengeluarkan satu pengumuman tentang akan dibentuknya Departemen Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan, menyambut gagasan Presiden ini PMII bersama sama lima organisasi mahasiswa lainnya langsung memberikan pokok-pokok pikiran tentang syarat-syarat yang mestinya dipunyai oleh menteri dari departemen itu, pokok pokok pikiran PMII bersama sama dengan kelima organisasi mahasiswa lainnya itu diterima dengan baik terbukti dengan dipilihnya Mr. Iwa Kusuma Sumantri sebagai menteri pertama departemen ini, sebelumnya beliau adalah rektor Universitas Pajajaran Bandung.
5.     Pada awal bulan April 1961 kantor berita Antara dengan menyebut sumber berita dari menteri Priyono (Departemen PP dan K, pen) dan komisi J DPR-GR menyiarkan satu berita tentang rencana pemerintah dan DPR-GR untuk mengeluarkan satu peraturan yang isinya melarang bagi fakultas ekonomi dan fakultas Ilmu Sosial lainnya untuk mengadakan afiliasi di bidang ilmu pengetahuan kecuali dengan perguruan-perguruan Tinggi dari Negara sosialis. Adanya rencana ini tentu saja akan mengarah pada perubahan politik Indonesia yang bebas dan aktif, oleh karena itu PMII mengeluarkan pernyataan yang isinya menolak rencana pemerintah tersebut dan akhirnya memang pemerintah mengurungkan niatnya.
6.     Sesuai dengan amanat Musyawarah Mahasiswa NU di Surabaya (yang akhirnya menghasilkan lahirnya PMII) bahwasanya paling lambat satu tahun setelah lahirnya PMII ini maka harus mengadakan konggres, maka untuk memenuhi amanat tersebut pada tanggal 23 sampai dengan 26 Desember 1961 di daerah Tawangmangu Surakarta, Jawa Tengah telah diadakan konggres I PMII yang dihadiri oleh tiga belas cabang yakni Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, Ciputat, Surabaya, Malang, Banjarmasin, Banda Aceh, Makasar, Padang dan Cirebon. Satu hal yang perlu dicatat dalam konggres I itu telah dapat dicetuskan satu pokok-pokok pikiran PMII tentang sosialisme Indonesia, pokok-pokok pikiran itu adalah merupakan khasanah konsepsional (istilahnya adalah Dokumen Histories, pen) PMII pertama dalam pokok-pokok pikiran itu PMII telah berbicara tentang empat hal penting yang sedang dihadapi bangsa Indonesia yakni; Sosialisme Indonesia, Pendidikan Nasional, Kebudaayaan Nasional dan tentang pertanggungan jawab yaitu pernyataan bahwasanya PMII yang merupakan generasi muda islam intelektual mempunyai tanggung jawab terhadap perjuangan bangsanya, penembangan islam dan perjuangan akan anti imperialisme dan kolonialisme. Untuk mengetahui tentang Dokumen Historis yang akhirnya dinamakan deklarasi Tawangmangu ini, pembaca dapat menyimaknya pada halaman lain.
7.     Sebagai organisasi kader, maka PMII juga tidak ketinggalan mengadakan kegiatan pengkaderan salah satu kegiatan pengkaderan yang patut dicatat disini adalah diselenggrakannya Training Course I PMII yang bersifat nasional, TC ini diadakan di PONOROGO pada tanggal 25 Juli sampai dengan 4 Agustus 1962, bersamaan dengan pelaksanaan TC PMII juga diadakan research ke desa-desa di sekitar Ponorogo, yang dipimpin oleh ketua Lembaga Research Universitas Indonesia, Shb. Slamet Saubari juga diadakan peninjauan obyek pembangunan dan pendidikan serta penyebaran angket pendidikan kepada para siswa Sekolah Rakyat (sekarang SD, pen) dan sekolah lanjutan. Dalam TC ini akhirnya tercetus juga satu pokok pikiran tentang persyaratan seorang kader dan tugas utama dari kader, pokok-pokok pikiran yang merupakan hasil dari self intrukdaction serta hasil diskusi ini akhirnya dikenal dengan nama Sepuluh Kesimpulan Ponorogo, yang merupakan hasil dari Dokumen Historis PMII yang kedua. Kegiatan lain yang berhubungan dengan TC PMII ini juga adalah diadakannya Pekan Pelajar dan ………..yang mengambil kegiatan dalam bidang olah raga dan kesenian dan ini juga merupakan POR I PMII.
8.     Sebagai satu organisasi kemahasiswaan PMII juga tidak akan melupakan tugas utamanya yakni belajar, maka dalam rangkan penanganan lebih lanjut dari usaha penuntutan ilmu, PMII telah berupaya mencari kontak-kontak untuk mendapatkan bea siswa belajar di luar negeri pada tahun 1962 PP Maarif NU telah mendapat jatah untuk belajar di luar negeri dan jatah ini sebagian diserahkan kepada PMII dan berangkatlah untuk belajar ke Madinah dua orang anggota PMII yakni Sahabat Muhamad Ali Ubaid dan sahabat Zubaidi Ja’far. Selanjtnya pada tahun itu pula PMII mendapat jatah dari departemen agama untuk bea siswa pula ke Universitas Cairo maka berangkatlah sahabat Laili Mansur untuk menuntut ilmu disana. Kemudian pada tahun berikutnya yakni tahun 1963 PMII telah pula mendapat jatah bea siswa dari Universitas Cairo dan Universitas Al. Ahzar Mesir maka pada bulan November dan Desember 1963 telah berangkat beberapa anggota PMII diantaranya: sahabat Moh. Sanusi B (dari Makasar), Shb. Harun Zaini (Malang), Shb. Arief Al mahfudz (Yogyakarta), Shb. Abdul Gafar Umar (Ciputat), Shb. Tubagus Abas Makmun dari Bandung, Shb. Muhamad Asim (Ciputat) dan Shb. Makmun Muhamad (dari Surakarta). Demikian hampir setiap tahun PMII selalu mendapat jatah bea siswa untuk para anggotanya dalam menuntut ilmu diluar negeri.
9.     Akhirnya kegiatan dalam rangka pengembangan sayap pergerakan ini diakhir dengan penyelenggaraan Konggres II PMII di Kaliurang Yogyakarta pada tanggal 25 sampai dengan 29 Desember 1963. Dalam konggres II ini telah dapat hadir sejumlah 31 cabang PMII 18 buah cabang diantaranya merupakan cabang baru sesudah konggres I di Tawangmangu, cabang baru itu adalah; Menado, Tulungagung, Serang, Jambi, Ambon, Jember, Palembang, Purwokerto, Medan, Martapura, Sibolga, Kudus, Bogor, Pematang Siantar, Curup (salah satu kota di Bengkulu, pen), Tasik Malaya, Kediri, dan Amuntai. Dalam konggres II itu telah lahir dua pokok pokok pikiran PMII yakni penegasan Yogyakarta yang berisi satu tekad PMII untuk berpihak kepada amanat penderitaan rakyat, cita-cita sosialisme, perjuangan kemerdekaan dan perjuangan dalam rangka perwujudan manusia Indonesia yang meliputi utuh jasmani dan rohani. Disamping pokok-pokok pikiran tentang apa yang telah penulis kemukakan diatas Konggres II juga menghasilkan satu pokok-pokok pikiran lagi tentang perlunya penyelenggaraan Konferensi Islam Asia Afrika, isi lain dari pokok-pokok pikiran itu adalah tentang perlunya kerja sama internasional, ukhuwah islamiyah dan satu pernyataan itu tanoa reserve, pokok-pokok pikiran itu akhirnya dikenal dengan nama Pernyataan Yogyakarta. Salah satu hasil penting dari konggres II PMII ini adalah terbentuknya kepengurusan pucuk pimpinan yang baru yakni Konggres II PMII memilih kembali Sahabat H. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum PP. PMII dan Sahabat harun Al Rasyid sebagai sekretaris Umum. Adapun susunan selengkapnya Pimpinan Pusat PMII periode tahun 1963 – 1966 itu adalah sebagai berikut: Bersamaan dengan kegiatan konggres II PMII ini juga dilaksanakan pekan Olah raga II PMII, dalam konggres ini pula untuk pertama kalinya ………..
Ketua Umum                                : H. mahbub Junaidi
Ketua Satu                                   : H. A. Chalid Mawardi (Drs)
Ketua Dua                                    : H. Zamrono, BA       (Drs)
Sekretaris Umum                          : Harun Al Rasyid       (Haji)
Sekretaris Satu                             : Chatibul Umam, BA (Drs. H)
Sekretaris Dua                             : Azwar Tiaz
Bendahara Satu                            : Ari Amnan, BA
Bendahara Dua                            : Rt. Nakisbandiyah Hatar
Ketua ketua Departemen
- Dep. Pendidikan / Pengajaran    : Abd. Rahman Saleh, BA (Drs. H)
- Dep. Penerangan / Publikasi      : Abd. Hamid Jalil, BA
- Dep. Kesejahteraan Mahasiswa : Abd. Majid Toyib (Haji)
- Dep. Kesenian/Keb.& Olahraga             : R.S. Munara
- Keputrian                                               : Eny Suchaeni B. Sc
- Luar Negeri                                            : H.M. Said Budairy
- Pembantu-pembantu Umum                    : Drs. H. Ismail Makky
                                                                 : H. Fachrurrazy AH (Drs)
10. Sebagai organisasi kemahasiswaan PMII juga tidak melupakan kegiatan-kegiatan lain yang tidak melulu bersifat belajar dan gerakan politik, kesejahteraan mahasiswa (baca: anggota, pen) juga perlu diperhatikan tentu saja bukan kesejahteraan anggota secara pribadi tetapi lebih menitikberatkan pada kesejahteraan pribadi PMII secara keseluruhan. Untuk menangani kesejahteraan anggota ini PMII telah membentuk Jakmindo (Yayasan Kesejahteraan Mahasiswa Indonesia) yayasan ini bergerak dibidang social dengan beberapa macam aktivitas
-        Mendirikan asrama-asrama
-        Menerbitkan buku-buku, majalah dan brosur-brosur
-        Mmbentuk klub olahraga
-        Memberikan  bea siswa (study fonds)
-        Serta beberapa usaha lain yang menambah kesejahteraan anggota.
Yakmindo ini dipimpin oleh Shb. Abdul Majid Toyib (sekarang Bapak Haji Abdul Toyib adalah seorang anggota DPRD Tk I DKI Jaya).
More aboutSejarah PMII Solo (5)

Sejarah PMII Solo (4)

Diposting oleh admin

Pada bulan Mei 1960 tersusunlah kepengurusan pusuk pimpinan PMII seperti yang telah kami tuliskan diatas itu, untuk selanjutnya seperti kita ketahui karena PMII pada mulanya merupakan organisasi mahasiswa anak Nahdatul Ulama maka PP. PMII dengan suratnya tertanggal 8 Juni 1960 yang ditujukan kepada PB. NU agar supaya mengesahkan kepengurusan PP. PMII tersebut. 

Selang beberapa hari kemudian atau tepatnya pada tanggal 14 juni 1960 PB. NU dengan menyatakan bahwasanya organisasi PMII dapat diterima dengan syah merupakan keluarga besar partai Nahdatul Ulama dan diberi mandat untuk membentuk cabang-cabangnya diseluruh Indonesia, Surat Keputusan itu di tandatangani oleh Bapak KH. Dr. Idcham Chalid selaku Ketua Umum PB. NU dan Bapak H. Aminudin Aziz selaku wk. Sekjen PB. NU. seperti dinyatakan dimuka bahwasanya musyawarah mahasiswa NU di Surabaya itu hanya mampu menghasilkan Peraturan Dasar Organisasi (sekarang istilahnya Anggaran Dasar, pen) maka untuk kelengkapan organisasi dibentuklah satu panitia kecil yang diketuai oleh Shb. M. Said Budairy dengan anggota Shb. A Chalid Mawardi dan Shb. Fahrurozy AH (sekarang bapak Drs. H. Fahrurozy AH duduk menjadi anggota DPR. RI) untuk membuat peraturan Rumah Tangga, dan dalam sidang pleno II PP. PMII yang diselenggarakan dari tanggal 8 sampai 9 September 1960 disahkan peraturan Rumah tangga PMII tersebut melengkapi peraturan Dasar PMII yang sudah lama ada. 

Disamping itu juga sidang pleno telah mengesahkan bentuk Mutz (topi) PMII berupa baret yang mempunyai warna biru muda, dibagian atas biru tua dibagian samping kanan dan kiri serta bersetrip warna kuning. Demikian juga mengenai senat ban (selempang, pen) PMII yang juga mempunyai tiga warna seperti mutznya; biru tua, biru muda dan kuning. 

Adapun mengenai lambang diserahkan kepada pengurus harian yang akhirnya oleh PP. PMII ditetapkan bahwasanya lambang PMII berbentuk perisai dengan lambang bintang sembilan; lima bintang dengan susunan memanjang dari kanan ke kiri terletak diatas dengan ditengahnya bintang yang besar, empat buah bintang lainnya memanjang juga dari kanan ke kiri terletak di bawah, semua bintang itu berwarna putih, tulisan PMII terletak ditengah dengan warna tulisan hitam digaris pinggirnya serta warna biru tua digaris tengahnya, dasar warna perisai sebelah bawah berwarna biru tua sedang sebelah atas berwarna kuning, berbentuk perisai bersudut lima (secara lengkap bentuk lambang, mutz, bendera, stempel dan bentuk atribut lainnya akan kami terangkan dalam lampiran buku ini, pen), dalam sidang pleno tersebut telah pula dikeluarkan pokok-pokok aturan mengenai penerimaan anggota baru. 

Dalam usaha memperluas daerah organisasi tidak kecil bantuan organisasi warga Nahdatul Ulama terutama dari pucuk pimpinan Lembaga Pendidikan Maarif Nahdatul Ulama (PP.LP.Maarif NU) yang telah memberikan bantuan sepenuhnya baik moril maupun materil, sejak dari musyawarah mahasiswa NU di Surabaya sampai dengan memberikan pengertian kepada pesantren-pesantren (perlu diketahui pada waktu itu di dalam pondok pesantren juga dapat dibentuk kepengurusan PMII dengan anggota para santri yang telah lulus madrasah aliyah dan sedang / telah mengkaji kitab yang tingkatan kitabnya sesuai dengan pelajaran yang diberikan di perguruan tinggi agama, pen) adanya peraturan ini maka akan mempercepat proses pengembangan wilayah PMII, juga untuk mempererat hubungan PMII dengan LP Maarif NU sebagai badan induknya saat itu, telah ditunjuk sekretariat Umum PP.PMII Shb. M. Said Budairy untuk bertindak mewakili PMII dalam pusuk pimpinan LP. Maarif NU. 

Berhubung dengan adanya semacam ketegangan dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dibeberapa cabang pada saat PMII berdiri (untuk lebih mengetahui dengan luas tentang hubungan PMII dengan HMI maka akan kami terangkan secara terpisah pada bagian lain buku ini, pen) akibat kekurangan pengertian, maka didorong oleh itikad baik PMII berusaha menyelesaikan dengan cara baik dalam bentuk mengadakan pendekatan dengan sementara pribadi anggota-anggota besarnya (maksudnya pengurus Besar, pen) kemudian diikuti dengan kerja sama kedua organisasi. Sebuah delegasi PMII yang diketahui ketua umum sendiri pernah datang ke kantor B. HMI pada tanggal 4 Juli 1961, sehari sebelum dimulainya konggres PMII ke V di Jakarta. 

Kaitannya dalam masalah hubungan antara PMII dengan HMI ini memang sangat penting untuk kita simak, sebab sampai detik ini dampak dari adanya kekurang pengertian dari kaum sana itu menimbulkan buntut yang berkepanjangan bahkan sampai menular pada para alumni kedua organisasi ini oleh karena itu dalam buku ini, hubungan antara PMI dengan HMI akan kami kupas secara khusus dalam bab lain.

Usaha-usaha untuk memperluas daerah organisasi terus digalakkan sehingga sampai dengan terselenggarakannya konggres I PMII di Tawangmangu Surakarta telah terbentuk 13 buah cabang PMII yakni; Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Bandung, Jakarta, Ciputat,Malang, Makasar (sekarang Ujung Pandang, pen), Surabaya, Banjarmasin, Padang, Banda Aceh dan Cirebon.
More aboutSejarah PMII Solo (4)

Sejarah PMII Solo (3)

Diposting oleh admin

C.    lahirnya PMII dan Pengembangan Sayap Pergerakan
Setelah sahabat Ismail Makky dan sahabat Muhamad Hartono, BA dapat meyakinkan pucuk pimpinan IPNU didalam forum konferensi Besar IPNU yang diselenggarakan di Kaliurang Yogyakarta, pada tanggal 14 – 17 Maret 1960. bahwasanya sangat perlu dibentuk satu organisasi mahasiswa NU yang betul-betul lepas dari IPNU baik secara structural organisatoris maupun secara fungsional organisatoris. Untuk mewujudkan keinginan itu maka konbes juga memutuskan perlunya diadakan satu musyawarah mahasiswa NU dan untuk itu maka dibentuk satu panitia sponsor pendiri organisasi mahasiswa NU yang terdiri dari 13 orang dan diberi tugas untuk melaksanakan musyawarah mahasiswa NU seIndonesia bertempat di Surabaya dengan limit waktu satu bulan setelah keputusan itu. Adapun ketiga belas sponsor pendiri organisasi mahasiswa NU itu adalah :
1.      Sahabat Chalid Mawardi (Drs. H, Jakarta)
2.      Said Budairy (Jakarta)
3.      Sahabat M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4.      Sahabat M. Makmun Syukri, BA (Drs. H, Bandung)
5.      Hilman Badrudinsyah, Sahabat (Bandung)
6.      Sahabat H. Ismail Makky (Drs. H. Yogyakarta)
7.      Sahabat Munsif Nahrowi (Drs. H. Yogyakarta)
8.      Nuril Huda Suaidy HA (Drs. H. Surakarta)
9.      Sahabat Laily Mansur (MA, Surakarta)
10.  Sahabat Abdul Wahab Jaelani (Drs. H. Semarang)
11.  Hisbullah Huda, Sahabat (H. Surabaya)
12.  Sahabat Chalid marbuko (Drs. Malang)
13.  Ahmad H. Asain, sahabat (Drs. H. Makasar / Ujungpandang ).[1]
Organisasi ini karena memang mula pertama kalinya dilahirkan sebagai organisasi mahasiswa partai NU, maka tiga dari tiga belas sponsor berdirinya organisasinya mahasiswa ini terlebih dahulu menghadapi bapak KH. DR. Idcham Chalid, beliau selaku ketua umum PB. Partai Nahdatul Ulama, hal ini seperti yang dituturkan oleh sahabat Chatibul Umam (kini bapak Drs. H. Chatibul Umam, dosen IAIN Jakarta dan Wakil Rector PTIQ Jakarta): 

“Sebelum memasuki musyawarah mahasiswa NU, terlebih dahulu meminta petunjuk dan nasehat sebagai pegangan pokok dalam musyawarah kepada Yang Mulia (sebutan Yang Mulia pada waktu zaman orde lama, terasa masih lazim, pen) K.H. Dr. Idcham Chalid selaku Ketua Umum Partai Nahdatul Ulama. Pada tanggal 19 Maret sponsor berangkat ke Jakarta dan pada tanggal 24 Maret 1960 sponsor yang terdiri dari Hisbullah Huda (kini anggota DPR RI), M Said Budairy (pernah menjadi anggota DPR dan kini pengusaha di Jakarta) dan Makmun Syukri BA (putra almarhum KH. Syukri Ghazali – Ketua Umum MUI dan kini bapak Drs. H. Makmun Syukri menjadi seorang dosen IAIN Sunan Gunung Jati Bandung) dengan ramah tamah telah diterima oleh Yang Mulia bapak Idcham Chalid. 
Dalam pertemuan itu selain memberikan petunjuk-petunjuk yang merupakan landasan pokok untuk musyawarah beliau juga menekankan hendaknya organisasi yang akan diwujudkan itu benar benar merupakan kader partai NU, dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan untuk / bagi kepentingan rakyat bukan ilmu untuk ilmu dan lebih penting lagi yaitu menjadi manusia yang cukup cakap serta bertaqwa kepada Allah (pesan pesan bapak KH. Dr. Idham Chalid ini nampak nantinya tersublimir dalam tujuan PMII yakni terbentuknya pribadi muslim yang berbudi luhur, bertaqwa kepada Allah, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam pengamalan ilmu pengetahuannya, pen) setelah itu beliau menyatakan merestui musyawarah mahasiswa Nahdatul Ulama yang akan diadakan di Surabaya itu.[2]
Kalau kita amati  dari uraian  pesan-pesan petunjuk Bapak Dr. KH.  Idcham Chalid ini maka benar-benar terasa sekali suasana kepartean NU pada  organisasi mahasiswa  yang lainnya  juga demikian? yang demikian ini selayaknya  kita dapat maklumi  suasana suwaktu  kepartean NU pada organisasi mahasiswa  yang akan didirikan  ini, apakah pada organisasi  mahasiswa yang lainnya  juga demikian? Yang demikian  selayaknya kita dapat kita maklumi  suasana waktu itu betul-betul partai minder; meningkatkan  jumlah ormas mahasiswa ini disertai  pula  oleh  peningkatan  peranan  peranan mereka  secara kuwalitas  dan terbukanya kesempatan  untuk mobilitas  social  dibidang politik.[3]  Hal ini juga seperti apa yang dikatakan oleh. Rocamura yang pendapatannya dikutip oleh Dr. Burhan D. Mogenda suatu pendapat tentang keterkaitan antara organisasi  mahasiswa dan partai politik. Rocamura memperlihatkan bagaimana pemimpin organisasi massa (inclusive juga organisasi mahasiswa, PNI) berefeliasi   pada tahun-tahun terakhir jaman demokrasi terpimpin berhasil masuk pada   DPP PNI. Proses regenerasi ini berlangsung secara damai dan menurut prinsip-prinsip organisasi. Gejala petani juga terlihat pada partai lainnya, misalnya NU.[4]
Keterlibatan  organisasi  mahsiswa ekstra  universitas (Nasional) dengan  partai politik  ini juga diakui  oleh para  Tokoh mahasiswa itu sendiri,  seperti yang dinyatakan  oleh Drs. Suryadi  Presedium Pusat GMNI; Dia sendiri  sudah menjadi anggota DPR  sejak tahun  1966. Tapi bukan melalui  KAMI ( Kesatuan aksi mahasiswa Indonesia, satu gabung dari organisasi extra universitas dan Dema / Sema yang lahir pada tahun 1966 sebagai upaya untuk menggulingkan pemerintah presiden Sukarno / Rezim Orla, pen) melalui PNI  dan katanya  itu memang proses wajar.[5]
Kalau Drs. Surayadi dari PP GMNI sangat aktif dan akhirnya masuk menjadi anggota DPR melalui PNI maka PMII sangat juga aktif  dan akhirnya masuk menjadi anggota DPR melalui PNI maka PMII juga sangat aktif dan akhirnya  masuk menjadi anggota DPR  melalui PNI  maka PMII  juga sangat aktif dibidang politik seperti apa yang dikatakan oleh Abdul Rohim Hasan didepan forum kongres ke IV PMII pada tahun 1970 di Makasar: tetapi Mengapa PMII mesti berpolitik? Bukankah membahayakan tugas utamanya belajar dan belajar? Bukankan persoalan politik nanti setelah terjun di masyarakat?. Anggapan itu anggapan klasik. Uang kuliah adalah preparasi untuk pekerjaan politik.[6] Selanjutnya sahabat Abdul Rahim Hasan (kini bapak Drs, H. Abdul Rahim Hasan adalah sekretaris pribadi bapak KH. Dr. Idcham Chalid) lebih lanjut menjelaskan mengapa mahasiswa (baca PMII, Pen) meski perpolitik baik secara politik praktis maupun politik konseptional; belajar dan berpolitik bukanlah suatu hal yang confuse, tetapi justru prinsip berpolitik itu adalah berbarengan dengan adanya PMII itu sendiri. Hal ini telah ditegaskan dalam Dokumen histories (khasanah konsepsional PMII, pen) Gelora Megamendung (pokok-pokok pikiran yang dihasilkan dalam Training Course II PMII seluruh Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 17 sampai dengan 26 April 1965 di Megamendung Bogor) menolak dengan keras prinsip ilmu untuk ilmu, PMII secara pasti menetapkan bahwa ilmu mesti diamalkan. Diamalkan dalam artian untuk kepentingan agama, nusa dan bangsa. 
Bagi PMII tidak lebih dari pada alat (maksudnya organisasi adalah tidak lebih dari pada alat untuk perjuangan, pen) sedangkan berpolitik tidak lain dari pada menerapkan ilmu pengetahuan dalam perjuangan mengabdikan diri kepada agama, nusa dan bangsa, namun belajar dan berpolitik harus seimbang. Tegasnya dalam menjalankan tugas “berpolitik” tidak mengenyampingkan tugas belajar, mengenyampingkan tugas-tugas kemahasiswaan terjun kearena politik melulu karena hal yang demikian adalah merupakan perbuatan yang nekad dan fatal. Tugas setiap warga PMII adalah memadukan ketinggian ilmu dengan kesadaran berpolitik. Apa itu berpolitik saat kita tidak lain dan tidak bukan adalah sepenuhnya berdiri dibawah naungan panji-panji partai dan terjun ke dalam kegiatan partai dalam bentuk apapun.[7]
Begitulah awal mula berdirinya PMII ini memang diperuntukkan bagi kekokohan dan bamper bagi partai politik Nahdatul Ulama, PMII betul-betul sebagai anak dan alat NU sehingga akan nampak dengan jelas gerak aktivitas PMII antara tahun 1960-1972 banyak diwarnai dengan pernyataan-pernyataan politik, akan hal ini sahabat H. Mahbub Junaidi lebih lanjut menerangkan; mengapa aktivitas PMII antara tahun 1960-1972 (sebelum PMII menyatakan dirinya Independent, pen) kebanyakan adalah aktivitas politik, ada beberapa hal yang melatarbelakanginya :
Pertama : memang PMII dilahirkan untuk pertama kalinya sebagai kader muda Partai NU, sehingga gerakan aktivitasnya mau tidak mau harus selalu menunjang gerak langkah dan kebesaran Nahdatul Ulama sebagai organisasi partai politik.
Kedua: suasana kehidupan berbangsa dan bernegara pada waktu itu memang sedang berhembus iklim yang mengutamakan pembangunan politik, sehingga politik sebagai panglima (istilahnya waktu itu, pen) betul betul menjadi policy pemerintah dan PMII sebagai bagian dari bangsa ini mau tidak mau harus berperan aktiv dalam kontelasi politik waktu itu.[8]
Dan yang lebih penting untuk diketahui adalah mengapa ketika PMII dilahirkan langsung menjadi anak dan alat NU serta langsung pula terlibat sebagai pemain dalam percaturan politik praktis maupun konsepsional di republic ini, akan hal ini H. Mahbub Junaidi menerangkan secara gamblang posisi PMII tersebut, ketika beliau memberikan sambutan dalam Panca Warsa hari lahir PMII (Lima Tahun Ulang Tahun PMII, pen) : “Mereka bilang mahasiswa yang paling baik adalah mahasiswa yang non partai, bahkan non politis, yang berdiri di atsa semua kepala, tak kesini dan tak kesitu, seperti seorang mandor yang tak berpihak. Sebaliknya kita bilang, justru mahasiswa itulah yang harus lebih berpolitik dari siapapun juga, justru mahasiswa itulah yang harus lebih jelas dimana tempat tegaknya, justru mahasiswa itulah yang harus berpartisipasi secara konkret dengan kegiatan partai politik.[9] Dari petikan-petikan pendapat dan pokok-pokok pikiran para tokoh PMII pada seputar tahun 1960-1970, maka kita dapat memahami akan mission kelahiran PMII dan nilai lahirnya, pertumbuhannya sampai gerak langkahnya ditengah-tengah dunia kemahasiswaan dan kepemudaan pada waktu itu.
Seperti kita ketahui kelahiran PMII disponsori oleh 13 orang tokoh-tokoh mahasiswa NU mereka berasal dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Makasar (Ujung Pandang sekarang, pen). Maka kedelapan kota itulah merupakan cikal bakal adanya cabang-cabang PMII. Adapun yang menjadi pucuk pimpinan PMII (sekarang istilahnya PB. PMII, pen) adalah sebagai berikut :
Ketua Umum                      : H. Mahbub Junaidi
Ketua Satu                         : A. Chalid mawardi (Drs. H)
Ketua Dua                         : Sutanto Martoprasono (Drs. H)
Sekretaris Umum                : H.M. Said Budairy
Sekretaris Satu                    : Munsif Nahrowi (Drs. H)
Sekretaris Dua                     : A. Aly Ubaid
Keuangan Satu                     : M. Sobich Ubaid
Keuangan Dua                      : Ma’sum
Departemen departemen       :
Pendidikan dan Pengajaran   : MS. Hartono, BA
Penerangan / Publikasi           : Aziz marzuki
Kesejahteraan Mahasiswa : Fahrurrozi AH (Drs. H)
Kesenian Kebudayaan       : H. M. Said Budairy
Keputrian                          : Mahmudah Nahrowi
Luar Negeri                       : Nukman
Pembantu-pembantu umum  : Ismail Makky, BA (Drs. H)
                                             Makmun Syukri, BA (Drs. H)
                                             Hisbullah Huda, Hs
                                             H. Mustahal Ahmad, BA (Drs)[10]
Susunan kepengurusan pucuk pimpinan PMII yang seperti di atas adalah merupakan kelanjutan dari hasil musyawarah mahasiswa NU di kota Surabaya pada tanggal 14 – 16 April 1960, yang pada waktu itu hanya memutuskan
1.      Berdirinya organisasi mahasiswa NU dan organisasi mahasiswa itu bernama pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau PMII.
2.      Penyusunan Peraturan Dasar PMII yang dalam mukadimahnya jelas dinyatakan bahwasanya PMII adalah merupakan kelanjutan dari IPNU / IPPNU.
3.      Karena persidangan dari musyawarah mahasiswa NU tersebut (yang dalam persidangannya mengambil tempat di gedung Madrasah Mualimin NU Wonokromo Surabaya, pen) dimulai dari tanggal 14 – 16 April 1960 dan peraturan dasar PMII mulai dinyatakan berlaku pada tanggal 21 Syawal 1379 Hijriyah atau bertepatan dengan tanggal 17 April 1960 maka mulai hari itulah PMII dinyatakan berdiri dan tanggal 17 April dinyatakan sebagai hari jadi PMII dan akan diperingati sepanjang tahun dengan istilah hari lahir pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Harlah PMII).
4.      Musyawarah juga memutuskan untuk membentuk tiga orang formatur yakni H. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, Shb. A Chalid Mawardi sebagai ketua satu dan Shb. M. Said Budairy selaku sekretaris umum PP. PMII.[11]

[1] Chatibul Umam, …………

[2] Opcit hal 3
[3] Burhan D. magenda, Dr, Gerakan mahasiswa dan Sistem Politik, Prisma no. 12 Desember 1977, hal 9.

[4] Ibid
[5] Wawancara antara Prisma dengan Drs. Suryadi, Prisma no 12 Desember 1977, halaman 42.
[6] Abdul Rahim Hasan, Drs. H, Partisipasi PMII kepada partai, makalah dalam konggres ke IV PMII di Makasar tahun 1970.

[7] Ibid hal 3.

[8] Wawancara dengan H. mahbub Junaidi pada tanggal 11 Desember 1984 di Pondok Pesantren Salafitah Asembagus Situbondo.
[9] Pidato ketua umum PP. PMII dalam Panca Warsa PMII pada tanggal 17 April 1965.
[10] Chatibul Umam, Drs. H, Sewindu PMII, PC. PMII Ciputat, Jakarta tahun 1968 halaman 9.
[11] Ibid halaman 2
More aboutSejarah PMII Solo (3)

Sejarah PMII Solo (2)

Diposting oleh admin

B. Mahasiswa NU dalam IPNU / IPPNU
Upaya untuk mendirikan satu organisasi yang menghimpun para mahasiswa Nahdatul Ulama sebenarnya sudah lama ada, hal ini terbukti dengan adanya kegiatan sekelompok mahasiswa NU yang berdomisili di Jakarta untuk mendirikan IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdatul Ulama) yakni pada bulan Desember 1955, untuk lebih jelasnya kita kutipkan tulisan A. Chalim : “Hasrat untuk mahasiswa Islam yang berhaluan Ahlusunha wal jamaah untuk mendirikan organisasi tersendiri sebenarnya sudah lama ada, dan karena Partai Nahdatul Ulama adalah merupakan refleksi dari Islam Ahlusunha Wal Jamaah organisasi itu (IMANU, Pen) diorientasikan kepadanya (Partai NU, Pen), cita pembentukan organisasi itu pada bulan Desember 1955 di Jakarta dengan nama IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdatul Ulama). 

Namun, kehadirannya oleh PP. IPNU belum bisa diterima. Karena selain kelahiran IPNU itu sendiri masih baru yaitu pada tanggal 24 Februari 1954, pada waktu diadakan konferensi Besar Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdatul Ulama se Indonesia di Semarang, yang juga banyak diantara pengurus IPNU itu sendiri kebetulan sebagian besar mahasiswa sehingga apabila IMANU didirikan dikhawatirkan justru akan lenyapnya IPNU. Dari adanya keberatan para aktifis IPNU itu maka boleh dikatakan bahwasanya kehadiran IMANU itu menemui jalan buntu atau lebih tepat dikatakan mati sebelum dibesarkan. Tetapi usaha usaha untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU itu tetap terus berlanjut bahkan dapat pula dicatatkan disini satu usaha untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU itu pernah pula mencapai keberhasilan walaupun sifat organisasi itu hanya bersifat local saja. 

Keberhasilan para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi tersendiri itu dira….. oleh para mahasiswa NU yang berdomisili di kota Bengawan Surakarta, Jawa tengah. Sekelompok mahasiswa NU yang dimotori oleh sahabat H. Mustahal Ahmad (waktu itu beliau mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Cokroaminoto Surakarta). Sahabat H. Mustahal Ahmad berhasil mendirikan keluarga mahasiswa Nahdatul Ulama (Surakarta) juga pada tahun 1955, bahkan boleh dikatakan KMNU adalah satu-satunya organisasi mahasiswa NU yang dapat bertahan sampai dengan lahirnya PMII pada tahun 1960, kini sahabat H. Mustahal Ahmad duduk sebagai anggota DPRD tk I Propinsi Jawa Tengah dan telah mempunyai banyak putra putri yang juga cukup aktif menjadi anggota PMII cabang Surakarta. Kelahiran dan perkembangan KMNU ini walaupun tidak ada sangkut pautnya dengan PMII secara kronologis historis dengan kelahiran PMII tetapi perlu pula kami catatkan disini sebab nanti ketika PMII dibentuk di kota Surabaya salah satu bahkan dua diantara 13 sponsor pendiri PMII adalah berasal dari kota Surakarta. 

Kembali usaha untuk mendirikan satu organisasi mahasiswa NU yang bersifat nasional masih terus berlanjut, hal ini terbukti dari makin besarnya keinginan para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa sendiri, suara-suara itu didengungkan dalam Muktamar II IPNU pada tahun 1957 di kota Pekalongan hal ini seperti dituturkan oleh sahabat Wail Haris Sugianto (kini bapak Wail haris Sugianto, SH, pegawai Departemen Agama kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah) : “Tiga tahun setelah berdirinya IPNU yaitu dalam Muktamar II IPNU di kota Pekalongan yang diselenggarakan pada tanggal 1-5 Januari 1957 nampak lebih terang lagi mahasiswa-mahasiswa NU yang tergabung dalam IPNU makin besar jumlahnya. Dimana dalam muktamar tersebut sudah ada keinginan untuk membentuk satu wadah tersendiri dikalangan mahasiswa mahasiswa Nahdatul Ulama. 

Namun usaha yang membaja tersebut gagal, disebabkan bahwa pimpinan pusat IPNU menganggap belum waktunya dan juga adanya pandangan bahwa mahasiswa mahasiswa NU hendaknya berjuang dan memegang pimpinan dalam HMI. Lebih jauh dapat kita analisa disini, ternyata keinginan para pemimpin IPNU agar para mahasiswa NU merebut tampuk pimpinan dalam tubuh HMI nampaknya menemui kegagalan, terbukti dari sekian banyak tokoh mahasiswa NU hanya sahabat Mahbub Junaidi yang sempat duduk dalam kepengurusan PB. HMI, itupun hanya duduk sebagai pembantu umum PB. HMI dalam periode kepengurusan tahun 1957 – 1960. Melihat kenyataan tersebut maka menggebu-gebulah usaha untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU yang mandiri, tetapi masih juga belum menemui keberhasilannya seperti apa yang dituturkan sahabat Wail Haris Sugianto lebih lanjut. 

Namun demikian keinginan dari pada mahasiswa NU masih tetap membaja, semangat untuk mendirikan satu organisasi mahasiswa yang betul betul berdiri syah dibawah panji-panji partai Nahdatul Ulama tetap ada. Hal tersebut dapat kita lihat dari adanya keinginan mahasiswa-mahasiswa kita (maksudnya mahasiswa NU, Pen) di Jakarta umpamanya mereka telah mendirikan IMANU, kemudian di Bandung misalnya ada usaha-usaha serupa dengan nama PMNU (Persatuan Mahasiswa NU) dan masih banyak lagi kota kota dimana ada perguruan tingginya yang mempunyai keinginan serupa. Tetapi dalam hal ini pimpinan IPNU tetap membendung usaha-usaha tersebut, dengan satu catatan pimpinan pusat IPNU akan lebih mengintensifkan akan usaha-usahanya untuk mengadakan penyelidikan :
1. Berapa besar potensi mahasiswa Nahdatul Ulama?
2. Sampai berapa jauh kemampuan untuk berdiri sendiri sebagai organisasi mahasiswa?

Dengan adanya janji dari pucuk pimpinan IPNU itu maka berbagai upaya untuk mendirikan satu organisasi mahasiswa yang reperesentatif dan mandiri terus diupayakan, bagai orang yang sedang berjalan menuju tempat yang dicita-citakan, tak kenal lelah dan tak takut resiko maka setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya dalam muktamar ke III IPNU di kota Cirebon titik-titik kemajuan untuk mendirikan wadah yang mandiri bagai para mahasiswa NU telah nampak, hal ini seperti apa yang ditulis oleh sahabat Wail Haris Sugiyanto, SH :

“Kemudian didalam Muktamar III IPNU di Cirebon yang diselenggarakan pada tanggal 27-31 Desember 1958, Muktamar berpendapat bahwa sudah waktunya untuk menentukan status dari para mahasiswa kita. Akhirnya dalam Muktamar tersebut diputuskan adanya Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang dipimpin oleh rekan Ismail Makky (sekarang Bapak Drs. H. Ismail Makky, dosen IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta). Namun pada kenyataanya usaha tersebut diatas tidaklah banyak berarti bagi kemajuan para mahasiswa NU sendiri hal tersebut dikarenakan beberapa sebab yakni :
1. Kondisi obyektif menyatakan bahwasanya keinginan para pelajar sangat berbeda dengan keinginan dan perilaku para mahasiswa.
2. Dan ternyata gerak dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU itu sangat terbatas sekali terbukti untuk duduk menjadi anggota PPMI (Persatuan Perhimpunan mahasiswa Indonesia, satu konfederasi organisasi mahasiswa extra Universitas), tidaklah mungkin bisa, sebab PPMI adalah gabungan ormas-ormas mahasiswa. Apalagi dalam MMI (Majelis Mahasiswa Indonesia, satu federasi dari para Dewan / Senat Mahasiswa, juga tidaklah mungkin).

Menyadari akan keterbatasan itu dan berkat dorongan-dorongan dari pelbagai pihak serta dengan mengambil beberapa per imbangan diantaranya :
1. Didirikannya Perguruan Tinggi NU dipelbagai tempat seperti PTINU di Surakarta (sekarang bernama Universitas Nahdatul Ulama), Fakultas Ekonomi dan Tata Niaga dan Fakultas Hukum dan Tata Praja di Bandung (sekarang menjadi Universitas Islam Nusantara, Bandung, Pen) dan Akademi Ilmu Pendidikan dan Agama Islam di Malang (sekarang bernama Universitas Islam Malang, Pen) dan yang berarti makin dibutuhkannya saluran bidang bergerak bagi mahasiswa mahasiswa kita.
2. Adanya dorongan dari pucuk pimpinan lembaga Pendidikan Maarif NU sendiri agar lebih mengkonkritkan bentuk organisasi mahasiswa kita.
3. Adanya dorongan-dorongan dari perorangan para mahasiswa kita yang kuliah di PTINU untuk mengkonkritkan wadah dari para mahasiswa NU.
4. Adanya kenyataan praktis maupun psikologis yang berbeda disegi system belajar dari kalangan pelajar dan mahasiswa, dan akhirnya berkesimpulan
5. Dirasakan sudah waktunya untuk mendirikan satu organisasi mahasiswa Nahdatul Ulama.

Dan akhirnya upaya-upaya untuk mendirikan organisasi mahasiswa NU itu mencapai titik terang setelah secara panjang lebar sahabat Ismail Makky dan sahabat Muhamad Hartono, BA (kini bapak H. Muhamad hartono, BA adalah wakil pemimpin usaha Harian Umum Pelita, Jakarta) berbicara didepan konferensi Besar I IPNU di Yogyakarta yang diselenggarakan pada tanggal 14-17 Maret 1960 dan akhirnya atas dasar uraian-uraian dan perbagai argumentasi tentang pentingnya dibentuk satu wadah organisasi mahasiswa NU yang lepas baik secara organisatoris maupun adminstratif.

Maka diputuskanlah bahwa setelah konferensi besar IPNU ini maka akan di adakan musyawarah mahasiswa NU dengan limit waktu satu bulan setelah konbes IPNU tersebut, direncanakan musyawarah pembentukan organisasi mahasiswa NU itu akan dilaksanakan di kota Surabaya.
More aboutSejarah PMII Solo (2)