MUSYAWARAH PIMPINAN DAERAH PKC PMII JATENG 2010 BATURADEN, 24-25 APRIL 2010

Diposting oleh admin on Kamis, 29 April 2010

More aboutMUSYAWARAH PIMPINAN DAERAH PKC PMII JATENG 2010 BATURADEN, 24-25 APRIL 2010

Diposting oleh admin

More about

Pentingya Santri Ponpes Terjun di Masyarakat

Diposting oleh admin on Selasa, 27 April 2010

Oleh Latri
 Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat muslim. Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang yang berilmu dalam firman-Nya dalam Al-Qur`an surat Al-Mujaadilah ayat 11 : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Orang-orang yang berilmu akan pula dimudahkan jalannya ke syurga oleh Allah dan senantiasa didoakan oleh para malaikat.
Salah satu tempat menimba ilmu pengetahuan adalah pondok pesantren. Pondok Pesantren (Ponpes) merupakan salah satu tempat yang digunakan oleh para santriwan dan santriwati untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam. Pesantren di Indonesia biasanya lebih mengedepankan ilmu pengetahuan mengenai agama Islam meskipun sudah banyak pesantren yang juga mengelaborasikan antara pendidikan umum dan agama. Bahkan beberapa pesantren bukan hanya digunakan sebagai tempat belajar untuk masyarakat muslim saja akan tetapi juga masyarakat non muslim.
Sudah banyak nilai positif pesantren yang diketahui oleh masyarakat. Selain sebagai tempat belajar para santri di lingkungan pesantren (santri mondok), tak jarang para pimpinan pesantren (Kyai) juga sering berkiprah ikut membangun masyarakat di luar pesantren. Hal-hal yang dilakukan antara lain mengorganisir para jamaah sekitar pesantren untuk mengikuti mujahadah, pengajian, memperbaiki akhlakul karimah para jamaah dan sebagainya.

More aboutPentingya Santri Ponpes Terjun di Masyarakat

PMII Jateng Peringati Harlah Emas

Diposting oleh admin on Senin, 26 April 2010



Kudus,
Dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) ke-50, Pengurus Koordinator Cabang PMII Jawa Tengah akan menggelar rangkaian kegiatan besar, mulai  seminar, bedah buku, doa 100 hari wafatnya Gus Dur dan musyawarah Pimpinan Daerah (Muspimda). Kegiatan yang diberi tajuk Gebyar 50 tahun emas PMII ini akan dilaksanakan selama dua hari di Hotel moro seneng, Batu Raden Banyumas, Sabtu-Ahad (24-25/4.

Dalam press release Ketua Panitia Muhammad Fatchul Munif mengatakan, peringatan 50 tahun emas PMII ini merupakan momentum strategis untuk menyiapkan kader-kader yang mampu melawan dalam “perang terbuka” di tengah kompetisi global.

“Globalisasi yang sedang berkembang ini cenderung  mengusung ideologi neoliberalisme yang bisa berdampak bagi nasib bangsa Indonesia, berupa pergeseran tata nilai, ideologi dan budaya. Globalisasi bisa menjadi penjajahan gaya baru,” ujarnya seraya memberi contoh ACFTA) tahun 2010 ini .

Setidaknya, tambah pria jebolan STAIN Kudus ini, Perjuangan  PMII harus terus dipertahankan idialismenya dalam membangun sistem perekonomian  kerakyatan serta  kepemimpinan politik indonesia yang berkualitas   dan mendorong penegakan hukum yang terbebas dari mafia hukum.
More aboutPMII Jateng Peringati Harlah Emas

Sarasehan Ormas Se-Jawa Tengah

Diposting oleh admin


Peran Ormas dalam mewujudkan kerukukan beragama sangatlah besar. Hal itu sudah diakui oleh banyak kalangan baik dari dalam negeri mapun luar negeri. Untuk itu PKC PMII Jawa Tengah akan melakukan sarasehan pemberdayaan ormas se Jawa Tengah di Balai Istirahat Pekerja Tawangmangu, Solo. Kegiatan ini akan dilakukan mulai Rabu-Kamis, 28-29 April 2010. 

Adapun tema yang diusung dalam kegiatan ini adalah "Peran Ormas dalam Menciptakan Kerukunan Umat Beragama, Memperkokoh Demokrasi dan Pembelaan Hak Kaum Minoritas". Peserta yang akan diundang adalah delegasi PC PMII Se-Jawa Tengah, Ormas-ormas, dan LSM.

Sarasehan ini rencananya akan mengundang beberapa pembicara antara lain: Kepala Kejaksaan Negeri Surakarta, KH Dian Nafi" (PW NU Jateng dan Pengasuh PP Mahasiswa Al Muayyad Windan Solo), Muh Asrofi (Wasek DPW PKB Jateng), Zakiyuddin Baidan (Dosen UMS dan Tokoh Muhammadiyah Surakarta). Moh Chamim Irfani (DPRD Jateng), dan Agus Sumarsono (Aktifis LSM Kompip Solo). la3
More aboutSarasehan Ormas Se-Jawa Tengah

PMII Jateng Adakan Muspimda

Diposting oleh admin

PMII Jawa Tengah melakukan Muspimda (Musyawarah Pimpinan Daerah) di Purwokerto, Jumat-Senin, 23-26 April 2010. Kegiatan ini merupakan rutinitas PKC PMII Jateng yang diselenggarakan pada setengah periode masa kepengurusan sahabat Ketum PKC Jateng, Kusdiyanto MK 2008-2011. 

Muspimda ini diikuti para delegasi dari seluruh cabang PMII se Jawa Tengah, PB PMII dan juga PKC PMII Jawa Tengah sendiri dan juga para undangan. Melalui Muspimda PKC PMII Jateng berharap bisa bersilaturohmi dengan para kader-kader dari berbagai PC PMII Se-Jateng. Mendapatkan berbagai masukan, monitoring dan evaluasi untuk membangun organisasi PMII Se-Jateng khususnya dan PMII umumnya kedepan lebih baik. (la3)
More aboutPMII Jateng Adakan Muspimda

Deklarasi Forum 'Neo-Cipayung"

Diposting oleh admin on Sabtu, 24 April 2010

Solo (16/4). Sehari sebelum merayakan usia emasnya (17 April 2010), PMII Kota Surakarta bersama 5 OKP-Mahasiswa lainnya mendeklarasikan Forum ‘Neo-Cipayung’, yakni sebuah forum strategis yang dibentuk beberapa OKP-Mahasiswa se-Surakarta (PMII, HMI, KAMMI, GMNI, GMKI, PMKRI). Sebagai bentuk konsolidasi, yang bertujuan untuk memperkuat posisi pergerakan mahasiswa secara umum, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Acara deklarasi bertempat di Ruang Sidang Paripurna, Gedung DPRD Kota Surakarta ini diisi dengan acara diskusi publik. Dengan menggagas tema "Pergerakan Mahahiswa dulu, sekarang dan masa mendatang; Optimalisasi Peran Gerakan Mahasiswa dalam Masyarakat", salah seorang alumni PMII, Ahmad Rifa'i menjadi pembicara pada acara diskusi mewakili dari kalangan akademisi.

Tema diskusi lebih mengerucut kepada pertanyaan atas posisi gerakan mahasiswa yang dirasa semakin jauh dari basis (masyarakat). (Ajie-DJAKP PMII Solo).
More aboutDeklarasi Forum 'Neo-Cipayung"

PMII Jateng Desak Pemerintah Tak Lupakan Skandal Century

Diposting oleh admin


Senin, 19 April 2010 | 13:50 WIB

(Vibizdaily-Polhukam) Puluhan aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jateng berunjuk rasa karena khawatir skandal Bank Century tenggelam oleh isu lain. Mereka mendesak pemerintah segera menyelesaikannya.

Aksi dimulai dari depan Masjid Baiturrahman, Kawasan Simpanglima Semarang, Senin (19/4/2010). Kemudian, mereka longmarch ke Bundaran Air Mancur dan Kantor DPRD Jateng, Jl. Pahlawan.

Dalam aksinya, pendemo yang mengenakan jaket warna biru itu membawa spanduk dan poster yang berisi tuntutan agar kasus Century diselesaikan, kecaman terhadap koruptor, dan UU BHP yang tak berpihak kepada masyarakat miskin.

"Meski ramai skandal pajak Gayus, satpol PP di Priok, dan lain-lain, kasus Century harus jadi perhatian," kata Ketua PMII Korcab Jateng, Kusdiyanto dalam orasinya.

Sebelum meninggalkan Bundaran Air Mancur, dua aktivis melalukan teatrikal. Mereka bertelanjang dada dan tubuh ditempeli kartu remi. Di depan massa, keduanya bermain kartu.

"Pemerintah jangan terus berjudi. Duit rakyat kok dibuat main-main," tutur peserta aksi.

Aksi yang digelar untuk memperingati ultah ke-50 PMII itu mendapat kawalan ketat aparat. Usai berorasi di pintu gerbang kantor DPRD Jateng, mereka membubarkan diri dengan tertib.
(ma/MA/dtc)
More aboutPMII Jateng Desak Pemerintah Tak Lupakan Skandal Century

PMII Jateng Desak Pemerintah Tak Lupakan Skandal Century

Diposting oleh admin

Hampir semua negara Amerika Latin selama 20 tahun ini didominasi Teologi Pembebasan. Paham ini adalah satu upaya kontekstualisasi dari ajaran dan nilai keagamaan dalam konteks sosial tertentu. Konteks sosial yang terjadi adalah penindasan, pemiskinan, keterbelakangan, dan penafian harkat manusia. Paham ini tumbuh bersama suburnya sosialisme di Amerika Latin, akhir 1960-an dan awal 1970-an.

Teologi Pembebasan merupakan refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial, misalnya. Karena itu masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan. Mereka mempertanyakan tanggung jawab agama itu seperti apa? Apa yang harus dilakukan agama dalam konteks pemiskinan struktural?

Gustavo Gutierrez, asal Peru, adalah orang pertama yang merangkum paham Teologi Pembebasan lewat bukunya, Teologia de la Liberacion, 1971. Buku itu menjadi pemicu diskusi yang lebih rinci tentang paham Teologi Pembebasan. Tokoh setelah Gustavo, Juan Louise Sguondo dan John Sabrino, adalah pastor yang relatif punya otoritas dan profesional secara akademis. Karena itu pemikiran Teologi Pembebasan menjadi kuat. Teologi Pembebasan menjadi mainstream dan paradigma yang khas Amerika Latin.

Analisis sosial yang paling efektif dan sering digunakan dalam Teologi Pembebasan adalah analisis marxian. Dengan pendekatan marxisme akan diketahui siapa yang diuntungkan atau dirugikan sistem sosial itu. Karena itu tokoh Teologi Pembebasan sangat cocok dengan analisis marxian ini.

Ketika para tokoh Teologi Pembebasan di angkatan laut mengalami tekanan politik, gerakannya justru melebar ke Dunia Ketiga yang memiliki persoalan sama. Misalnya ke beberapa negara Asia yang mayoritas Katolik, seperti Filipina. Yang paling ekspresif memang di Filipina. Boleh dibilang people power yang menjatuhkan Marcos adalah satu corak dari Teologi Pembebasan. Karena Teologi Pembebasan menekankan pada people power dan kedaulatan rakyat.


Di Indonesia, saya tak melihat Teologi Pembebasan masuk lewat Timor Timur. Sebab wilayah ini baru berintegrasi. Yang jelas, berbarengan dengan munculnya LSM-LSM, pada 1970-an muncul pemikiran kritis sebagai counter terhadap teori pembangunan. Beberapa tokoh LSM mensponsori masuknya teori tentang pembebasan dari Amerika Latin. Misalnya Adi Sasono dan Dr. Sritua Arif. Lihat saja bukunya, Indonesia: Ketergantungan dan Keterbelakangan.

Yang dilakukan Romo Sandyawan sebetulnya empowering orang-orang yang termarjinalisasi. Saya tak tahu apakah ia menggunakan pandangan Teologi Pembebasan. Tapi yang menarik adalah concern-nya sebagai agamawan terhadap realitas masyarakat dan gerakan empowerment.
Di kalangan Islam, pada 1980-an, subur pemikiran tentang Teologi Pembebasan. Sehingga suatu ketika Karl A. Steinbreenk, teolog Katolik, kaget melihat Teologi Pembebasan dibicarakan dengan bersemangat di LP3ES oleh anak muda muslim, seperti Fachry Ali dan Komaruddin Hidayat, dengan figurnya, M. Dawam Rahardjo. Ia heran Teologi Pembebasan dibicarakan dengan sangat terbuka di kalangan Islam, sementara di kalangan Katolik dibicarakan sangat hati-hati.

Tahun 1980-an memang puncak kesuburan pemikiran pembebasan di kalangan Islam Indonesia. Mungkin suasana sosial politiknya mendukung ke arah sana. Tapi pada 1990-an, gerakan ini mulai merosot, terutama setelah ICMI berdiri. Sebab Teologi Pembebasan pada akhirnya akan merefleksikan struktur kenegaraan, sementara ICMI berkepentingan dengan struktur.

Di banyak kalangan Katolik Indonesia, Teologi Pembebasan mungkin merupakan wacana keagamaan yang sangat mencerahkan dan memberi jalan bagaimana agama bisa terlibat dalam proses sosial. Keterlibatan seorang romo dalam upaya menguatkan orang marjinal, saya kira, merupakan bentuk Teologi Pembebasan. Tapi mereka sadar betul sulit mempraktekkan Teologi Pembebasan karena mereka minoritas.

Teologi Pembebasan hanya kuat di kalangan Jesuit. Karena sebagian besar yang concern terhadap pergumulan sosial adalah pastor Jesuit, seperti Romo Sandy. Dan umumnya tokoh-tokoh Teologi Pembebasan di Amerika Latin adalah pastor Jesuit.

More aboutPMII Jateng Desak Pemerintah Tak Lupakan Skandal Century

TEOLOGI PEMBEBASAN

Diposting oleh admin on Selasa, 20 April 2010



Hampir semua negara Amerika Latin selama 20 tahun ini didominasi Teologi Pembebasan. Paham ini adalah satu upaya kontekstualisasi dari ajaran dan nilai keagamaan dalam konteks sosial tertentu. Konteks sosial yang terjadi adalah penindasan, pemiskinan, keterbelakangan, dan penafian harkat manusia. Paham ini tumbuh bersama suburnya sosialisme di Amerika Latin, akhir 1960-an dan awal 1970-an.

Teologi Pembebasan merupakan refleksi bersama suatu komunitas terhadap suatu persoalan sosial, misalnya. Karena itu masyarakat terlibat dalam perenungan-perenungan keagamaan. Mereka mempertanyakan tanggung jawab agama itu seperti apa? Apa yang harus dilakukan agama dalam konteks pemiskinan struktural?

Gustavo Gutierrez, asal Peru, adalah orang pertama yang merangkum paham Teologi Pembebasan lewat bukunya, Teologia de la Liberacion, 1971. Buku itu menjadi pemicu diskusi yang lebih rinci tentang paham Teologi Pembebasan. Tokoh setelah Gustavo, Juan Louise Sguondo dan John Sabrino, adalah pastor yang relatif punya otoritas dan profesional secara akademis. Karena itu pemikiran Teologi Pembebasan menjadi kuat. Teologi Pembebasan menjadi mainstream dan paradigma yang khas Amerika Latin.

Analisis sosial yang paling efektif dan sering digunakan dalam Teologi Pembebasan adalah analisis marxian. Dengan pendekatan marxisme akan diketahui siapa yang diuntungkan atau dirugikan sistem sosial itu. Karena itu tokoh Teologi Pembebasan sangat cocok dengan analisis marxian ini.

Ketika para tokoh Teologi Pembebasan di angkatan laut mengalami tekanan politik, gerakannya justru melebar ke Dunia Ketiga yang memiliki persoalan sama. Misalnya ke beberapa negara Asia yang mayoritas Katolik, seperti Filipina. Yang paling ekspresif memang di Filipina. Boleh dibilang people power yang menjatuhkan Marcos adalah satu corak dari Teologi Pembebasan. Karena Teologi Pembebasan menekankan pada people power dan kedaulatan rakyat.


Di Indonesia, saya tak melihat Teologi Pembebasan masuk lewat Timor Timur. Sebab wilayah ini baru berintegrasi. Yang jelas, berbarengan dengan munculnya LSM-LSM, pada 1970-an muncul pemikiran kritis sebagai counter terhadap teori pembangunan. Beberapa tokoh LSM mensponsori masuknya teori tentang pembebasan dari Amerika Latin. Misalnya Adi Sasono dan Dr. Sritua Arif. Lihat saja bukunya, Indonesia: Ketergantungan dan Keterbelakangan.

Yang dilakukan Romo Sandyawan sebetulnya empowering orang-orang yang termarjinalisasi. Saya tak tahu apakah ia menggunakan pandangan Teologi Pembebasan. Tapi yang menarik adalah concern-nya sebagai agamawan terhadap realitas masyarakat dan gerakan empowerment.
Di kalangan Islam, pada 1980-an, subur pemikiran tentang Teologi Pembebasan. Sehingga suatu ketika Karl A. Steinbreenk, teolog Katolik, kaget melihat Teologi Pembebasan dibicarakan dengan bersemangat di LP3ES oleh anak muda muslim, seperti Fachry Ali dan Komaruddin Hidayat, dengan figurnya, M. Dawam Rahardjo. Ia heran Teologi Pembebasan dibicarakan dengan sangat terbuka di kalangan Islam, sementara di kalangan Katolik dibicarakan sangat hati-hati.

Tahun 1980-an memang puncak kesuburan pemikiran pembebasan di kalangan Islam Indonesia. Mungkin suasana sosial politiknya mendukung ke arah sana. Tapi pada 1990-an, gerakan ini mulai merosot, terutama setelah ICMI berdiri. Sebab Teologi Pembebasan pada akhirnya akan merefleksikan struktur kenegaraan, sementara ICMI berkepentingan dengan struktur.

Di banyak kalangan Katolik Indonesia, Teologi Pembebasan mungkin merupakan wacana keagamaan yang sangat mencerahkan dan memberi jalan bagaimana agama bisa terlibat dalam proses sosial. Keterlibatan seorang romo dalam upaya menguatkan orang marjinal, saya kira, merupakan bentuk Teologi Pembebasan. Tapi mereka sadar betul sulit mempraktekkan Teologi Pembebasan karena mereka minoritas.

Teologi Pembebasan hanya kuat di kalangan Jesuit. Karena sebagian besar yang concern terhadap pergumulan sosial adalah pastor Jesuit, seperti Romo Sandy. Dan umumnya tokoh-tokoh Teologi Pembebasan di Amerika Latin adalah pastor Jesuit.
More aboutTEOLOGI PEMBEBASAN

PMII Kota Semarang adakan Malam Harlah setengah abad PMII

Diposting oleh admin on Senin, 19 April 2010


Malam rabu tepatnya di jl. madukuro IV no. krobokan semarang barat, PMII Cabang Kota Semarang mengadakan acara harlah peringatan setengah abad PMII., acara yang di hadiri dari berbagai komisariat dan warga setempat begitu meriah apalagi di tambah dengan pembacaan diba’ian dan kemudian di lanjutkan dengan acara harlah. 


Acara harlah menghadirkan pembicara Maulana Habaib Umar Muthohar selaku Mabinda,Mabincab PMII. sekaligus alumni PMII Kota Semarang dalam mauidhoh HAsanahnya belian menyinggung keadaan PMII sekarang dan mmberikan gambaran bagaimana PMIIke depan dan berkembang.


PMII harus lebih mengedepankan dalam kegiatan yang bermanfaat dan pro rakyat, jangan sampai membuat sesuatu acara yang rakyat atau warga tidak menyukai apa lagi sampai mendemo. dan nilai nilai pergerakan jangan sampai hilang pmii merupakan pergerakan yang berada dalam koridor para ulama jadi jangan sampai nilai-nilai kepada ulama di tiadakn, banyak mahasiswa yang melupakn para murysid,. dan sedikit kata yang di kutip “menjadi orang penting baik tetaplebih penting menjadi orang baik”


Acara yang diikuti oelh ratusan kader PMII se Kota Semarang semakin meriah manakala nyanyian Salawat di lantumkan menambah hikmat acara yang berlangsung hingga tengah malam tersebut....

More aboutPMII Kota Semarang adakan Malam Harlah setengah abad PMII

PMII Kentingan UNS Peringati Harlah Setengah Abad PMII

Diposting oleh admin

Suasana mendung yang menyelimuti daerah belakang kampus UNS, sedikit menimbulkan kekhawatiran sahabat/i PMII Komisariat Kentingan. Pasalnya banyak sahabat yang sudah izin tidak bisa datang di acara peringatan harlah setengah abad PMII karena mudik. Untungnya, hujan tak jua turun. hanya sedikit rintik gerimis, tak menyurutkan langkah sahabat/i untuk berkumpul di sekretariat kom kentingan. alhamdulillah, 8 sahabat dan 6 sahabati bisa menyempatkan waktunya untuk hadir.

Acara peringatan harlah PMII diawali dengan yasinan, tahlilan, dan doa yang dipimpin oleh sahabat Ajie. Selesai itu semua, acara kemudian dilanjutkan dengan acara makan-makan plus diskusi, ato diskusi plus makan? :-) dengan santapan nasi keras (alias nasi yang masaknya kurang air) dan lauk tempe, serta beberapa cemilan dan es sirup yang maknyus. Kali ini ada peningkatan lauk, ada sate ayam juga. :p

Sembari ngobrol ngalor-ngidul 'khas' PMII. Yang pertama dibahas adalah progress report pembentukan 'Mahasiswa Pecinta Al-Qur'an' di Rayon FKIP UNS (17/4/2010). Kemudian juga sedikit menyinggung romansa PMII Kentingan masa lampau. Acara terus berlanjut dan ditutup secara 'formal' pukul 22.00. (diskusi informalnya masih berlanjut).

Harapan dari sahabat/i Komisariat Kentingan, dengan momentum usia emas ini, PMII semestinya bisa lebih optimal dalam memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat, perlu ada 'khittah' untuk pergerakan PMII agar lebih menekankan pada pergerakan yang kembali kepada basis masyarakat dan tanpa terkooptasi pada kepentingan politik. (DKJE Kom Kentingan Solo)
More aboutPMII Kentingan UNS Peringati Harlah Setengah Abad PMII

Sejarah PMII Solo (19), PMII dan HMI pada jaman Peralihan Orla ke Orba

Diposting oleh admin on Jumat, 16 April 2010

       Membicarakan hubungan antara PMII dengan HMI dalam perjalanan pergerakan kemahasiswaan adalah sangat penting sebab sampai detik ini banyak kenyataan yang tidak sebenarnya yang kita dapatkan dari penulisan-penulisan sejarah pergerakan mahasiswa islam di Indonesia yang ditulis secara tidak obyektif, penulisan yang sedemikian itu pada akhirnya akan merugikan perjuangan pemuda / mahasiswa islam secara keseluruhan bahkan perjuangan umat islam sendiri, kita berharap dengan pengungkapan fakta yang jujur dan apa adanya.
       Hal hal yang dulu bahkan kini masih dianggap benkok dan menodai citra perjuangan umat islam secara setapak demi setapak akan kita hapuskan dan penulisan ini juga jauh dari niat untuk mengadakan apalogetik terhadap perjuangan atau langkah yang dulu atau selama ini PMII jalankan kita hanya menghendaki dengan pengungkapan ini cita yang seikit keliru mengenai kelahiran PMII sebagai upaya pemecah belah persatuan umat dapat kita hilangkan. Agar apa yang terkandung dalam penuliusan buku ini tercapai maka langkah kita yang paling awal adalah kita berani mendudukkan segala persoalan pada tempat yang wajar dan proporsional serta dengan niat yang obyektif, tanpa tekad dan langkah yang seperti itu maka akan sia sia sajalah pengungkapan fakta-fakta dalam penulisan buku ini bahkan penulisan ini tidak lebih dari pengungkapan album lama yang telah penuh dengan gambar coreng cemoreng dqan teramat menodai umat islam itu.
       Seperti kita ketahui kelahiran PMII tidak sepi dari tuduhan-tuduhan yang menyatakan bahwasanya PMII lahir adalah tidak lebih dari tindakan memecah belah persatuan umat dari sekelompok mahasiswa yang haus akan kedudukan serta satu tuduhan yang cukup menyakitkan adalah bahwasanya kelahiran PMII ini merupakan penghianatan terhadap ikrar umat islam yang dikenal dengan “Perjanjian Seni Sono”, yang salah satu isi dari perjanjian atau ikrar Seni Sono tersebut adalah pengakuan terhadap HMI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa islam di Indonesi, untuk lebih jelasnya ada baiknya kalau dalam kesempatan ini penulis hendak mengutip secara utuh isi dari perjanjian tersebut; kutipan ini penulis tukilkan dari buku sejarah perjuangan himpunan mahasiswa islam (1947-1975) karangan Drs. Agus Salim Sitompul (kini dosen IAIN Yogyakarta, pen) dalam buku tersebut terbaca selengkapnya sebagai berikut :
       Untuk meningkatkan persatuan umat islam itu, yang mencakup semua lapangan perjuangan di Gedung Seni Sono (sebelah selatan Gedung Agung) Yogyakarta dari tanggal 20 s/d 25 Desember 1949, dilangsungkan kongres muslimin Indonesia ke 2 setelah Indonesia merdeka. Sebanya 129 organisasi dari berbagai jenis dan tingkatan, dari segenap penjuru tanah air, sama sama sepakat mengambil keputusan antara lain :
Mendirikan badan penghubung, pengkoordinir kerja sama antara semua organisasi islam, politik, ekonomi, sosial kebudayaan dengan nama badan Kongres Muslimin Indonesia (BKMI), dibawah pimpinan satu sekretariat.
Menyatukan organisasi pelajar islam, bernama pelajar islam indonesia (PII).
Menyatukan organisasi guru islam dengan nama persatuan guru islam indonesia (PGII).
Menggabungkan organisasi-organisasi pemuda dalam satu badan bernama “dewan pemuda islam indonesia”.
Hanya satu organisasi mahasiswa islam, yaitu Himpunan mahasiswa islam (HMI), yang bercabang ditiap-tiap kota yang ada sekolah tinggi.[1]
       Dengan mengambil point terakhir isi perjanjian Seni Sono itu kalangan luar PMII dengan begitu mudah menyatakan bahwasanya kelahiran PMII ini tidak lebih dari upaya memecah belah umat dan usaha dari sekelompok mahasiswa yang pengen kedudukan pernyataan pertama ini dapat kita buktikan dengan mengutip perkataan Drs. Agus Salim Sitompul dalam bukunya sejarah perjuangan himpunan mahasiswa islam (1947-1975) sebagai berikut :
       Walaupun perjanjian Seni Sono tahun 1949 diputuskan oleh seluruh wakil-wakil umat islam dari berbagai organisasi, tetapi ternyata kmudian perjanjian dan keputusan itu sudah dilanggar, tidak dipenuhi bahkan sudah dilanggar, tidak dipatuhi bahkan sudah dilupakan sama sekali, terbukti dengan beririnya organisasi organisasi islam sejenis. 

Di bidang organisasi mahasiswa (HMI). Kini organisasi mahasiswa islam ada 6 serikat. Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI-PSII berdiri 2 April 1956), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII-NU berdiri 17 April 1960), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)berdiri 14 April 1964, Kesatuan Mahasiswa Islam (KMI-Perti, berdiri 20 Januari 1962), Himpunan Mahasiswa Al Jamiatul Wasliyah (HIMMAH, berdiri tanggal 8 Mei 1961).[2]
 
Demikianlah beberapa kenyataan yang sampai detik ini masih ada tentang satu anggapan bahwasanya lahirnya PMII adalah merupakan pengingkaran dari perjanjian umat islam yang dicetuskan di Seni Sono Yogyakarta itu.
Betulkah yang demikian itu? Baiklah mari kita kembali telusuri sejarah perjuangan umat islam tempo dulu. Seperti kita ketahui dibelakang perjanjian Seni Sono tersebut ada sebelumnya satu perjanjian lagi yang isinya tidak jauh berbeda  yakni kegandrungan umat akan wadah-wadah tunggal (persatuan) sebagai pengejawantahan dari ukhuwah islamiyah, perjanjian itu adalah apa yang dikenal dengan ikrar 7 Nopember 1945, dimana hanya mengakui masumi sebagai wadah / satu-satunya partai politik islam. Dan karena akhirnya lahir juga beberapa partai islam diluar masumi, (seperti PSII, Perti, dan akhirnya NU) maka sering dilontarkan satu pernyataan bahwasanya umat islam Indonesia memang tidak bisa bersatu baik itu dikalangan orang tuanya lebih-lebih dikalangan para pemudanya. 
Dan karena bagaimanapun juga kelahiran PMII tidk bias dipiahkan dengan keberadaan NU sebagai partai politik maka alangkah lebih baiknya kalau dalam kesempatan ini penulis ingin mencoba secara selintas untk mendudukkan persoalan yang sebenarnya, apakan betul behwasanya keluarnya NU dari Masyumi adalah karena kekecewaan NU tidak mendapat jatah kusi menteri agama (bahkan tuduhan lebih kejam langsung dialamatkan sebagai kekecewaan KH. A. Wahid Hasyim sendiri) yang gagal menjadi menteri agama. Baiklah agar fakta sejarah tidak mudah dibengkokkan maka keta kutipkan untuk sementara mengenai hal tersebut di atas. Dan untuk mendudukkan masalah ini baiklah penulis kutipkan pendapat dari KH. Saifuddin Zuhri dalam bukunya sejarah Kebangkitan Islam dan perkembangannya di Indonesia:
       Antara tahun 1945-1951 Nahdatul Ulama bersatu di dalam partai Masyumi. Struktur organisasi partai Masyumi tidak mencerminkan demokrasi dalam system musyawarah sehingga kebijaksanaan lebih menitik beratkan pada pertimbangan politik pada fatwa manjelis syuro. Hal itu membuat Nahdatul Ulama beulang kali menuntut perubahan secara dmokratis. Akan tetapi tuntutan-tuntutannya selalu gagal disebabkan karena system organisasi yang timpang. Keanggotaan perorangan mempunyai nilai sejajar dengan keanggotaan organisasi. Nahdatul Ulama dalam keperngurusan partai Masyumi terdiri dari : KH. Hasyim Asari, KH. A. Wahab Hasbullah, KH. A . Wahid Hasyim, KH. Masykur, Zainal Arifin, dan KH. Muhamad Dahlan (6 orang). Akan tetapi 31 orang anggota kepengurusan partai masyumi lainnya (dewan pimpinan) terdiri adri wakil-wakil organisasi dan perorangan yang tidak ada keseimbangan.
Struktur organisasi yang labil itu mudah menimbulkan ketakompakan dalam kebijaksanaan perjuangan dan berpolitik. Itu sebabnya sekalipun partai masyumi membekot terbentuknya cabinet Amir syarifudin pada tanggaal 3 Juli 1947 di Yogyakarta namun PSII memasuki Kabinet Amir Syarifudin pada tanggal 3 Juli 1947 dibawah pimpinan Aruji Kartawinata Wondoamiseno menerobos boykot tersebut.
       Sukar dimengerti akibat ketakkompakan dalam tubuh masyumi, 4 bulan setelah terbentuknya cabinet Amir Syarifudin yang dibekot olehnya itu (maksudnya Masyumi, pen) Masyumi tiba-tiba merobah pendiriannya, bersedia memasuki cabinet yang di bekot itu dengan mendudukkan Mr. syamsyudin selaku wakil Perdana Menteri. Dengan kejadian tersebut mitos yang selama ini dihidup-hidupkan dikalangan umat islam bahwa masyumilah satu-satunya partai politik islam di Indonesia (oleh sebab itu siapa yang berusaha kaluar dari masyumi dicap sebagai keluar dari jamaah alias pemecah persatuan umat islam) Mitos tersebut sirna disapu badai politik. Mitos politik itu lenyap pada tangga 11 November 1947 tatkala dalam satu cabinet (cabinet Amir Syarifudin) duduk dua partai umat islam PSII dan Masyumi. 

Ternyata mitos satu-satunya partai politik islam hanyalah sebuah dongeng politik yang hendak digunakan oleh siapa untuk siapa. Nahdatul Ulama paling merasakan akibat ketimpangan struktur organisasi dalam partai masyumi yang dirasakan tidak wajar, kalau tidak boleh disebut sebagai dominasi politk yang tidak adil dalam kepengurusan (Dewan Pimpinan) dan dalam kedudukan politik yang seharusnya menjadi haknya (dalam cabinet dan DPR). Jika dominasi itu tercela meskipun oleh golongan besar terhadap golongan kecil, betapa pula jika dilakukan oleh golongan minoritas kepada mayoritas?[3]
       Demikian secara utuh penulis kutipkan perihal kedudukan yang sebenarnya dari masalah-masalah pengingkaran terhadap apa yang dianakan perjanjian Seni Sono maupun ikrar 7 November 1945. Dan ada baiknya pula  kalau dalam kesempatan ini penulis juga kutipkan pendapat dari kalangan luar (maksudnya non NU) yakni pendpat dari H. Abdul Basit Adnan (wartawan panji mas, domisili di Surakarta)  sebagai berikut :
       NU yang semula berada dalam Masyumi, dalam perkembangan sejarah sebagaimana yang telah disinggung dimuka, lalu memisahkan diri dari masyumi. NU merupakan bagian terpenting atau tulang punggung kekuatan masyumi. Sebab basis kekuatan di daerah daerah sebagian besar adalah warga Nahdatul Ulama. KH. Wachid Hasyim dalam cabinet RIS Cabinet Muhamad Natsir dan cabinet Sukiman, menduduki jabatan menteri Agama. Selain KH. Wachid Hasyim, tidak ada pimpinan NU dalam masyumi yang pernah mendapatkan jatah menjabat sebagai menteri dalam tiga cabinet tersebut. Padahal pimpinan pimpinan NU adalah tokoh-tokoh yang mempunyai pengaruh besar didaerah-daerah. Dengan demikian sebenarnya NU merupakan tulang punggung atau basis kekuatan masyumi yang sangat menentukan.
       Ketidak puasan para pimpinan NU terhadap kebijaksanaan Masyumi sebenarnya dimulai sejak tahun 1949 disaat diadakan Muktamar partai yang menghasilkan keputusan bahwa NU dijadikan penasehat pada dewan partai masyumi.[4]
       Itulah satu tambahan data tentang persoalan atau lebih tepat kita kata satu rangkaian data yng bercerita tentang latar belakang NU keluar dai masyumi, panulis berharap dengan mengutip dua data saja kiranya pembaca dapat mendudukkan persoalan pada proporsi yang sebenarnya dan tentu saja anggapan-anggapan yang selama ini telah terbangun bahwasanya NU adalah pemecah belah umat bila kita padukan dengan data tersebut di atas jauh berbeda bukan? Dan baiklah dalam kesempatan ini penulis juga ingin menambahkan tentang persoalan yang menyangkut nama baik KH. A. Wachid hasyim diseputar tuduhan terhadap beliau yang dikatakan ambisius untuk menjabat sebagai menteri agama dank arena jabatan itu idak berhsil beliau duduki maka konon beliau ngmbek dan berupaya agar NU keluar dari masyumi, menanggapi persoalan tersebut pennulis kutipkan sekali lagi pendapat dari KH. Saifudin Zuhri :
       Sebenarnya jabatannya dalam partai Nahdatul Ulama itu ketua I pengurus besar. Ketika muktamar ke 19 di Palembang mencalonkan sebagai ketua umum, ditolaknya dan mengusulkan agar KH. Masykurlah untuk jabatan katua umum. Alasan penolakannya antara lain untuk mematahkan isyu-isyu politik diluar NU. Bahwa NU bersikeras menjadikan dirinya partai politik hanya karena ulah A. Wachid Hasyim yang katanya menjadi ngambek berhubung Muhamad Natsir yang ketua umum masyumi itu tidak mendudukkannya sebagai menteri agama tatkala ketua masyumi itu diberi mandate preiden Soekarno membentuk kabinetnya. Padahal kasus pembentukan cabinet Natsir itu cuma letupan terakhir dari rasa tidak puas Nahdtul Ulama yang mengendap selama 6 tahun berhubung tata organisasi dan kebijaksanaan-kebijaksanaan masyumi sperti yang diuraikan dimuka yang berulang kali Nahdatul Ulama mengusulkan perbaikan-perbaikan serta koreksi-koreksi, namun tidak ditanggapi sebagaimana mestinya.
       Maka terpillihlah KH. Masykur menjadi ketua umum pengurus besar Nahdatul Ulama. Berhubung KH. Masykur diangkat menjadi menteri agama dalam cabinet Ali Arifin maka partai NU menonaktifkannya selaku ketua umum, dengan demikian maka KH. A. Wachid Hasyim ditetapkan sebagai pejabat ketua umum. Disaat itulah terjadi syahid pemimpin yang utama itu.[5]
       Itulah duduk persoalan yang sebenarnya dan memang dalam sejarah membuktikan KH. A. Wachid Hasyim bukanlah orang yang ambisius dalam arena perjuangan untuk merebut dan menegakkan kemerdekaan walaupun peranan beliau begitu besar dan justru yang betul-betul semangat agar NU keluar dari masyumi justru datang bukan dari beliau tetapi KH. Abdul Wahab Hasbullah yang sempat berkata ketika warga NU bingung untuk tetap berada dalam masyumi atau ikut NU sebagai partai politik:
       Siapa yang masih ragu, silakan tetap didalam masyumi! Saya akan pimpin sendiri partai ini. Saya hanya memerlukan seorang sekretaris dan tuan-tuan boleh lihat apa yang akan saya lakukan ……….[6]
       Kembali kepada kebesaran peran beliau dalam menegakkan perjuangan islam pada masa-masa persiapan kemerdekaan khususny pada waktu persidangan BPUPKI (seperti kita ketahui badan semacam parlemen  yang dibuat oleh Jepang ini bertugas mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dengan tugas khusus adalah membuat / menetapkan dasar Negara dan UUD Negara yang akan lahir dibumi pertiwi ini, pen) kita tahu dalam persidangan I BPUPKI terjadi perdebatan yang klimak mengenai dasar Negara. Beberapa usul mengenai dasar Negara itu secara garis besar dapat kita globalkan menjadi dua kelompok, kelompok pertama menghendaki bahwasanya Negara Indonesia nanti adalah merupakan Negara nasional, usul ini disponsori oleh antara lain Ir. Soekarno, MR. Muhamad Yamin dan beberapa tokoh nasionalis yang lain. Sedang kelompok kedua datang dari golongan islam yang menghendaki bahwasanya Negara Indonesia nanti harus berdaasarkan pada ajaran agama islam mengingat sebagian besar dari penduduk wilayah Negara ini beragama islam. Usul ini disponsori oleh antara lain H. Agus Salim, KH. Kahar Muzakkir, Abikusno Cokrosuyuno, dan tentu saja KH. A. Wachid Hasyim. Dalam persidangan yang dilaksanakan tanggal 29 Mei sampai 1 Juni tersebut dapatlah kita lihat peran serta beliau KH. A. Wachid Hasyim:
       Dalam persidangan-persidangan membahas dasar Negara itu tokoh-tokoh islam jelas tidak siap dengan konsepsi mengenal dasar Negara dan kali itu jelas Soekarno lebih siap dengan konsepsinya dan justru dalam persidangan-peridangan tersebut justru tokoh-tokoh intelektual seperti H. Agus Salim lebih banyak diam dan dari golongan islam justru yang banyak berbicara adalah tokoh-tokoh dari pesantren.[7]
Bila kita lihat dari catatan yang dikutip oleh Drs. Umaidi Radi, MA tersebut yang menyatakan bahwasanya dalam perdebatan pada forum BPUPKI tersebut ternyata dari fihak / golongan yang gigih mempertahankan usul agar dasar Negara Indonesia itu adalah berasakan / dasarkan islam disitu jelas dinyatakan; “justru yang bayak berbicara dari golongan pesantren”, apabila kita simak lebih jauh mengenai wakil dari golongan pesantren tersebut maka disini penulis dapatlah memastikan bahwasanya yang disebut wakil umat islam dari golongan pesantren adalah KH. A. Wachid Hasyim, mengapa penulis berani menyimpulkan demikian?? Baiklah kita teliti saja nama-nama dari para peserta yang mewakili unsur islam tersebut, diantara sekian peserta dari unsur islam yang sangat menonjol ada 4 orang mereka adalah : H. Agus Salim, beliau berasal dari daerah Minagkabau Sumatra barat, walau bapak H. Agus Salim pernah dijuluki sebagai bapak spiritualisme, seperti apa yang ditulis oleh Drs. H. Ridwan Saidi; Haji Agus Salim “Bapak spiritualisme” pemuda muslim cendikiawan dalam bukunya : Pemuda Islam dalam Dinamika Politik Bangsa 1925-1984, tetapi dalam catatan-catatan sejarah tidak pernah kita jumpai peranan beliau dalam mengasuh pondok pesantren ataupun fingsi beliau selaku “kyai” maaf hal ini bukan berarti penulis mencoba mengecilkan kealiman beliau dalam ilmu-ilmu agama, tetapi catatan sejarah lebih banya mengungkap peranan beliau secara menonjol sebagai seorang cendikiawan muslim terkemuka pada zamannya. Sedangkan bapak Abikusno Cokrosuyuno dalam kehidupannya juga lebih menonjol sebagai seorang politisi islam ketimbang seorang yang berprilaku sebagai kyai. Jadi kini kemungkinannya tinggal dua yang mewakili unsur ulama yakni KH. Kahar Muzkkir dan KH. A. Wachid Hasyim, dalam terminology keislaman khususnya di Indonesia ulama itu dapatlah dikategorikan dua model menurut kiprah perjuangannya. Ada ulama yang aktif mengurusi pondok pesantren, mereka myoritas dating dari golongan NU, ulama yang seperti ini dapat kita ambil contoh seperti KH. Hasyim Asari, KH. Wahab Khasbullah, KH. Ahmad Siddiq ataupun KH Bisri Sansuri. Sedangkan ulama yang tidak punya pesantren tetapi juga aktif dalam lapangan keagamaan lngsung terjun dalam masyarakat banyak juga kita jumpai di Indonesia. Dapatlah kita contohkan disini semisal KH. IDcham Chalid (walau di Kalimantan baliau punya pesantren tetapi karena beliau hidup di Jakarta maka beliau tidak menonjol selaku pengasuh pondok pesantren), Abuya Hamka, KH. Sukri Gazalidan masih banyak yang lainnya. Bagaimana dengan KH. Kahar Muzakkir ataupun Kh. A. Wahid hasyim ??? dari catatan-catatan yang penulis dapatkan ternyata sepanjang hidupnya KH. Kahar Muzakkir belum pernah mengasuh pondok pesantren walau tidak ada seorang pun dari umat islam Indonesia yang meragukan kealimannya. Dan yang terakhir bagaimana pula dengan KH. A. Wahid Hasyim sendiri? Dengan gambling sejarah menyajikan fakta bahwasnya beliau adalah putra dari ulama besar KH. Hasyim Asari. Beliau lahir dan dibesarkan dalam pondok pesantren serta dalam setiap sepak terjangnya beliau selalu bangga mewakili “kaum sarungan” (pinjam istilah KH. Saifudin Zuhri untuk menamakan golongan santri dengan istilah kaum sarungan).
       Dari uraian dimuka tadi maka layaklah kalau penulis berani menyimpulkan data yang dicatat oleh Drs. Umaidi Radi, MA tersebut bahwasanya beliau yang dinyatakan sebagai wakil dari golongan pesantren idak lain tidak bukan adalah KH. A. Wahid Hasyim, pemimpin besar umat islam Indonesia ataupun juga bapak Pembaharu Jamiyyah Nahdatul Ulama.
       Dari uraian tersebut diatas sekarang apa hubungannya dengan PMII dan apa pula kaitannya dengan hubungan antara PMII dan HMI? Baiklah, seperti kita ketahui bahwasanya kelahiran PMII tidak bisa lepas dari NU dan tidak pula bisa dihilangkan  dengan keberadaan organisasi mahasiswa yang terdahulu yakni HMI palagi para tokoh-tokoh HMI sering menyinggung-nyinggung masalah perjanjian Seni Sono yang salah satu isinya adalah pengakuan pada HMI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa dan ternyata dikemudian hari bermunculan organisasi mahasiswa yan lainnya maka hal apakah ini??? Itulah persoalannya!!!
       Bagikita jelas bahwasanya klahiran PMII punya missi tertentu dan itu juga dapat kita lihat dari kiprah PMII dulu dan kini dan kiprah itulah yang membedakan PMII dengan HMI secara tegas dan nyata, apakah itu, baik kita lihat motivasi dari lahirnya PMII itu sendiri:
       Dalam hal ini ada tiga faktor yang mendorong terbentuknya pergerakan mahasiswa islam Indonesia (PMII) yaitu :
Ikut berpartisipasi membentuk manusia yang memiliki intelektual yang disertai dengan kemampuan agamis.
Berusaha secara preventif memperhatikan kelestarian islam Ahlussunnah Wal Jamaah.
Meneruskan perjuangan para syuhada dengan melakukan regenerasi kepemimpinan.[8]
       Dari motivsi berdirinya PMII itu sendiri kita dapat secara gambling membedakan sosok dab missi yang dibawa oleh PMII dan HMI, apanya yang membedakan tersebut pembaca dapatlah menyimak dari butir yang kedua itu : “Berusaha secara preventif memperhatikan kelestarian islam Ahlussunnah Waj Jamaah di Indonesia”.[9] Tanpa niat untuk menyombongkan diri maka dapatlah penulis nyatakan disini sampai detik ini belum ada satu organisasi mahasiswapun diluar PMII yang secara terang-terangan menyatakan bahwasanya oraganisasi itu bertujuan untuk mempertahankan dan menyebarluaskan faham islam Ahlussunnah Wal Jamaah. Maka secara gambling pula penulis nyatakan itulah yang membedakan antara PMII dengan HMI. Dan itulah yang tidak bias dilakukan kelompok mahasiswa islam Ahlussunnah Wal Jamaah untuk mempertahankan dan mengembangkan faham keagamaan yang baik dan benar sesuai dengan ajaran rasulullah iu dalam tubuh organisasi islam yang mnapun diluar PMII, dan motivasi inilah yang terbesar mendorong PMII untuk dilahirkan.
       Sekarang marilah kita simak kelahiran PMII kaitannya dengan isi dari salah satu perjanjian Seni Sono, kita tahu salah satu dari isi perjanjian Seni Sono itu adalah : “Hanya satu organisasi mahasiswa islam, yaitu himpunan mahasiswa islam (HMI), yang bercabang ditiap-tiap kota yang ada sekolah tinggi”.[10]
Kita sudah jelas dari isi perjanjian Seni Sono itu gamblang dinyatakan bahwasanya peserta kongres umat islam yang mewakili 129 organisasi mahasiswa islam itu hanya akan bertekad untuk mengakui HMI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa islam, tetapi dalam kenyataannya dalam sejarah telah mencatat dikelak dikemudian hari lahir tidak lebih dari 5 organisasi mahasiswa islam diluar HMI. Mengapa hal itu bisa terjadi dan apakah kelahiran dari 5 organisasi islam itu berarti pengingkaran dari isi perjanjian Seni Sono tersebut??? Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya kita simak dulu latar belakang dari organisasi-organisasi mahasiswa islam itu dilahirkan?
       Seperti kita ketahui sejak kelahirahnya HMI telah mengibarkan panji-panji independent, artinya oganisasi ini mutlak berdiri sendiri tidak berafiliasi dengan organisasi massa ataupun organisasi politik yang manapun. Dan karena keindependentnya itu HMI tumbuh menjadi besar dan keanggotaannya menjadi sangat heterogen, hampir dari seluruh kalangan umat islam ada di dalam HMI bahkan pernah pula tercatat seorang tokoh gerakan Ahmadiyah Lahore masuk menjadi anggota organisasi ini (Ahmadiyah Lahore adalah sempalan dari jamaah Ahmadiyah Indonesia dan mengagungkan Mirza Gulam Ahmad sebagai seorang Mujaddid, perlu pula pembaca ketahui Mirza Gulam Ahmad mengaku dirinya pembawa wahyu, nabi sesudah nabi Muhammad, yang tidak membawa rislah baru, pen).
       Dalam perkembangan sejarah, antara tahun 1950-1959 berlaku zaman demokrasi liberal dimana tumbuh dengan suburnya organisasi-organisasi politik (baca: partai politik) salah satu dari upaya untuk agar organisasi politik itu berkembang menjadi besar adalah merekrut anggota-anggotanya dari seluruh lapisan masyarakat dalam hal ini masyrakat mahasiswa tanpa kecuali dan dapat kita maklumi segenap organisasi politik / massa pasti akan menganggap mahasiswa sebagai sumber yang potensial untuk memperkuat anggotanya, hal itu seperti yang dinyatakan oleh onghokham:
       ……….. tahun Pemilihan Umum 1955 dimana terjadi perluasan organisasi mahasiswa partai, seperti HMI (disini sejarahwan Onghokham, mengkategorikan HMI sebagai organisasi partai, pen) GMNI. CGMI dan lain-lain. Pelembagaan dalam partai-partai, sebagai hasil aktivitas disekitar pemilihan umum, dari gerakan pemuda zaman itu adalah sangat penting dalam memberikan arah dan tujuan ormas-ormas mahasiswa.[11] Demikianlah organisasi organisasi massa maupun organisasi politik saling berebut pengaruh dimasyarakat dan saling berlomba untuk membesarkan dirinya, disini tentu saja mereka sangat membutuhkan tenaga muda yang intelek dan berjiwa pembaharu dan tenaga yang intelek serta berjiwa pembaharu dan yang lebih penting lagi adalah idelaimenya masih sangat tebal hanya akan secara mudah didapatkan pada diri mahasiswa. Oleh karenanya tidak heran apabila masing-masing organisasi massa / politik itu mencoba untuk menarik minat mahasiswa agar bergabung dalam wadahnya. Jelas bagi organisasi massa / politik hal itu tidak akan mereka dapatkan melalui HMI sebab memang organisasi ini memiliki citra yang khas, sejak kelahirannya dan dalam perkembangannya selalu menampakkan warna pemikiran dan missi yang independent. Oleh karena perekrutan juga merupakan kebutuhan kebutuhan mutlak dan hal itu tidak didapatkan pada organisasi mahasiswa mahasiswa yang telah ada (baca HMI) maka langkah yang terbaik adalah mendirikan organaisasi mahasiswa diluar organisasi mahasiswa yang telah ada, itulah barangkali yang mendorong partai Serikat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 1956 mendirikan SEMMI HMI sendiri akhirnya lahir tokoh-tokoh yang kelak memimpin PSII (kini menjadi SI, pen) tetapi kelahiran SEMMI adalah merupakam kebutuhan regenerasi dan recruitmen anggota yang berjiwa intelek dan pembaharu yang pada saat-saat itu sangat dibutuhkan sebagai upaya pengembangan organisasi.
       Bagaimana sekarang dengan kelahiran PMII itu sendiri? Tentu sja motivasinya tidak jauh berbeda dengan kelahirang organisasi mahasiswa (baca islam) yang lainnya yakni kelahiran PMII adalah merupakan pemenuhan kebutuhan dari para mahasiswa NU untuk dapat secara leluasa menyalurkan aspirasinya hal tersebut seperti apa yang dinyatakan oleh Drs. Chatibul Umam (kini dosen IAIN Syahida Jakarta, pen):
       ………jelaslah bahwa PMII itu dilahirkan diatas dasar tuntutan sejarah perkembangan pelajar dan mahasiswa NU. Berdirinya PMII semata-mata karena waktunya tiba dan kepentinganny sudah sangat mendesak untuk mengurusi mahasiswa Nahdatul Ulama khususnya secara tersendiri…………………………telah datangnya waktu untuk para mahasiswa Nahdatul Ulama buat berdiri diatas kaki sendiri, membangun suatu pergerakan mahasiswa, yang lebih dapat dipercaya untuk menjadi alat partai yang baik dan yang lebih dapat dipercaya untuk menjadi alat revolusi yang baik.[12]
          Demikianlah selintas mengenal motivasi dan latar belakang dari kelahiran PMII, dan apa pula kaitannya dengan isi dari perjanjian Seni Sono yang telah penulis singgung dimuka tersebut baiklah untuk menjawab persoalan isi dari perjanjian itu penulis kan kutiupkan pandapat dari Haji Mahbub junaidi sendiri:
1.      Perajanjian Seni Sono itu memang ada tetapi perlu kita ketahui bahwasanya maksud dari pengakuan HMI sebagai satu-satunya organisasi mahasiswa islam adalah manakala HMI mampu menampung seluruh potensi dan asipirasi dari mahasiswa islam yang tergabung didalamnya, kenyataannya kelompok mahasiswa islam Ahlussunnah wal Jmaah tidak tersalurkan aspirasinya dalam HMI (H. Mahbub Junaidi pernah menjadi anggota PB HMI, pen).
2.      Walaupun kongres umat islam itu menyatakan dihadiri oleh 129 organisasi islam tetapi secara factual kelompok kelompok mahasiswa islam Ahlussunnah Wal Jamaah tidak terwakili dalam 129 organisasi unmat islam itu, sehingga kita sebenarnya secara moral tidak punya ikatan apapun dengan isi perjanjian Seni Sono itu.[13]
Demikianlah apa yang berhasil penulis paparkan sebagai satu latar belakang dan motivasi dari kelahiran PMII dan kaitannya dengan HMI, dalam sejarahnya keberadaan PMII tidk sepi dari ujian-ujian yang cukup berat, dan ujian itu justru datang dari saudara sesame umat islam sendiri hal ini seperti dinyatakan oleh H. Mahbub Junaidi dalam pidato Hari Lahir (harlah) PMII ke 5 :
       Macam-macam intimidasi dan pertanyaan yang dilempar kemuka kita pda saat pergerakan ini lahir. Misalnya pasih perlunya dan maksudnya PMII dilahirkan? Apakah itu bukan pekerjaan separatis? Apakah itu bukan pekerjaan memecah belah persatuan mahasiswa islam? Pakah itu bukan pekerjaan mengada-ada? Apakah itu bukan pekerjaan orang yang dibakar emosi? Tetapi tidak realistik sama sekali? Buat apa sih mahasiswa itu ikut-ikutan  berdiri dibawah bendera partai politik? Bukankah mahasiswa islam itu sebaiknya non partai, bahkan non politik supaya lebih mantap dia punya kebaktian, supaya lebih obyektif cara memandang persoalan, supaya lebih terjamin mutu ilmunya, supaya lebih bebas jurus silatnya?? Bukankah mahasiswa itu cerdik dan bijaksana, ilmu banyak dan kalpun banyak, karena itu sebaiknya menjadi miliknya umat islam saja, dan tidak perlu menjadi miliknya partai politik? Begitulah macam-macamnya pertanyaan yang timbul disaat PMII lahir, lima tahun yang lalu.[14]
       Begitulah rekasi yang timbul ketika PMII lahir seperti apa yang dipaparkan oleh H. Mahbub Junaidi dalam pidato harlahnya tersebut, tentu saja reaksi yang paling keras datang dari HMI organisasi ini merasa dirinya tersaingi.
Terutama pada posisi HMI di perguruan-perguruan tinggi agama, semacam IAIN dan seperti kita ketahui pada awal tahun 1960 an HMI sedang mengalami ujian-ujian yang maha berat dari CGMI dan GMNI, basis-basis HMI di perguruan tinggi umum dicoba dilumpuhkan oleh kedua organisasi tersebut dengan cara mengeliminasi pengaruh HMI pada lembaga-lembaga kemahasaiswaan hal ini seperti terungkap pada bukunya Drs. Agus Salim Sitompul :
       Karena dominanta HMI di perguruan tinggi sebagai basis kehidupannya, maka HMI harus ditendang dari kegiatan kemahasiswaan dengan jalan menyingkirkan anggota-anggota HMI dari dewan-dewan mahasiswa, Senat mahasiswa, Panitia pemilihan, Panitia Masa Prabakti (sekarang posma), dengan perkiraan dengan cara cara demikian HMI semakin lama semakin kerdil lantas mati dengan sendirinya.
       Dihampir semua universitas / perguruan tinggi negeri/swasta, kecuali perguruan tinggi islam dan IAIN, anggota HMI dikeluarkan dari Dama / Sema, panitia Masa Perkenalan, serta kegiatan lain yang menyangkut posisi, kecuali kepanitiaan PHBI (Panitia Hari Besar Islam).[15]
       Dalam posisi yang sulit itu jelas HMI sangat menghaapkan tetap bertahannya kedudukan mereka dalam basisnya perguruan tinggi agama (semisal UII Yogyakarta atau universitas Muhammadiyah Jakarta, pen), tetapi dalam kenyataannya kini ada organisasi mahasiswa ilam lain lahir dan organisasi mahasiswa islam itu dengan begitu cepat perkembang terutama di IAIN-IAIN, hal itu adalah wajar belaka mengingat kultur sebagian besar mahasiswa IAIN adalah berlatar belakang sebagai keluarga NU hal ini seperti apa yang dinyatakan oleh DR. Burhan D. Magenda:
       ……... mahasiswa dari golongan islam. Golongan ini hampir tidak terwakili dalam pendidikan tinggi dizaman colonial, dan hanya sedikit jumlahnya pada zaman demokrasi parlementer. Pada tahun 1960an kesempatan terbuka besar buat mereka-mereka yang berorientasi kebudyaan dekat dengan NU banyak yang masuk ke IAIN.[16]
       Dari gmbaran diatas saja tidaklah aneh dan menag dalam pekembangannya PMII memang mengalami kepesatan yang luar biasa dalam usianya yang baru lima tahun PMII telah memiliki 47 cabang dan persiapan cabang[17] akibat dari ini semua maka ketegangan-keteganagan mulaialah timbul terutama dikampus-kampus perguruan tinggi Agama (baca IAIN) banyak terjadi ketegangan-ketegangan dan untuk mengakhiri atau setidaknya mengurangi ketegangan-ketegangan itu maka PB. PMII dengan dipimpin oleh ketua umumnya (H. Mahbub Junaidi) datang kekantor HMI untuk saling beromong-omong tentang persoalan kedua organisasi tersebut, peristiwa bersejarah ini terjadi pada tanggal 4 Juli 1961. Namun nampaknya usaha/uluran tangan dari PMII itu kurang membawa hasil terbukti dengan makin kerasnya saja ketegangan-ketegangan yang terjadi antara kedua organisasi ini dan ada baiknya kalau dalam kesempatan ini penulis ingin membeberkan satu fakta sejarah betapa perjalanan PMII ini tidak pernah sepi dari cobaan-cobaan yang justru datang dari saudaranya sendiri sesame umat islam, tentu saja pembeberan fakta ini bukan berarti membuka luka-luka lama tetapi sekedar penegasan sejarah, sejarah adalah sejarah apapun bentuk dari lembaran sejarah itu sendiri.
1.      Ketegangan yang pertama terjadi antara PMII dengan HMI justru meledak dikota pelajar Yogyakarta, peristiwanya dimulai dengan tatkala dilangsungkannya pidato laporan tahunan rector IAIN Sunan kali Jaga Yogyakarta Prof. Sunaryo, SH peristiwa itu terjadi pada tanggal 10 Oktober 1963, siding senat terbuka itu pun akhirnya gagal, sebab ditengah-tengah pembacaan laporan tiba-tiba seorang Pengurus Dewan Mahasiswa IAIN Suka Yogyakarta, tampil ke depan merebut mikropon dan membacakan pernyataan yang antara lain mengecam tindakan menteri agama pad waktu itu: Prof. KH. Saifudin Zuhri yang dituduhnya melakukan proyek NUisasi didalam tubuh Departemen Agama itu, bukan hanya sekedar membacakan pernyataan bahkan dalam keributan tersebut seorng anggota PMII dipukul oleh (tentu saja “lawan” dari PMII tersebut, pen) sehingga hal ini mengakibatkan munculnya protes dari pengurus Cabang PMII Yogyakarta, isi protes itu selengkapnya sebagai berikut:
Pernyataan
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
                        Berhubung dengan terjadinya peristiwa 10 Oktober 1963 di IAIN Yogyakarta maka pergerakan Mahasiswa islam Indonesia Yogykarta memandang sangat perlu membuat pernyataan yang berbunyi sebagai berikut:
Mengingat :
1.         Membaca pernyataan dari Dewan IAIN Yogyakarta tertanggal 10 Oktober 1963.
2.         Pentingnya keutuhan mahasiswa dalam dalam situasi menghadapi konfrontasi terhadap Malaysia.
3.         Terjadinya pemukuln terhadap salah seorang mahasiswa IAIN anggota PMII.
4.         Tindakan yang dipelopori Dewan IAIN bertentangan dengan manipol Usdek, Panca Darma Bakti Mahasiswa.
5.         Tindakan-tindakan itu mencemarkan nama baik IAIN khususnya pemerintah Daerah Yogyakarta dan Negara pada umumnya.
Menyatakan:
1.         Mengutuk keras perbuatan-perbuatan yang terjadi di IAIN yang bertentangan dengan Manipol yang berbunyi: “Modal pokok bagi tiap-tiap revolusi nasional menentang imperalisme dan kolonialisme ialah konsentrasi kekuatan nasional dan bukan perpecahan kekuatan nasional” (hal 13).
2.         Tindakan itu adalah a Manipol, anti persatuan nasional dan kontra revolusioner yang membahayakan Negara.
3.         Bahwa IAIN bukan milik satu golongan.
Memutuskan
1.         Menuntut dibubarkannya Dewan Mahasiswa IAIN periode 1963-1965.
2.         Menuntut agar yang berwajib mengambil tindakan tegas terhadap peristiwa pemukulan anggota PMII di IAIN.
3.         Mengambil agar diambil tindkan tegas terhadap golongan / oknum-oknum yang mendalangi peristiwa tersebut.
4.         Mendukung sepenuhnya Rektor IAIN dan Yang Mulia Menteri Agama.
Demikianlah harap dimaklumi
Yogyakarta, 10 Oktober 1963
Pimpinan Cabang
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Yogyakarta
Ketua                                                                           Sekretaris dua
ttd                                                                                         ttd
(M. Achmadi Anwar, BA)                                          (Nurshohib Hudan)
       Demikian sengaja isi pernyataan dari pengurus cabang PMII Yogyakarta itu penulis muat secara lengkap dengan tujuan agar para pembaca dapat mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. Disamping pernyataan-pernyataan dari PC. PMII Yogyakarta juga para anggota Dewan Mahasiswa masing-masing: Djawahir Syamsuri, A. Hidjazi As, A. Nizar Hasyim, Imam Soekardi dan Asanawi Latief BA juga mengeluarkan pernyataan dengan nada yang serupa.
Tetapi sangat disayangkan, peristiwa Yogyakarta yang belum tuntas tersebut terburu berlanjut dengan munculnya peristiwa yang sama tetapi kali ini terjadi IAIN Ciputat Jakarta, selengkapnya peristiw itu adalah :
2.      Peristiwanya terjadi pada tanggal 17 Oktober 1963; pada hari itu antara jam 10.00-11.00 telah berlangsung suatu demonstrasi oleh sejumlah IAIN Ciputat berjumlah sekitar 500 orang. Mahasiswa tersebut menamakan dirinya sebagai komite mayoritas mahasiswa IAIN. Para demonstrans menemui rector IAIN Prof. Drs. (ekonomi) Sunardjo, Rektor menemui mahasiswa dengan didampingi oleh dekan-dekan fakultas. Para mahasiswa membawa poster-poster yang berisi: IAIN adalah proyek nasional bukan milik golongan / partai, NUisasi di Departemen agama RI = Kontra Revolusi.[18] Demikian peristiwa itu terjadi dan data ini datang dari Drs. H. Ridwan Saidi (seorang bekas ketua umum PB HMI, pen) dan karena data ini berasal dari seorang aktivis HMI maka alangkah lebih baiknya apabila kita bandingkan dengan data yang datang dari KH. Saifudin Zuhri (tokoh Nu yang sangat dekat dengan PMII, pen) beliau menaggap atau lebih teptnya bercerita tentang peristiwa 17 Oktober di IAIN Ciputat itu seabagai berikut:
Aksi pengganyangan terhadap NU dilancarkan pula di IAIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Sekelompok mahasisw membuat coret-coret pada dinding IAIN dan menyebarkan pamphlet “Ganyang NU”!! – Ganyang Idcham Chalid!!”-Ganyang Saifudin Zuhri!!”. Amat dirasakan pada saat potensi umat islam biar sekecil apapun sedang digalang untuk persatuan dan solidaritas menghadapi usaha nasakomisasi hmpir disemua kegiatan nasional, pada saat itu mahasiswa IAIN melancarkan kampanye anti NU. Sayang sekali bahwa sebagian besar daari mereka beridentitas HMI. Dan kalau mahasiswa mahasiswa dari kelompok PMII bangkit membela NU, hal itu bias dimengerti.
                        Dalam situasi menghadapi usaha-usaha nasakomisasi dan arti sangat pentingnya persatuan umat islam, tiba-tiba sekelompok mahsiswa IAIN melakukan kampanye anti NU dan menggnyang Idham Chalid dan Saifudin Zuhri yang kedua-duanya berkedudukan mentri. Dilakukan dalam kampus IAIN sebuah komplek perguruan tinggi islam milik Negara. Mungkin karena pertimbangan itulah maka alat-alat kekuasaan Negara menindak beberapa mahasiswa dan dosen IAIN yang dituduh mendalangi.
                        Tetapi kepada kapolri Jendral Polisi Sukarno saya (maksunya Prof. KH. Saifudin Zuhri yang wktu itu menjabat selaku menteri agama, pen) saya minta agar mereka dibebaskan. Bagaimanapun mereka adalah anak-anak kita yang dididik dalam lingkungan lembaga yang dikelola menteri agama. Brigjen A. Manan, pembantu utama menteri agama dan HA. Timur Djaelani MA kepala Biro Perguruan Tinggi Departemen Agama dapat berbicara lebih banyak tentang ini. Kepada merea berdua saya minta agar hukuman skorsing kepada mereka yang terlibat supaya segera diakhiri, agar mereka bisa aktif kembali (kuliah maupun mengajar).[19]
                        Demikian peristiwa yang kedua juga tidak ada penyelesaian yang berarti bahkan menambah panasnya suasana, terbukti dengan pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan oleh PP (kini istilahnya PB, pen) PMII dalam kongres ke II di Yogyakarta mengenai peristiwa tersebut diatas:
                        Perlu segera diambil kebijaksanaan baru berupa tindakan-tindakan yang kongkrit dan mengurangi kompromi-kompromi dan toleransi yang keterlaluan demi untuk keselamatan IAIN dan revolusi nasional…………
                        Mendesak kepada pemerintah agar lebih tegas lagi bertindak terhadap anasir anasir kontra revolusioner yang hendak melumpuhkan IAIN dan menjauhkan diri dari kompromi dan toleransi yang terlarut-larut.[20]
                        Dari kedua peristiwa tersebut maka dapatlah ditarik satu kesimpulan bahwasanya ketegangan antara PMII dengan HMI adalh merupakan satu upaya mempertahankan existensi PMII itu sendiri dalam perguruan tinggi yang kelak nanti akan menjadi basisnya (baca : IAIN) tetapi bagi HMI ketegangan itu juga merupakan satu upaya untuk mempertahankan dominasi dan mempertahankan bentengnya yang terakhir karena seperti kita ketahui mulai permulaan tahun 1960an sampai dengan awal kelahiran orde baaru HMI terpukul hebat kekuatan basisnya diperguruan tinggi umum, dan kita pun dapat maklum kiranya kalau sudah berkaitan dengan mati dan hidupnya organisasi maka siapapun aktivis organisasi akan memepertahankan kehidupan organisasinya itu walau menggunkan cara-cara yang irasional bahkan melanggar ketentuan formal maupun ketentuan agam sekalipun, itulah jeleknya bila fanatisme golongan lebih tinggi nilainya dari pada fanatisme terhadap umat.         
3.      Apakah hubungan antara PMII dengan HMI selalu saja penuh dengan gejolak gejolak pertengkaran?? Nampaknya tidak dibawah ini ada catatan-catatan yang mengungkapkan bahwa pada suatu saat kedua organisasi ini dapat bekerja sama dengan baik.
Seperti kita ketahui kondisi umat islam pada zaman orde lama, terutama bagi mereka yang agak renggang hubungannya dengan pemerintah bahkan telah mendapat predikat kontra revolusioner maka nasibnya benar-benar seperti diujung tanduk dan untuk menggalang persatuan serta kesatuan sebagai pengejawantahan dari ukhuwah islamiyah ini maka para pemuda islam bermusyawarah untuk membentuk wadah persatuan dan kesatuan pemuda islam dalam bentuk wadah yang bersifat konfederatif, wadah ini lahir pada musyawarah Nasional generasi muda islam pada tanggal 19 sampai dengan 26 Desember 1964 dan karena yang hadir adalah wakil-wakil dari generasi muda islam baik tingkat nasional maupun tingkat local maka wadah itu akhirnya bernama atau dikenal dengan nama Gerakan Muda Islam (GEMUIS) didalam wadah Gemuis inilah hampir seluruh organisasi pemuda, pemudi, pelajar, maupun mahasiswa islam bergabung (menurut catatan Drs. H. Ridwan Saidi pada waktu itu atau tahun 1964 di Indonesia ada 36 buah organisasi pemud dan pelajar serta mahasiswa islam tingkat pusat, lihat Drs. H. Ridwan Saidi dalam pemuda islam damal dinamika politik Bangsa 1925-1984, hal 46, pen). Dalam wadah Gemuis inilah kerja sama antar generasi muda islam betul-betul tercermin dan sungguh besar peranan Gemuis ini dalam upaya untuk turut “menyelamatkan” HMI dari rongrongan CGMI dan GMNI dalam setiap kesempatan, dibawah ini ingin penulis kemukakan satu ilustrasi betapa Gemuis berperan besar dalam menghadapi rongrongan CGMIdan GMNI terhadap HMI :       
            Presedium majelis Nasional Generasi Muda Islam (Gemius) atas nama 25 organisasi anggota dengan 10 juta  massa anggotanya dalam kawatnya yang ditanda tangani  oleh Drs. Lukman Harun selaku ketua Presedium telah disampaikan pada presiden, dengan menyampaikan rasa  syukur atas kebijaksanaan presiden mengenai HMI dan Gemuis merasa berkewajiban mengamankan kebijaksanaan tersebut demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan nasional.[21]
            Demikian yang diambil oleh  pengurus pusat Gemuis tersebut, peranan Gemuis didaerah bahkan lebih menonjol lagi, tetapi berkenaan dengan upaya-upaya dari  kelompok CGMNI dan GMNI yang berusaha keras agar HMI dibubarkan, dibawah ini beberapa petikan berkenaan dengan kegiatan pembelaan Gemuis terhadap HMI.
            ………Sementara berlangsungnya penganugrahan Bintang Maha Putra untuk Aidit di Istana Merdeka, pada saat yang sama tidak jauh dari istana, tanggal 13 September 1965, Generasi Muda Islam (Gemuis) Jakarta Raya, dengan ribuan massa pemuda mengadakan demontrasi tertib didepan kantor dan PB. Font Nasional maksudnya  untuk menyatakan solidaritas terhadap perjuangan dan hak hidup HMI. Diantara sekian banyak spanduk dan poster banyak spanduk poster, ada satu diantara poster itu yang sangat mengharukan perasaan dan kalbu yaitu yang dibawa rekan-rekan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sendiri dimana bunyinya tertulis: “langkahi mayatku sebelum ganyang HMI”. [22]    
            Adapun isi pertanyaan Gemuis Jakarta tersebut adalah sepenuhnya  sebagai berikut : “ Dengan tegas dan tandas menyatakan akan tetap membela HMI sampai titik darah yang penghabisan dari rongrongan kaum agama phobie, HMI merupakan alat perjuangan umat Islam dan Bangsa Indonesia, serta memohon kepada presiden agar HMI diberi kebebasan bergerak disegala bidang”.[23]                                    
            Gerakan-gerakan untuk membela HMI bukan hanya dilakukan dikota Jakarta saja tetapi juga Gemuis bergerak didaerah-daerah seperti Gemuis Yogyakarta pernah mengeluarkannya berkenaan dengan tindakan dari Prof. DR. Ultrecht (dosen pada fakultas hukum universitas Brawijaya cabang Jember, pen) yang berusaha menyingkirkan HMI dari perguruan tinggi tersebut maka : “14 organisasi pemuda pelajar mahasiswa isla
Terbitkan Entri
m Yogyakarta yang ditujukan kepada presiden Soekarno pada tanggal 27 Juni 1964, dengan penuh tawakal kepada Allah SWT dan rasa tanggung jawab terhadap penyelesaian tugas-tugas bangsa dan Negara, telah memohon kepada Kepala Negara presiden Soekarno agar meretool Utecch dari lingkungan perguruan tinggi, DPA dan MPRS”, demikian apa yang ditulis oleh Drs. Agus Salim Sitompul dalam bukunya sejrah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947-1975, hal 59.
Kegiatan Gemuis tentu saja bukan hanya terbatas  di kota-kota Jakarta ataupun kota pelajar Yogyakarta saja tetapi hampir ada dikota kota yang terutama disitu terdapat perguruan tingginya semisal; Bandung, Jember, Surabaya, Medan, Palembang dan masih banyak lagi dikota-kota yang lain.
            Dalam upaya pembelaan terhadap HMI pun, ternyata peranan  PMII tidaklah kecil seperti kita ketahui karena HMI dituduh kontra revolusioner maka oleh pemerintah orde lama HMI diberi waktu selama 6 bulan untuk “Memperbaiki dirinya” pada waktu itulah datang pengurus besar HMI Kepada H. Mahbub djunaidi (yang waktu itu juga duduk selaku ketua umum pengurus pusat PMII, pen) secara ringkas H. Mahbub Djunaidi bercerita kepada penulis, ditengah-tengah arena muktamar NU ke 27 1984 kenarin :
            Suatu hari datang kepada saja dua tokoh HMI yakni Mar’ie Muohammad dan Dahlan Ranumiharja, kedatangan kedua tokoh HMI tersebut bertujuan agar saya dapat mengusahakan satu permohonan langsung kepada Presiden Sukarno supaya HMI tidak jadi dibubarkan.[24] Demikianlah apa yang pernah diceritakan H. Mahbub Djunaidi pada penulis, selanjutnya apakah usaha dari permintaan itu berhasil lebih lanjut H. Mahbub Djunaidi pernah menulis:
            Pertemuan di Istana Bogor
            Kami diduk di paviliyun, dibangku rotan. Belum lagi sampai pada pokok bicara hujan sudah turun berikut angin. Karena ruang depan teramat sederhana, kami terpercikan air. Mari kita pindah kedalam, kata Bung Karno. Beginilah nasib Persiden Indonesia hujan saja mesti ngungsi kata Bung Karno.
            Mulailah kubicrakan perihal HMI. Apanya sih yang salah pad diri HMI itu. Saya pernah orang dari sana, jadi sedikit banyak tahu isi perutnya. HMI itu pada dasarnya “independent”, tidak menjadi bawahan partai manapun tidak juga Masyumi. Coba sja lihat anggota-anggotanya mulai dari tingkat atas hingga cabang. Campur aduk seperti es teller. Perkara belakangan muncul organisasi mahasiswa lain yang juga berpredikat islam, itu sama sekali tidak merubah warna asal. Coba saja lihat waktu Pemilu 1955, tiap anggota HMI diberi formulir mau ikut bantu parpol yang mana, ternyata disitu. Menghadapi saat-saat gawat menjelang pechnya pemberontakan PRRI, langkah apa yang ditempuh ketua umum Ismail Hasan Metarium cukup jelas. Banyak jalan menuju Roma, seperti banyak jalan dari pada main bubar. 
            Dan sebaginya dan sebaginya, karena seorang presidenpun perlu makan, maka makan nasi pecellah kami dengan daging dan tempe goreng. Apakah pembicaraan itu punya arti buat HMI saya tidak tahu. Mungkin ada mungkin tidak sama sekali. Sekedar tambahan kecil sebelum lupa, baik juga saya catat disini Menteri Agama Syaifudin Zuhri berdiri persis dibelakang layar pertemuan itu.[25]
            Demikianlah apa yang ditulis oleh H. Mahbub Djunaidi dalam ikut berperan serta menyelamatkan HMI dari pembubaran di jaman pemerintahan orde lama. Dengan nada merendah H. Mahbub Djunaidi seperti tersebut di atas berkata: “Apakah pembicaraan itu punya arti buat HMI yang tidak tahu. Mungkin ada mungkin tidak sama sekali. Sekedar tambahan ingin pula penulis simpulan disini; jelas pembicaraan itu punya banyak arti bagi “keselamatan HMI” sebab buat apa PB.HMI datang “meminta tolong” pada H.Mahbub Djunaidi agar “turut campur” berupaya “menyelamatkan” HMI kalau beliau tidak dipandang sebagai tokoh yang cukup dekat dengan Bung Karno?? Sekedar ilutrasi betapa dekat hubungan H. Mahbub Djunaidi dengan almarhum Bung Karno ingin penulis petikan disini satu pengalaman yang mengharukan antara Bung Karno dengan H. Mahbub Djunaidi:
            Bagimanapun hati sepi adalah hati sepi. Pikiran Bung Karno menerobos kemasa depan, tertapi sebagi orang yang puluhan tahun bersama masa, kesendirian adalah suatu beban yang tak tertahankan. Singa gurun berpisah dari kelompoknya! Bagaimana bisa bercengkrama dengan teman-teman?? Bagaimana bisa berseloroh?? Bagaimana bisa memuntahkan isi hati yang coraknya senatiasa mondial itu?
            Aku kepengin ngobrol sambil makan siang dengan kiyai-kiyai NU. Dimanakah mereka itu sekarang? Bagaimana caranya? Kau bisa atur? Dengarkan baik-baik cuma makan siang, tidak lebih tidak kurang!
            Dirumah siapa? tanyaku.
            Siapa saja Idham boleh. Djamaludin Malik boleh mana saja yang sudi mengundangku makan siang. Maka berputar-putarlah saya menawarkan keinginan yang teramat sederhana itu………
            H. Mohamad Hasan, bekas Menteri Pendapatan, Pengeluaran dan Penelitian dan saat itu menjadi menteri Negara entah apa urusanya. Baiklah katanya maka makan siangpun terjadi dirumahnya di jalan Senopati Kebayoran Baru. Hanya makan siang sesudah itu bubar. Almarhum Kiyai Wabah dan Kiyai Bisri (juga sudah almarhum,pen) pun ikut menemani. Jika tidak seluruhnya, sebagian tentu ada juga rasa kesepian terobat.[26]
            Pembeberan fakta ini bukan punya maksud PMII ingin agar “jasa-jasanya” (kalaulah hal yang PMII perbuat itu dianggap berjasa bagi HMI, pen) untuk selalu dikenang dan HMI punya hutang budi pada PMII tidak tidak sama sekali, penulis hanya berkeinginan agar hubungan yang tidak baik antar kedua organisasi itu dapatlah kiranya diakhiri sehingga tidak lagi terdengar berita berita yang kurang sedap menimpa PMII seperti; adanya ancaman dari Rektor salah satu Perguruan Tinggi islam yang terbesar dan tertua di Yokyakarta yang hendak menggugat mahasiswanya lantaran sebagian dari mahasiswa perguruan tinggi itu berhasil mendirikan Komisariat PMII dan ternyata berkembang dengan pesat atau kasus-kasus di berabagai IAIN-IAIN yang menimpa warga Pergerakan, padahal mereka rata-rata punya perstasi study yang dapat dibanggakan, sungguh ironis kasus-kasus itu bias terjadi lantaran adanya rasa dendam kesumat yang tak kunjung berakhir

More aboutSejarah PMII Solo (19), PMII dan HMI pada jaman Peralihan Orla ke Orba

Sejarah PMII Solo (18),

Diposting oleh admin

1.         Sewaktu organisasi pemuda pelajar dan mahasiswa yang dahulu mempunyai hubungan baik dengan ex PARTAI MASUMI, organisasi itu adalah GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), PII (Pelajar Islam Indoenesia) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) sedang mengalami cobaan-cobaan yang maha berat, terutama berasal dari rongrongan PKI dan antek-anteknya, bahkan akhirnya GPII dibubarkan. Atas inisiatif dari Gerakan Pemuda Ansor maka diperlukan satu wadah yang menghimpun organisasi-organisasi pemuda pelajar dan mahasiswa, organisasi ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa kesetiakawanan khususnya dikalangan pemuda islam. Maka pada tanggal 19-26 Desember 1964 di Jakarta diselenggarakan MUSYAWARAH GENERASI MUDA ISLAM.[1]
Salah satu hasil dari musyawarah itu adalah beberapa pernyataan yang berkenaan dengan usaha penyelamatan dari para peserta musyawarah terutama berkenaan dengan “nasib” HMI yang sedang mengalami cobaan-cobaan berat dari CGMI dan pemerintah Soekarno. Musyawarah ini akhirnya memutuskan dibentuknya federasi organisasi pemuda pelajar dan mahasiswa islam yang kemudian dikenal dengan nama organisasi GEMUIS (Generasi Muda Islam). Pernyataan dari hasil musyawarah GEMUIS yang berkenaan dengan HMI adalah :
a.       HMI bukan onderbow dan tidak pernah mempunyai hubungan organisatoris dengan partai / organisasi manapun.
b.      Masalah yang dhadapi HMI tidak dapat dipisahkan dari pada masalah keseluruhan umat islam.[2]
Keadaan GEMUIS ini ternyata juga banyak bermanfaat terutama bagi HMI sendiri seperti contoh yang dikemukakan dimuka.
Peranan PMII dalam GEMUIS ini cukup besar ketik musyawarah pertama kali dilaksanakan, ketua satu PP PMII sahabat A. Chalid Mawardi dipercayakan menjabat sebagai sekjen panitia musyawarah nasional tersebut. Bahkan dalam struktur kepengurusan GEMUIS PMII dipercayakan untuk menjabat sebagai sekretaris jendral presidium Pusat Generasi Muda Islam. Tidak hanya ditingkat pusat ditingkat-tingkat cabang pun andil PMII dalam memelopori perluasan cabang-cabang GEMUIS juga cukup besar. 
2.      Organisasi mahasiswa extra Universitas di Indonesia besatu dalam wadah yang bersifat konfederatif, wadah itu dikenal dengan nama PPMI (Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa Indonesia). PMII sendiri telah masuk dalam wadah PPMI ini sejak tahun 1960, seperti pada tanggal 14 Desember 1960 PP PMII mengirimkan surat permintaan menjadi anggota PMII dan secara aklamasi presidium pusat PMII menerima permintaan PMII ini, PMII ini sangat berperan dalam kehidupan kemahasiswaan di Indonesia, barang kali pula karena kepesatan perkembangan PMII sendiri maka lima tahun kemudian tepatnya pada tahun 1965 PMII ditawari jabatan sekretaris jendral presidium Pusat PMII. Katika tawaran itu disodorkan PMII tidak langsung menerimannya tetapi PMII menuntut agar organisasi itu terlebih dahulu mengadakan kongres sebab PMII beranggapan agar ada perubahan-perubahan structural dalam PMII karena berkeyakinan selama ini PMII ini terlalu didominir organisasi-organisasi mahasiswa yang sebenarnya tidak mempunyai kekuatan masa ang cukup berarti. Juga PMII sangat menyesalkan sikap presidium pusat PMII yag bertindak mengeluarkan HMI dari organisasi tersebut.
Sebagai anggota aktif PMII, PMII telah pula melibatkan diri dalam aneka ragam kegiatan kemahasiswaan baik yang bersifat nasional maupun internasional, kegiatan-kegiatan itu antara lain:
a.       Pada tanggal 30 Maret-6 April 1965 di Cairo diadakan Seminar internasional masalah Palestina, panitia seminar ini dipegang oleh organisasi mahasiswa Palestina atau General Union of Palestine Student (GUPS). Dalam seminar tersbut utusan PMII atas nama PMII hadir sahabat Chatibul Umam dan hadir pula sahabat H. Mahbub Junaedi (ketua umum PP PMII) ini hadir atas nama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), hadir pula dalam seminar tersebut anggota PMII yang lain, yakni sahabat Habibullah Azhari atas nama Persauan Wartawan Asia Afrika.[3]
Keberadaan PMII sebagai organisasi yang menghimpun wadah organisasi extra Universitas tidak dapat dilangsungkan. Hal ini dikarenakan PMII terlalu terlibat dalam kegiatan politik dan kepengurusan PMII terlalu didominir oleh organisasi-organisasi mahasiswa yang sebenarnya tidak mempunyai kekuatan masa yang cukup berarti. Tindakan PMII cukup sangat gegabah yakni mengeluarkan HMI dari keanggotaannya. Ini juga berakibat fatal dikarenakan HMI mempunyai kekuatan masa yang sangat banyak dan  didukung pula oleh solidaritas organisasi mahasiswa islam yang lain seperti PMII, SEMI (Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia, organisasi mahasiswa yang beranderbow pada partai Islam PERTI) dan HIMMAH (himpunan Mahasiswa Alwasliyah organisasi yang beranderbow pada jamiyatul wasliyah). Organisasi-organisasi ini membela mati-matian HMI dalam forum PMII. Akhirnya ketika terjadi pemberontakan PKI nasib PMII ditinggalkan oleh organisasi mahasiswa hal ini dikarenakan sebagian besar pengurus PMII terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam peristiwa pemberontakan tersebut.
3.      Sebagai kelanjutan dari konferensi islam Asia Afrika yang diselenggarakan pada tanggal 6-12 Maret 1965 di Bandung itu maka dibentuklah satu wadah yang menghimpun umat islam se Asia Afrika dan dikenal dengan nama OIAA (Organisasi Islam Asia Afrika). Badan dunia ini dikatuai oleh Bapak KH. Ahmad Syaehu (waktu itu Bapak KH. Amad Syaebu menjabat sebagai ketua PBNU, pen). Dalam struktur organisasi OIAA ini ada bagian yag mengurus mahasiswa bagian ini dikenal dengan nama “Biro Mahasiswa OIAA”. Pada iro Mahasiswa OIAA inilah PMII berperan sangat aktif dengan menjabat sebagai ketua Biro Mahasiswa tersebut, wakil PMII itu sahabat Drs. Abdurahman Saleh dan sahabat Siddiq Muhtadi BA masing masing selaku ketua dan sekretaris organisasi Biro Mahasiswa OIAA.[4]
4.      Organisasi extra Universitas sedunia juga menghimpun diri dalam satu wadah konfederatif yang dikenal dengan nama WAY (Word Asembly of Yoeth). Dalam organisasi mahasiswa dunia ini PMII diwakili oleh sahabat Muslih Hasbullah yang kemudian digant oleh sahabat Drs. Umar Basalib. Adapun beberapa kegiatan yang dapat diikuti PMII dalam forum WAY adalah sebagai berikut :
a.       Ledership Training di India yang diikuti oleh sahabat Drs. Umar Basalib
b.      Seminar pemuda dan family Planing di Jakarta yang diikuti oleh sahabat dr. Pahmi Ja’far dan sahabat Wahab Zaelani Bsc (ketua PMII wilayah Jawa Tengah)
c.       Ledership Training di Pasar Minggu Jakarta yang diikuti oleh sahabat Joko Purwanto (ketua LPKP PMII)
d.      Seminar Famili Training di Malang yang diikuti oleh sahabat H. Zaeni Abdus Sakur serta beberapa diskusi lainnya yang diselenggarakan oleh WAY.[5]
5.      Sebagai organisasi yang menghimpun orang muda, PMII juga punya minat dalam aktifitas keolahragaan maka tidaklah heran apabila dalam struktur organisasi PMII dari tingkatan Pucuk Pimpinan sampai pengurus Komisariat ada badan khusus yang menangani masalah keolahragaan ini. Salah satu kegiatan olah raga yang bersifat nasional adalah diselenggarakannya “pecan olah raga dan pelajar dan mahasiswa NU”. Pekan olah raga dan seni ini untuk pertama kali dilaksanakan bersamaan dengan training course I PMII di Ponorogo tahun 1962 dan juga ketika dilaksanakannya kongres PMII II tahun 1964 di Jogjakarta. Untuk mengatur kegiatan keolahragaan ini sesuai dengan hasil MUKERNAS II PMII di Semarang maka dikeluarkanlah surat keputusan PP PMII Nomor 298/PP-IV/SK-29/V-1968 tertanggal Jakarta 28 Mei 1968 tentang petunjuk penyelenggaraan olahraga.
Dalam kegiatan keolahragaan nasional ada badan khusus yang menangani kegiatan ini dikalangan mahasiswa. Badan itu adalah badan keolahragaan mahasiswa Indonesia (BKMI). Aktifitas-aktifitas yang perna diikuti PMII dalam badan olahraga ini antara lain :
-       Musyawarah Nasional BKMI di Jakarta
-       Pekan Olahraga Mahasiswa VIII di Makasar
Sedangkan wakil PMII dalam BKMI adalah sahabat Maisuri Abdulah, sahabati cucu Surapati dan sahabat Saeful Masykur.[6]
6.      Wadah-wadah gabungan organisasi generasi muda islam pada umumnya tidak berumur panjang tetapi saling patah tumbuh hilang berganti, hal ini pada umumnya diakibatkan karena egoism dari masing-masing organisasi mahasiswa islam sendiri. Dalam sejarahnya wadah federasi itu pernah ada untuk pertama kalinya adala PERPOSI (Perserikatan Pemuda Islam Indonesia) setelah organisasi ini tidak aktif kemudian muncul Persekutuan Perhimpunan Mahasiswa Islam (PPMI) dan akhirnya juga wadah ini tidak bertahan lama. Pada akhir 1964 lahir pula wadah pengganti yakni GEMUIS (Generasi Muda Islam) kembal wadah perserikatan ini juga tidak bertahan lama. Maka untuk mengatasi kekosongan yang diakibatkan tidak aktifnya GEMUIS, maka pada bulan Juni 1968 PMII menyeponsori berdirinya Persatuan Mahasiswa dan Pelajar Indonesia (PMPI). Organisasi ini dibentuk dengan tujuan antara lain : sebagai wadah penyaluran kehendak dari gabungan potensi pemuda pelajar dan mahasiswa islam dengan penitik beratkan bidang kehidupan agama dan solidaritas umat islam.
Beberapa kegiatan yang telah berhasil adalah :
-       Mengkoordinasi usaha-usaha yang merupakan tindak lanjut dari konferensi umat islam Asia Afrika.
-       Bantuan terhadap pengungsi Palestina baik moral maupun material.
-       Demonstrasi (protes terhadap kedatangan Kaisar Haile Selasie, Kepala Negara Etiopia) yang pada waktu itu amat menindas umat islam.
-       Dan usaha-usaha lain yang kompak dan terpadu sesame generasi muda islam dalam menghadapi Gerakan Kristenisasi terutama di daerah pedalaman Luar Jawa dan penggarapan bekas anggota PKI.
Adapun person PMII yang duduk dalam wadah PMII adalah sahabat Drs. Abduh Padare dan sahabat ini dipercaya sebagai ketua organisasi tersebut.[7]
7.      PMII juga tidak ketinggalan dalam penanganan masalah kesehatan bahkan pernah dilaksanakan angket kesehatan diseluruh Indonesia pada tahun 1965. Kegiatan-kegiatan yang berkenaan dengan kesehatan banyak dilaksanakan apabila PMII sedang mengadakan pengabdian masyarakat didesa-desa. Kegiatan tersebut biasana berbentuk pengobatan missal, khitanan dan penyuluhan tentang kesehatan dan kebersihan. Bahkan di PMII cabang Surakarta pernah mempunyai satu Biro Kesehatan dengan membuka 6 klinik pengobatan yang ditangani oleh 19 orang mahasiswa kedokteran tingkat akhir (Drs. Med).
Salah satu badan organisasi kemahasiswaan yang bekecimpung dalam masalah kesehatan adalah Word University Service (WUS). Dalam organisasi kesehatan internasional yang berkecimpung di dunia kemahasiswaan ini, PMII diwakili oleh sahabat dr. Fahmi Ja’far. Adapun kegiatan-kegiatan yang pernah diikuti antara lain : Konferensi Nasional Kesehatan Mahasiswa Indonesia di Puncak Bogor.[8]
8.      Dalam rangka untuk memupuk ukhuwah islamiyah terutama dikalangan generasi muda islam maka pada tanggal 14 Januari 1968 organisasi-organisasi mahasiswa islam mengeluarkan satu kebulatan tekad yang berbuyi :
-       Bahwa kami mahasiswa islam bertekad bulat untuk membina / menciptakan kerja sama yang sebaik-baiknya, baik dipusat aupun di daerah dera serta menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dengan penuh semangat ukhuwah islamiyah.
-       Bahwa kami ormas-ormas mahasiswa islam, berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk memelopori persatuan dan kesatuan umat islam dalam rangka mewujudkan Konsensus bersama dalam persatuan nasional.
-       Mennginstruksikan kepada seluruh Slagordo organisasi masing-masing untuk melaksanakan seluruh isi dan jiwa kebulatan tekad ini dengan penuh rasa tanggung jawab terhadap Allah SWT. serta memohon Taufik dan hidayahnya.
                        Pernyataan kebulatan tekad itu ditandatangani oleh pucuk pimpinan pergerakan mahasiswa islam Indonesia (Sekretaris PP PMII-Shiddiq Muhtadi, BA), Dewan Pimpinan Pusat Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia, DPP SEMI (Drs. Yunus Rahman), pengurus Besar kesatuan Mahasiswa Islam, PB PMII (Iskandar Sarumala), Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam, PB HMI (Mar’I Muhamad), Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, DPP IMM (Muhamah Jasman dan) Pucuk Pimpinan Himpunan Mahasiswa Al Wasliyah, PP HIMMAH (Muchtar HN).  
9. Sepenjang sejarah nasional, peranan pemuda dalam penumbuhan dan penegakan kesadaran berbangsa dan bernegara teramat besar, bahkan boleh dikatakan tidak ada saat-saat yang lowong bagi generasi muda Indonesia untuk selalu tampil kedepan memimpin bangsanya agar tetap menjadi bangsa yang terhormat dan berwibawa. Gerakan penumbuhan dan penegakan kesadaran berbangsa dan bernegara ini untuk pertaa kalinya lahir ketika mahasiswa kedokteran STOFIA JAKARTA membentuk organisasi Budi Utomo tahun 1908. Maka organisasi atau kelompok pemuda ini sering dinamakan angkatan perintis. Gerakan penumbuhan kesadaran berbangsa dan bernegara ini makin meningkat terutama setelah lahirnya berbagai macam organisasi pemuda baik yang bersifat keagamaan maupun kedaerahan seperti Trikoro Darmo, Yong Sumatra, Bond, Yong Sulawesi, Yong Maluku, Yong Islameten Bond serta banyak lagi organisasi pemuda dan mahasiswa yang lainnya. Para pemuda ini adalah orang yang pertama kali sadar akan perlunya rasa persatuan dan kesatuan sebagai langkah awal dari penumbuhan kesadaran berbangsa dan bernegara. Akhirnya mereka merasa yakin bahwasanya tanpa adanya rasa persatuan dan kesatuan tidak akan mungkin tercipta satu bangsa yang besar dan tumbuhnya pernyataan rasa kesatuan dan persatuan itu terikrarkan dalam acara kongres Pemuda ke II tanggal 28 Oktober 1928. Ikrar mereka dikenal dengan nama SUMPAH PEMUDA imana mereka menegaskan bahwasanya mereka hanya mempunyai satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air yakni Indonesia. Oleh karena itu sering kelompok ini dinamakan sebagai angkatan penegas atau angkatan 28.
                   Penegasan rasa berbangsa dan bernegara tidak akan banyak artinya kalau secara de facto tanah air dan bangsa Indonesia masih berada dibawah kekuasaan bangsa asing. Oleh karena itu setelah menyelami perjuangan dalam rangka membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan maka terdbraklah blenggu penjajahan itu pada tanggal 17 Agustus 1945. Generasi muda yang terlibat dalam pencapaian Proklamasi Kemerdekaan ini dikenal oleh sejarah dengan sebutan angkatan pendobrak atau angkatan 45.
     Setelah bangsa Indonesia merdeka peranan generasi muda dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan juga sangat besar, terutama pada saat terjadinya perang kemerdekaan tahun 1945 sampai dengan 1950. Dimana mana lahir tentara pejuang yang sebagian besar terdiri dari generasi muda pelajar dan mahasiswa. Setelah perang kemerdekaan usai, generasi muda tergabung dalam berbagai organisasi baik yang bersifat pelajar, pemuda maupun mahasiswa. Pada umumny pula organisasi pemuda pelajar dan mahasiswa menjadi onderbow partai politik atau organisasi masa yang lain. Iklim politik yang dikembangkan oleh pemerintah pada waktu itu menjadikan pula generasi muda sebagai orang muda cukup matang dalm politik. Mereka tumbuh sebagai orang muda yang berjiwa ktritis, dan berani menyuarakan aspirasi generasiny maupun aspirasi rakyat pada umumnya.
     Pada tahun 1965 PKI melakukan kudeta gerakan PKI ini dikenal dengan nama Gerkan tiga puluh September (G 30 S PKI). PKI yang sejak tahun 1920 memang sudah berusaha untuk menguasai Indonesia tetapi waktu itu menmui kegagalan (ketika terjadi pemberontakan PKI melawan pemerintah Hindia Belanda). Kemudian pada jaman kemerdekaan PKI juga pernah mencoba merebut kekuasaan dngan melakukan pemberontakan di Madiun pada tahun 1948. Usaha ini pula menemui kegagalan. PKI memang tidak pernah berputus asa, gerakan-gerakannya patah tumbuh hilang berganti, dan karena memang sistem politik yang dikembangkan pad waktu itu (Demokrasi Liberal) PKI dimungkinkan hidup kembali, dan akhirnya keluar sebagai 4 besar dalam pemilu 1955. Keberhasilan PKI ini dilanjutkan dengan gerakan pengembangan diri mereka dengan menyusupkan ativis-aktivis PKI pada segenap lapisan masyarakat baik ABRI maupun Sipil. PKI juga mengadakan gerakan-gerakan penumpasan tindak langsung terhadap lawan-lawan politiknya, terutama dikalangan generasi muda (islam) PKI merongrong dengan keras Organisasi Pelajar (PPI) organisasi mahasiswa (HMI) dan organisasi pemuda (GPII).
                   Setelah merasa dirinya kuat dan PKI mampu merangkul presiden Soekarno maka dilaksanakanlah perebutan kekuasaan tersebut dengan gerakan puncaknya menculik jendral-jendral angkatan Darat dan membunuhnya secara bidab diLubang Buaya. Tindakan PKI yang sangat kejam itu ternyata tidak mendapat perhatian yang semestinya dari presiden Soekarno, bahkan dalam kesempatan-kesemptan pidatonya beliau masih sempat memuji-muji PKI yang paling revolusioner.Melihat kenyataan yang seperti itu ditambah lagi dengan kekalutan situasi ekonomi dimana harga-harg naik sampi dengan 600% maka rakyat sangat tidak puas terhadap kebijaksanaan Sukarno. Lebih-lebih setelah lembaga legislatif yang merupakan tumpuan harapan rakyat tidak mampu menyalurkan aspirasi para pengikutnya.
                   Generasi muda yang selalu tampinl ke depan dalam sejarah perjuangan bangsa melihat kenyataan yang sedemikian rupa ini, terggahlah hatinya untuk menyuarakan aspirasi rakyat dan membela rakyt yang tertindas. Mereka turun ke jalan-jalan dan tampil dengan semboyan Tri Tura (Tri tuntutan hati nurani rakyat; bubarkan PKI beserta antek-anteknya, Ritul menteri-menteri yang goblok dn turunkan harga beras). Gerakn untuk pembubaran PKI ini tumbuh bagaikan jamur di musim hujan dikalangan mahasiswa lahir organisasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Dikalangan pelajar muncul KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia); dikalangan pemuda tumbuh KAPI (Kesatuan Aksi Pamuda Indonesia). Organisasi – organisasi kestuan aksi juga lahir dari kalangan profesi guru, buruh, sarjana, kaum wanita dan masih banyak lagi.
     Menghadapi gerakan genrsi muda ini pemerintah tidak mengambil kebijaksanaan yang tepat malah menghadapinya dengan kekerasan maka bergugurlah korban-korban dikalangan generasi muda yang sangat terkenl sebagai tumbal generasi muda adalah Arif Rahman Hakim. Dan untuk mengenang semangat Arif Rahman Hakim maka di Jakarta lahirlah satu wadah perjuangan yang ingin meneruskan perjuangannya wadah itu dinamakan laskar Arif Rahman Hakim. Gelombang protes terhadap pemerintah makin bertambah besar dan PMII pun yang pada waktu itu merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang cukup besar sangat berperan aktif dalm memimpin KAMI. Bahkan ketua PB PMII sahabat Zamroni pernah dipercaya untuk menjabat ketua umum presidium KAMI. Peranan dan kepeloporan PMII dalam kegiatan-kegiatan KAMI juga merata sampai kedaerah-daerah, hal ini dimungkinkan karena pada waktu itu PMII sebagai anak partai NU dan partai NU merupakan partai yang terbesar pada tahun-tahun itu. Situasi akhirnya dapat terselesaikan setelah presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1967 di istana Bogor menyerahkan wewenang kepada Letjen Soeharto agar turun tangan menentramkan situasi. Penyterahan wewenang itu dikenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret (SUPERSEMAR). Dengan supersemarlah akhirnya Latjen Soeharto bertindak membubarkan PKI beserta antek-anteknya, mengadili dan menangkap areka yang terllibat dalam pemberontakan tersebut serta mengadakan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang keterlibatan dan keamanan rakyat.
                   Dengan turunnya SUPERSEMAR maka sebagian dari tuntutan KAMI telah terlaksana kini organisasi itu kembali seperti sedia kala yakni menghimpun organisasi-organisasi extra universitas dan organisasi intra universitas tetapi nampaknya rasa persatuan dan kesatuan dalam tubuh KAMI makin rapuh hal ini diakibatkan oleh beberapa hal :
-  Sebagian besar dari aktifis KAMI telah sampai mencapai derajad kesarjanaannya sehingga mereka tidak lagi aktif memimpin organisasi mahasiswa, para pengganti pengurus organisasi mahasiswa ini tidak saling mengenal dalam tubuh KAMI hal ini berbeda dengan para senior-seniornya yang terhimpun dalam wadah KAMI dan mereka selalu bersaama-sama ketika melakukan gerakan AKSI dulu.
-  KAMI sebagai satu gerakan aksi tidak mampu menyuguhkan satu program yang jelas dan berkesinambungan.
-  Secara obyektif juga generasi muda mengalami kelelahan fisik dan mental setelah dalam tahun-tahun akhir 1965 sampai 1967 turun ke jalan berdemonstrasi.[9]
Usaha-usaha untuk melestarikan wadah KAMI tetap dilaksanakan bahkan PMII sendiri sebagai organisasi yang dipercaya menduduki ketua presidium KAMI pusat tetap berusaha mempertahankan eksistensi KAMI dengan berprinsip beberapa hal :
-  Pada dasarnya KAMI harus dipertahankan eksistensinya.
-  KAMI harus mampu mendorong terbentuknya organisasi nasional mahasiswa Indonesia multi fungsi, yaitu :
a.       Pengembang kreasi dibidang pengetrapan ilmu dan sistem. Grup-grup valuntir akan bisa lahir dari aktifitas demikian itu.
b.      Sebagai moral force yang faham akan ilmu politik dan tahu politik praktis. Diharapkan dinamikanya akan mampu selalu memurnikan strategi nasional dan tujuan perjuangan nasional. Militansinya akan merupakan pendobrak kebatilan dalam segenap bentuknya.
c.       Pengembang usaha-usaha keamanan diberbagai bidang, fisik dan spiritual terutama terhadap ancaman combeceknya PKI dan Orde Lama.[10]
               Upaya untuk melanggengkan eksiostensi KAMI ini diadakan dengan pelaksanaan rapat kerja KAMI pusat yang berlangsung pada tanggal 2 sampai dengan 6 Juni 1967 di Ciawi Bogor. Tetapi hasil rapat kerja itu tidak mampu melanggengkan eksistensi KAMI bahkan beberapa anggota organisasi KAMI yakni SOMA (Serikat Organisasi Mahasiswa Lokal, gabungan organisasi kedaerahan) dan PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) serta dewan mahasiswa Institut Teknologi Bandung mereka menyatakan keluar dari KAMI. Akhirnya usaha-usaha untuk melanggengkan KAMI ini tetap menemui kegagalan dan bahkan berkelanjut pada usaha pemerintah untuk menghimpun wadah generasi muda yang kelak kemudian hari dikenal dengan KNPI.
   Kendatipun demikian PMII tetap berusaha mempertahankan eksistensi KAMI itu sampai detik-detik terakhir dalam usaha mempertahankan eksistensi KAMI PMII berprinsip pada beberapa hal :
a.         Pada dasarnya KAMI harus dipertahankan eksistensinya.
b.        KAMI harus mampu mendorong terbentuknya organisasi nasional mahasiswa Indonesia yang mempunyai berbagai fungsi, yaitu :
-            Pengembang kreasi dibidang pengetrapan ilmu dan sistem.
-            Sebagai moral force yang faham akan ilmu politik dan tahu politik praktis. Diharapkan dinamikanya akan mampu selalu memurnikan strategi nasional dan tujuan perjuangan nasional.
-            Mengembangkan usaha-usaha keamanan diberbagai bidang, fisik dan spiritual terutama terhadap ancaman combeceknya PKI dan Orde Lama
c.       Sebagai partisipan kongres adalah (maksudnya PMII menginginkan lahirnya wadah kongres nasional mahasiswa indonesia termasuk yang tergolong dalam wadah “swasta”. Perimbangan dalam KMNI (Kongres nasional mahasiswa indonesia) kira-kira jumlah organisasi extra universitas sama dengan jumlah dengan delegasi organisasi intra universitas.[11]
Demikianlah peranan PMII sebagai organisasi pemuda mahasiswa dalam forum kepemudaan dan kemahasiswaan baik yang berskala nasional maupun internasional dan peranan ini juga merupakan kontribusi PMII sebagai organisasi pembinaan pengembangan dan perjuangan dalam rangka mengisi kemerdekaan Indonesia.


[1]  Harian Suara Islam, Jakarta tanggal 22 September 1965- Agus Salim Sitompul, Drs, Sejarah Perjuangan HMI, pt Bia Ilmu, Surabaya, 1967, hal 61.
[2]  Chatibul Umam, Drs, Sewindu PMII, PC PMII Ciputat, 1967, hal 4
[3]  Ibid, hal 5
[4] Laporan PP PMII dalam Kongres IV di Makasar tanggal 25-30 April 1970, hal 5.
[5] Ibid, hal 15.               
[6] Ibid, hal 15.
[7] Ibid hal 16
[8] Ibid hal 16
[9] Perisma nomor 12 Desember 1970, dialog, GERAKAN Orang Muda: Gelombang yang tak kunjung mencapai pantai, hal 25 – 47.
[10] Surat PP PMII nomor 497/PP-IV/V-69 tertanggal Jakarta 31 Mei 1969, hal, Kongres Nasional Mahasiswa Indonesia.
[11] Ibid, hal 15
More aboutSejarah PMII Solo (18),