RSU (Republik Salah Urus)

Diposting oleh Perisai Jateng on Senin, 06 Juli 2009

Apakah negeri ini salah urus? Negeri yang subur, ijo royo-royo, iklim tropis tidak bisa memenuhi sendiri pangan bagi warga negaranya. Kita masih meng-import beras, buah, kedelai, daging serta kebutuhan pangan lainnya dari negara lain. Apakah era swasembada pangan Indonesia telah berlalu? Seperti apa yang pernah dicapai pada kurun 1984. Menurut Menteri Pertanian, Anton Apriyanto, Indonesia sudah mencapai swa sembada beras lagi sejak 2004. Mentan berdalih bahwa definisi swasembada beras adalah mencukupi 90 persen kebutuhan beras dari dalam negeri. Impor beras dalam kurun waktu 2005 hingga 2006 berjumlah kurang dari satu persen produksi beras nasional. “Indonesia sudah memenuhi 99 persen beras dari dalam negeri. Jadi sebenarnya kita sudah swasembada,” katanya.* Impor itu pun terpaksa dilakukan karena ada kebutuhan untuk mengisi pasokan stok pemerintah yang berkurang. Di sisi lain Indonesia juga mengekspor beras. Tahun lalu ekspor beras mencapai 45 ribu ton. Ekspor impor, dinilai Anton, adalah sesuatu yang bersifat dinamis. Yang penting kita berhasil menekan impor sekecil mungkin. Setelah swasembada beras, akan dilanjutkan dengan minimal swasembada berkelanjutan. “Swasembada gula pada tahun 2009, jagung 2007, kedelai 2010, dan daging sapi 2014,” kata Mentan. Tapi paparan Mentan tadi perlu balancing, ekonom Iman Sugema cukup kritis, “Harus dilihat dulu. Jangan-jangan swasembada ini ditopang beras selundupan yang bisa saja jumlahnya melebihi impor.” OK, kita tak perlu berdebat lagi mengenai kondisi sudah swasembada atau belum. Secara kasat mata jelas ada “something wrong” dalam bidang pertanian kita. Katanya kita negara agraris tetapi pertanian bukan menjadi penopang perekonomian kita. Kita masih mengimport bahan makanan dari negara yang secara kesuburan kalah dibanding kita. Yang lebih membuat miris adalah nasib petani kita. Mereka betul-betul dimarjinalkan. Ketika panen yang seharusnya membuat mereka berbahagia, mereka justru bersedih akibat anjloknya harga jual. Alih-alih untung, malah buntung. Jadi memang ada yang salah dalam manajemen pertanian kita. Atau jangan-jangan memang tidak di-manage? Penulis bukan ahli pertanian, tapi ingin memberikan sumbang saran bagi kemajuan pertanian di Indonesia. Karena bukan ahli, bisa saja hasil pemikiran ini sudah basi dan pernah dilontarkan oleh orang lain. Untuk membangun pertanian Indonesia ada beberapa kerja yang harus dilakukan, yaitu : 1. Pembuatan Sistem Informasi (SI) Pertanian Indonesia Pemerintah harus membangun sebuah sistem informasi pertanian terpadu yang meliputi data base : Lahan (tanah, air, cuaca), Vegetasi pertanian yang cocok dengan karakteristik lahan , Infrastruktur Eksisting (irigasi, jalan, pasar), serta Supplay-Demand. Dengan data base tersebut maka disusun pola tanam yang paling ideal, yaitu jenis dan varietas tanaman yang paling cocok, pembagian area jenis tanaman dan kuotanya di setiap daerah serta jadwal tanamnya. Sistem Informasi pertanian ini selain akan mengoptimalkan lahan juga bisa menjadi alat antisipasi ketidakseimbangan Supply-Demand. Pada waktu panen, petani tidak akan dirugikan dengan anjloknya harga akibat kelebihan Supply. Konsumen juga tidak akan ditakutkan dengan melambungnya harga akibat kekurangan pasokan bahan makanan. 2. Pembuatan Supply Chain Management yang efisien dan infrastrukturnya Supply Chain Management ini meliputi manajemen lalu lintas bibit tanaman, pupuk, serta pemasaran hasil pertanian. Supply Chain Management pertanian ini akan terkait erat dengan Sistem Informsi Pertanian di atas. Karena Indonesia masih sangat kekurangan infrastruktur pendukung Supply Chain Management, Pemerintah harus bekerja keras membangun infrastruktur pendukung, terutama jalan dan pasar induk hasil pertanian. Kerja ini sebenarnya bisa juga diperingan oleh peran swasta. Misalnya perusahaan swasta yang bergerak di bidang pertanian dan penjualannya membangun infrastruktur jalan atau pasar induk, tentunya diimbangi dengan insentif dari pemerintah. 3. Penggalakan kembali penyuluhan teknologi pertanian dan pendampingan manajemen pertanian.  Dari hasil diskusi dengan teman-teman dari Thailand, saya betul-betul iri. Bagaimana pemerintah di sana memberikan perhatian yang besar kepada petani khusunya dalam pemberian penyuluhan teknologi pertanian. Penyuluhan teknologi pertanian adalah sebuah keharusan. Masa di Abad 21 ini pertanian kita masih dikerjakan secara purbakala? Ingat bahwa tidak semua petani kita adalah lulusan sekolah pertanian! Boro-boro sekolah pertanian, SD saja banyak yang tidak lulus. Pemerintah harus memahami ini. Tugas penyuluhan pertanian kepada petani bisa dibantu dengan peran universitas-universitas kita, misal melalui program KKN yang melibatkan mahasiswa pertanian, atau mahasiswa teknik yang mengajari teknologi tepat guna di bidang pertanian. Universitas juga bisa membentuk inkubator bisnis bagi mahasiswanya untuk bergerak di bidang pertanian yang melibatkan peran swasta dalam permodalan. Selain itu peran sarjana-sarjana pertanian kita masih perlu dioptimalkan. Jujur saja, memang bidang pertanian sekarang masih belum menjanjikan, sehingga banyak sarjana pertanian yang bekerja di bidang lain. Sehingga wajar saja ada olok-olokan, bahwa IPB itu bukan Institut Pertanian Bogor, tetapi Institut Pegawai Bank. 4. Pemberian kemudahan fasilitas kredit pertanian Petani kita tidak malas, lihatlah mereka itu mampu bertahan seharian di terik matahari dengan tekun. Hanya saja mereka bekerja dalam skala produksi yang kecil dan modal seadanya. Karena skala produksi yang kecil mereka tidak bisa bermain di fix cost yang mereka tanggung. Karena modal yang seadanya mereka sering terjebak pada sistem ijon atau lintah darat. 5. Optimalisasi lahan di luar Jawa melalui penggalakan kembali transmigrasi Seperti telah disinggung dalam point 4 di atas bahwa kebanyakan petani kita, terutama petani-petani di Pulaiu Jawa, bekerja pada skala produksi yang kecil. Pemerintah harus menggalakkan kembali program transmigrasi, tentunya dengan lebih terencana. Transmigrasi adalah program yang mampu memanusiakan petani-petani kecil, memberikan mereka kesempatan untuk maju dan berkembang. Dalam mengembangkan transmigrasi kembali, pemerintah mesti mengantisipasi konflik horizontal antara pendatang dan transmigran. Hal yang tak kalah penting adalah pembangunan sarana pendukung bagi transmigran, terutama fasilitas pendidikan bagi anak-anak transmigran. 6. Diversivikasi bahan pangan Masyarakat Indonesia harus terus belajar, bahwa makanan pokok kita tidak harus beras. Apa gunanya kita berada di negeri subur dengan beraneka ragam jenis tanaman pangan. Diversifikasi pangan ini akan akan mendukung swasembada dan ketahanan pangan kita. Diversifikasi pangan juga akan mendorong pemanfaatan tanah secara optimal sesuai dengan tingkat kecocokan jenis tanaman. Pada gilirannya diversifikasi pangan akan memberikan efek stabilitas harga pangan di dalam negeri : Petani untung, konsumen untung.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?