Home » Archives for 2008
emailnya kok masih sepi
Diposting oleh admin on Kamis, 23 Oktober 2008
Geopolitik dan Ekonomi Dunia
Diposting oleh admin on Sabtu, 18 Oktober 2008
RINGKASAN MATERI PETA GEOPOLITIK-GEOEKONOMI DUNIA
Diposting oleh admin
Kusdiyanto Ketua Umum PMII Jateng
Diposting oleh Perisai Jateng on Minggu, 14 September 2008
KONFERENSI KOORDINATOR CABANG DITOLAK?????
Diposting oleh Perisai Jateng
Ayo kursus manual IT
Diposting oleh admin on Selasa, 05 Agustus 2008
Kusdiyanto Terpilih Menjadi Ketum PMII Jateng
Diposting oleh admin on Sabtu, 02 Agustus 2008
Mengenal Ideologi Dunia
Diposting oleh Perisai Jateng on Minggu, 20 Juli 2008
Pendidikan Vs Reality Show
Diposting oleh diam
Oleh : Nur Rokhim
Kader PMII Solo
Arus globalisasi telah menyentuh berbagai sendi kehidupan manusia di dunia. Cepatnya arus globalisasi menurut William K.Tabb (2003) mampu membentuk rezim perdagangan dan keuangan dunia serta mendefinisikan ulang kesadaran pada tingkat yang paling dekat dan lokal, mempengaruhi bagaimana orang memandang dirinya, ruang gerak anak-anak mereka dan entitas mereka sehingga mengalami perubahan akibat kekuatan globalisasi ini. Krisis multidimensional di Indonesia telah menggiring kehidupan masyarakat Indonesia dalam ranah-ranah pragmatis dan ironisnya, untuk memperoleh itu semua masyarakat kita terjebak dalam tatanan global yang dinamakan jalan pintas atau untuk memperolehnya dengan instan tanpa ada sebuah perjuangan.
Dampak globalisasi media ini membuka arus informasi semakin bebas dan cepat sehingga membuat benturan-benturan budaya di Indonesia dan luar negeri, yang notabene tak dikenal di Indonesia. Jadi kekhawatiran bangsa terasakan benar adanya ancaman, penaklukan, serbuan dan pelunturan nilai-nilai luhur dalam paham kebangsaan.
Imbasnya adalah makin maraknya reality show yang ditayangkan di hampir semua stasiun televisi swasta dimana pada acara tersebut menjanjikan kehidupan enak berlimpah materi dengan setting panggung yang menghebohkan dengan tujuan akan lahirnya seseorang artis yang bertalenta yang minimal laku di pasaran.
Ironinya, acara tersebut ditayangkan pada waktu jam dimana anak- anak sekolah diharuskan belajar yaitu pada pukul 19.00-21.00. Dan penayangannya pun hampir setiap hari. Bayangkan, 7 hari dalam seminggu anak-anak kita dihadapkan pada sebuah reality show yang hanya menjanjikan kesenangan sesaat dan menciptakan mimpi-mimpi semu. Sementara dunia pendidikan tak tersentuh sama sekali. Penulis mencatat setidaknya ada bebarapa reality show yang mengisi layar kaca televisi.
Judul Acara | Stasiun TV |
Dan mungkin akan bertambah lagi, semisal reality show yang bergenre social, asmara, kuis dsb. Bayangkan, setiap hari kita disuguhi acara –acara yang selain tidak memiliki efek menghibur sama sekali, malah cenderung membuat kita semakin terbuai dengan mimpi yang melambung.
Lantas apa yang harus dilakukan oleh Negara Indonesia yang saat ini masih dicap sebagai negara berkembang dalam mengatasi tranformasi media yang pada akhirnya akan merubah perilaku dan budaya manusia?
MEMAKSIMALKAN PERAN PENDIDIKAN
Dari tahun ketahun dunia pendikan Indonesia menunjukkan peningkatan secara kuantitatif. Pada tahun 1965 jumlah sekolah dasar (SD) sebanyak 53.233 dengan jumlah murid dan guru sebesar 11.577.943 dan 274.545 telah meningkat pesat menjadi 150.921 SD dan 25.667.578 murid serta 1.158.004 guru (Pusat Informatika, Balitbang Depdikbud, 1999). Jadi, dalam waktu sekitar 30 tahun jumlah SD naik sekitar 300%. Data tersebut belum untuk tingkat SMP dan SMA, dipastikan untuk tahun 2008 lebih dari itu. Sungguh hal yang patut disyukuri. Akan tetapi, peningkatan secara kuantitatif tidak diimbangi dengan peningkatan pendidikan secara kualitatif, sehingga muncul banyak ketimpangan-ketimpangan pendidikan di dalam masyarakat kita. Yang paling menonjol adalah: a) kualitas out put pendidikan dengan kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan. Sering kita jumpai di dunia kerja seseorang bekerja akan tetapi lepas dari background pendidikannya, b) ketimpangan kualitas pendidikan di desa dan di kota, di luar Jawa dan Jawa, antara si miskin dan si kaya. Disamping itu juga muncul permasalahan-permasalahan terkait dunia pendidikan kita . Pertama, pendidikan cenderung menjadi sarana stratifikasi sosial. Kedua, pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge, yakni pengetahuan yang terlalu bersifat text-book sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari akar sumbernya maupun aplikasinya.
John C. Bock, dalam Education and Development: A Conflict Meaning (1992), mengidentifikasi peran pendidikan tersebut sebagai : a) memasyarakatkan ideologi dan nilai-nilai sosio-kultural bangsa, b) mempersiapkan tenaga kerja untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, dan mendorong perubahan sosial, dan c) untuk meratakan kesempatan dan pendapatan
Di Indonesia, pendidikan acap kali dijauhkan dari permasalahan-permasalahan realitas yang ada didalam kehidupan, murid-murid lebih dikenalkan pada penghapalan teoritis, bukan diajarkan bagaimana cara mempraktekkan pemecahan suatu problem, kegagalan pendidikan ketika murid-murid hanya dijadikan objek pendidikan yang tidak memiliki daya tawar menawar. Penekanan pada proses menghapal ketimbang melatih berpikir juga membentuk murid-murid lebih pada kesenangan bersikap dogmatis ketimbang kritis, manusia yang terbiasa menghapal adalah manusia mekanis dan itu sesungguhnya menjauhkan manusia pada proses eksistensialisnya, dimana proses penemuan eksistensi lebih mudah pada proses kegelisahan intelektual ketimbang kebekuan intelektual.
Perjelas Paradigma Pendidikan Indonesia untuk membentuk karakter bangsa
Pembaharuan dibidang pendidikan harus segera dilakukan, bila selama ini pendidikan hanya memfokuskan seorang guru sebagai pusat pendidikan (pedagogic) harus diganti dimana peserta didik sebagai pusat pendidikan dan pendidikan persekolahan nasioanal juga harus didasarkan pada paradigma peranan pendidikan dalam pembangunan nasional yang tepat, sesuai dengan realitas masyarakat dan kultur bangsa sendiri.
Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo mengatakan dalam lokakarya pendidikan di UPI (19/4/2005), paradigma sumber daya manusia tidak lagi relevan dipergunakan dalam bidang pendidikan. Menu-rutnya, yang sekarang menjadi acuan bagi dunia pendidikan adalah paradigma manusia seutuhnya. Terkait dengan perubahan peserta didik dijadikan sebagai subjek ada perubahan paradigma pendidikan dari pengajaran menjadi pembelajaran sehingga akhirnya output pendidikan akan tercipta ruang krativitas, enterpreunership yang pada akhirnya akan membentuk karakter bangsa yang mandiri. Pun sama yang diucapkan presiden Indonesia Susilo Bambamg Yudoyono bahwa pendidikan harus membentuk karakter bangsa, hal yang sama dan pernah dilakukan oleh Presiden RI Ir. Sukarno adalah pembangunan “character dan nation building”, namun pertanyaan selanjutnya adalah kenapa harus pendidikan? Diakui atau tidak pendidikan merupakan motor penggerak utama dalam perubahan peradaban manusia. Pendidikan merupakan proses berpikir secara sadar dan terencana mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat serta melatih cara-cara berpikir dengan metode yang disepakati dalam ranah ilmiah. Pada hakekatnya pendidikan bukan menciptakan manusia menjadi tahu dan terampil akan tetapi mampu untuk berpikir secara sistematis, bisa memilh mana yang baik dan buruk. Pada dasarnnya menciptakan manusia yang bermoral, secara idealisnya menciptakan manusia baru yang dapat memecahkan permasalahannya dengan berpikir, berbicara dan bertindak.
System pendidikan formal persekolahan juga harus lebih menekankan pada proses pembelajaran (learning) dari pada mengajar (teaching), 2) Pendidikan diorganisir dalam suatu struktur yang fleksibel; 3) Pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri, dan, 4) Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi dengan lingkungan. Pendidikan harus mempunyai system dua arah yang saling melengkapi. Artinya, pendidikan sebagai suatu proses tidak bisa dilepaskan dari perkembangan dan dinamika masyarakatnya. Dunia pendidikan senantiasa mengkaitkan proses pendidikan dengan masyarakatnya pada umumnya, dan dunia kerja pada khususnya. Keterkaitan ini memiliki arti bahwa prestasi peserta didik tidak hanya ditentukan oleh apa yang mereka lakukan di lingkungan sekolah, melainkan prestasi perserta didik juga ditentukan oleh apa yang mereka kerjakan di dunia kerja dan di masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain, pendidikan yang bersifat dua arah menekankan bahwa untuk mengembangkan pengetahuan umum dan spesifik harus melalui kombinasi yang strukturnya terpadu antara tempat kerja, pelatihan dan pendidikan formal sistem persekolahan.
Dengan kata lain pendidikan jangan hanya dipandang sebagai dunia tersendiri melainkan bagian dari keseluruhan yang ada di masyarakat, oleh karena itu proses pendidikan harus mempunyai keterakitan dan keseimbangan yang mendasar sebagai satu kesatuan dengan dunia kerja sehingga tercipta “right mens in the right jobs” benar adanya. Memandang pendidikan sebgai satu kesatuan merupakan langkah awal untuk menyelesaikan problematika yang ada di masyarakat.
Reality show merupakan problematika masyarakat, imbas dari globalisasi yang hanya berinterest terhadap perdagangan dan kapitalisme. Mengutip perkataan negarawan afrika selatan Nelson Mandela “ pendidikan merupakan senjata menaklukan dunia” . untuk itu peran masyarakat dan pemerintah sangat menentukan pembentukan karakter bangsa indonesia, apakah pendidikn ini akan dibawa untuk mengikuti arus globalisasi atau menentangnya?
PMII DAN TANTANGAN GLOBAL
Diposting oleh admin on Jumat, 18 Juli 2008
Oleh: Nur Rokhim
Kader PMII SOLO
Mahasiswa merupakan struktur tertinggi dalam bagan penimba ilmu pengetahuan (pelajar, student), dengan berbagai bekal pengalaman empiris dan kemampuannya mendayagunakan kognitifme berpikir-baca rasionalitas- maka mahasiswa dipandang mempunyai kelebihan dan kedewasaan dalam bersikap maupun bertindak disetiap persoalan. Hal inilah yang menurut penulis sebagai modal mahasiswa menunjukkan identitas dan eksistensinya dengan berbagai model gerak dan kiprah dimasyarakat maupun bangsa dan Negara. Padahal tidak ada aturan yang yang membedakan antara mahasiswa dan pelajar dalam gerak maupun kiprahnya dalam masyarakat secara aktif semisal advokasi, demo dan sebagainya.
Perwujudan eksistensi inilah yang menimbulkan berbagai macam bentuk peran yang dilakukan oleh mahasiswa yang tentu saja peran itu sesuai dengan kapasitas pikiran mereka. Tak dapat kita pungkiri berbagai macam organisasi yang ada ditingkat mahasiswa baik intra maupun ekstra kampus merupakan salah satu dampak dari polarisasi pikiran mereka. Almarhum Bapak Mohammad Natsir (mantan Perdana Menteri Indonesia) pernah mengatakan,” Tidak ada percetakan yang bisa mencetak pemimpin”. Menurut Natsir lagi, pemimpin tidak lahir di bilik kuliah tetapi tumbuh sendiri dalam hempas pulas di kancah gelandangan ummah, muncul di tengah-tengah pergumulan masalah, menonjol dari kalangan rekan-rekan seangkatannya, lalu diterima dan didukung oleh umat. Justeru itu,kertas kerja ini akan memperlihatkan bagaimana kepimpinan mahasiswa di kampus harus diperkasakan dalam melahirkan golongan intelektual yang akan menjadi harapan ummah pada masa akan datang. Tambahan pula, kebanyakan mahasiswa tidak mampu mendepani ledakan arus globalisasi yang kian menghimpit struktur masyarakat kini. Harus diingat, gerakan mahasiswa merupakan suatu kuasa yang harus diambil perhatian kerana ia mempunyai sejarah yang tersendiri. Maka tidak hairanlah pemimpin dari peringkat Negara sehinggalah di peringkat masyarakat lahir daripada mantan pimpinan kampus di era 70an dulu.
Sejarah banyak mencatat tokoh-tokoh besar lahir dari gerakan-gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa dalam pergulatan politik yang ada. Pergerakan Mahasisawa Islam Indonesia lahir pada tanggal 17 april 1960 dengan latar belakang situasi politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia pada waktu itu.
Keberadaan PMII dalam konstelasi sosial politik di negeri ini tak bisa dipandang sebelah mata. Diakui atau tidak, keberadaan PMII menjadi salah satu kekuatan yang selalu dipertimbangkan oleh berbagai kelompok kepentingan (interest group) terutama pengambil kebijakan, yakni negara. Pada sisi lain, tak bisa dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa mengalami polarisasi dalam entitas dan kelompok-kelompok tertentu yang berbeda, bahkan acapkali bertentangan satu sama lain. Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang melingkupinya, seperti perbedaan ideologi, strategi dan lainnya.
PMII sebagai salah satu orgainisasi mahasiswa yang masih eksis dalam kancah pergerakan mahasiswa di Indonesia diharapkan mampu untuk membawa perubahan-peruabahan bagi kamajuan Indonesia akan tetapi banyak hal-hal kedepan yang menjadi tantangan PMII untuk memujudkan cita-citanya membawa Indonesia kearah lebih baik.
Globalisasi :
Eksistensi dan posisi gerakan mahasiswa dihadapkan pada sebuah realitas dunia global yang tidak bisa dihindarkan. Arus globalisasi telah menyentuh berbagai sendi kehidupan manusia di dunia. Cepatnya arus globalisasi menurut William K.Tabb (2003) mampu membentuk rezim perdagangan dan keuangan dunia serta mendefinisikan ulang kesadaran pada tingkat yang paling dekat dan lokal, mempengaruhi bagaimana orang memandang dirinya, ruang gerak anak-anak mereka dan entitas mereka sehingga mengalami perubahan akibat kekuatan globalisasi ini. Persoalannya adalah bagaimana sikap kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) terhadap realitas global ini. Apakah gerakan mahasiswa menolaknya secara radikal atau hanya cukup memahaminya atau mempersiapkan diri untuk ikut berkompetisi dan memposisikan diri sejajar dengan mereka secara wajar ?.
Gesekan dunia global menjadi tren dalam kondisi saat ini, karenanya seluruh kader PMII perlu memahami secara benar tentang realitas-realitas dunia yang sedang mengalami pergolakan dalam berbagai unsur kehidupan. Melihat trend (Trend Watching) yang terjadi dalam pergeseran dunia global adalah kerangka dalam memahami apa yang sedang terjadi hari ini, dan apa yang akan kita lakukan di masa-masa yang akan datang. Tren yang terjadi hari ini adalah dominasi kekuatan global yang tidak bisa dihindarkan dalam ranah kesadaran ummat manusia. Dalam kondisi seperti ini, langkah yang harus dilakukan adalah pembangunan kemampuan dan kapabilitas (kompetensi) personal maupun kolektif.
Globalisasi memang tidak bisa dipungkiri lagi dan ditahan perkembangannya namun sebagai sebuah etkana mahasiswa pmii harus bisa untuk mengcounter agar tidak terbawa arus atau kita akan ditinggalkan olah jaman, untuk itu ada beberapa langkah agar kita sebagai sebuah pergerakan tidak mati
Dari Membaca ke analisis :
Seperti tersebut diatas bahwa mahasiswa merupakan struktur tertinggi dalam bagan ilmu pengetahuan maka PMII sebagai salah satu gerakan yang unsurnya tidak lepas dari dunia kemahasiswaan yang setiap hari berkutat dengan keilmuan, ironis jika gerakan mahasiswa terjadi banyak kejumudan. Karenanya tradisi-tradisi yang ada diantaranya tradisi membaca harus di imbangi dengan tradisi menganalisa berbagai aspek persoalan dengan berpikir logis dan mendalam. Tipe masyarakat inilah yang menjadi miniatur lahirnya peradaban manusia maju dan menyejarah. Maju karena masyarakat ini menempatkan ilmu sebagai sinar dalam kehidupan. Menyejarah, karena mereka membuat sebuah kejutan bagi lahirnya paradigma baru bagi terciptanya masyarakat yang ilmiah (knowledge society).
Realitas ini sesuai dengan wahyu yang pertama kali diturunkan kepada nabi Muhammad saw, yaitu konsep membaca (iqra). Dengan turunnya wahyu yang pertama ini, maka ada sebuah perubahan berdimensi wahyu yang mampu memberikan jawaban atas kondisi kemanusiaan. Konsep pembacaan atas realitas baik yang bersangkutan dengan teologi, etika, visi kemanusiaan dan ilmu pengetahuan berawal dari proses pemahaman yang radikal akan hakikat dan subtansi nilai yang terkandung dalam surat tersebut.
Dimensi pembangunan gerakan mahasiswa agar ilmiah di awali dengan konsep membaca (iqra), sesuatu yang berhubungan bukan hanya dengan membaca teks dan naskah tetapi lebih dari itu, makna iqra bisa berarti menelaah, meriset, merenungkan, bereksperimen, berkontemplasi. Objeknya bisa berupa kalam illahi maupun hadist rosullah dan hasil kaya manusia baik berupa handbook ilmu pengetahuan dan budaya maupun fenomene-fenomena sosial politik.
Pemahaman Kontekstual
Ilmu pengetahuan yang didapat dari dunia kampus merupakan pemahaman-pemahaman materi yang bersifat tekstual karena itu diperlukannya sebuah penelaahaan dan penyeimbangan terhadap pemahaman realitas sosial yang terjadi dimasyarakat. PMII seyogyanya tidak hanya berkubang dalam masalah pemahaman terhadap teks-teks saja akan tetapi harus jeli melihat perubahan dunia dari pemahaman teks –teks tersebut oleh karena itu pemahaman teks yang tersebar dalam berbagai literature harus bisa menjadi penyeimbang terhadap kondisi perubahan jaman. Disamping itu juga paradigm kader PMII harus bertumpu pada keseimbangan ideologis ilmu pengetahuan dengan ketajaman pisau analisis terhadap realitas persoalan-persoalan yang terjadi. PMII harus mampu membaca, mengkaji, dan berdiskusi secara logis, kritis, sistematis, dan komprehensif, serta mampu membedah persoalan dari berbagai aspek dan sudut pandang ilmu dan madzhab yang bersifat konstruktif. Hal ini harus menjadi kultur yang melekat disetiap kader-kader PMII. Dalam konteks kekinian kader PMII harus bisa bergaul dalam dimensi yang lebih luas agar kedepan kader PMII bisa menjawab dan memberikan solusi terhadap persoalan yang ada jika itu tidak bisa maka tidak dipungkiri PMII akan ditinggalkan oleh jaman yang sedang berubah untuk itu setiap kader harus mempunyai kompetensi-kompetansi yaitu 1) kemampuan berbahasa asing (2) kemampuan berorganisasi dan manajemen yang canggih (3) kemampuan membangun jaringan (net work).
Langkah-langkah rasional selanjutnya dalam menghadapi tatanan dunia global bagi kader PMII dalam dunia kampus adalah membangun kesadaran bersamadengan meningkatkan kompetensi dan skil dalam memposisikan diri supaya sejajar dengan bangsa-bangsa Barat dalam bidang ilmu Pegetahuan. Karenanya budaya dan tradisi yang selama ini dilakukan di kampus untuk digeser kearah perubahan paradigma yang lebih rasional. Perubahan paradigma tersebut meliputi perubahan sikap dalam memahami budaya dan tradisi yang ada.
Tidaklah kaku jika mahasiswa membangun dialog peradaban (civilization) di kampus, minimal ada dua paradigma visi dialog pembangunan masyarakat berperadaban. Pertama, perubahan eksistensi dan identitas diri, yang mampu melahirkan paradigma kehidupan sosial baru dan merdeka, bebas dari penghambaan terhadap unsur-unsur materi, melahirkan kehidupan segar, integral dan profetik. Era kehidupan yang syarat dengan nilai kemanusiaan dan bervisi masa depan. Tonggak fundamental pertama ini merupakan visi kehidupan ummat manusia kearah pembebasan diri, dari kungkungan materi yang menjadi ideologinya.Visi kehidupan ini mengarahkan manusia pada ideologi yang sesungguhnya dan menjadi benteng kekuatan para pewaris peradaban. Ini merupakan asas fundamental bagi terwujudnya masyarakat berperadaban. Proses ideologisasi kedalam tubuh masyarakat secara radikal harus dilakukan. Proses ini perlahan tapi pasti, proses inilah yang disebut dengan fase penanaman akidah. Kedua, yaitu pola pembangunan struktur pengetahuan ummat manusia yang secara bersamaan dilakukan dalam kerangka membangun kesadaran untuk membaca atas realitas yang sedang terjadi
Semoga tantangan global dalam perubahan jaman tidak membuat nalar kritis kita sebagai organ pergerakan terkebiri dan terjebak dalam hal-hal yang membuat idelisme kita tergadaikan dalam tataran pragmatisme.
Siklus Gerakan Politik NU
Diposting oleh Perisai Jateng on Kamis, 17 Juli 2008
Mengapa PSB on Line di Solo Kacau?
Diposting oleh admin on Rabu, 16 Juli 2008
Kita tentu juga ikut prihatin kenapa hal itu terjadi, apakah tidak diprediksikan sebelumnya. Apa protes masyarakat hanya akan dijawab dengan ucapan “maaf seribu kali maaf ini hanyalah kendala teknis!” itu sudah cukup! Pemerintah yang sudah berani mengambil kebijakan tentang PSB on line tentu seharusnya juga sudah siap dengan berbagai persoalan yang sangat pokok dalam urusan yang berkaitan dengan PSB on line. Misalnya saja bagaimana website yang dibuat itu harus diberi ruang traffic/bandwidth(kapasitas untuk berlalu lintas) dalam porsi yang sangat besar disesuaikan dengan perkiraan dengan jumlah berapa orang yang akan mengakses web tersebut.
Jadi yang perlu diperbesar itu adalah ruang traffiknya bukan ruang teks/webspace (ruang untuk memuat tulisan). Untuk ruang teks dalam kegiatan PSB on line ini hanya membutuhkan kapasistas dalam jumlah yang sedikit. Maka sekali lagi ruang traffic itu harusnya diberi porsi yang besar. Toh penggunaan web ini tidak selalu digunakan oleh masyarakat dalam jumlah yang sama dalam setiap waktunya. Jika para siswa sudah masuk sekolah maka masyarakat akan berkurang yang memanfaatkan media ini. Artinya traffic yang digunakanpun tidak membutuhkan ruang yang besar.
Beda dengan musim dimana masyarakat sedang berburu untuk mencarikan sekolah anak-anaknya. Maka ruang traffic itu seharusnya juga diberi kapasitas yang lebih dari waktu biasanya. Coba hitung saja berapa jumlah orang yang mau masuk sekolah ke jenjang berikutnya. Berapa jumlah anak SD yang masuk ke SMP, berapa siswa SMP yang masuk ke SMA. Tentunya tidak sedikit orang yang membuka web ini. Maka sekali lagi kita harus ingat bahwa system rayon yang dipakai sebelumnya sudah digantikan dengan system PSB on line membuat masyarakat harus aktif mengetahui informasi berapa jumlah nilai dan orang yang sudah mendaftar dalam suatu sekolah. Dengan demikian ia bisa memprediksikan dengan nilai sekian ia bisa masuk dimana. Tapi apa dikata jika mereka tidak bisa mengakses web yang menyediakan informasi itu ketika mereka membutuhkan?
Jika alasannya dikarenakan dengan masalah anggaran, sebenarnya anggaran untuk PSB on line di Solo itu sudah besar yaitu Rp 119.745.419,00. Lalu yang perlu dipertanyakan apakah ada penyalahgunaan anggaran (korupsi) dalam kegiatan ini. Sehingga menyebabkan Dinas terkait tidak mampu membayar pengeluaran untuk internet. Atau disebabkan karena belum ahlinya panitia dalam mengolah data via internet. Atau malah kedua-duanya. Jika memang belum cukup keahlian panitia dalam soal internet dengan dana segitu seharusnya juga sudah bisa mendatangkan para ahli yang paham dengan dunia internet untuk diperbantukan disana. Kita hanya berharap semoga ada ketransparansian penggunaan anggaran dalam kegiatan ini dan bisa menyiapkan PSB on line berikutnya dengan lebih baik.
* Latri merupakan pegiat Pattiro Surakarta
MUSWIL & Gerakan Anak Muda NU
Diposting oleh admin on Senin, 14 Juli 2008