Melacak Jejak Otoritas Perempuan

Diposting oleh admin on Jumat, 04 September 2009

Suara Merdeka, 24 September 2008 GENDERANG GENDER KAJIAN sosial mengenai perempuan menjadi teks penting dalam beberapa dekade kehidupan manusia. Perempuan hidup dalam ajang kontestasi kehidupan yang menyuguhkan kemampuan pribadi (life skill) dan kreativitas. Inilah masa bagi perempuan untuk berkembang memegang peranan penting dalam ranah publik. Perempuan bebas memasuki gerbang pendidikan, ruang politik dan gelegar aktivitas sosial. Di titik ini perempuan dituntut untuk mampu eksis dengan menunjukkan pemikiran cemerlang dan kreativitas kepemimpinan. Akan tetapi, di negeri ini, hembusan gerakan emansipasi tak seperti yang dibayangkan. Walaupun potensi, kegigihan dan daya saingnya tak kalah dari laki-laki, perempuan masih dipandang sebelah mata, serta terbelenggu hegemoni kaum adam. Di ranah politik, suara kritis perempuan seakan tertutup oleh teriakan lantang laki-laki. Porsi 30% perempuan anggota dewan tak merata di semua daerah. Kebijakan pemerintah mengenai hak hidup perempuan tak banyak memihak kaum hawa, hanya riuh ketika diperdebatkan dan setengah hati ketika hendak diaktualisasikan. Gerakan emansipasi yang didukung lelaki hanya menjadi lips service semata, garang di atas kertas dan di media massa, akan tetapi lemah ketika diteropong dalam realitas kehidupan. Perempuan menjadi silent majority yang terbenam ketika hendak menyuarakan aspirasi. Jejak Otoritas Perempuan Dalam lanskap sejarah kehidupan, terbentang nama tokoh perempuan yang menjadi pahlawan dan pemimpin di zamannya. Hal ini mengabarkan, di setiap jenjang waktu dan ruang hidup, selalu ada perempuan yang kreatif, inovatif dan bergerak memberi pencerahan. Tokoh perempuan ini tak hanya menjadi ’’anak zaman’’, tetapi juga menjadi lentera untuk menerangi kehidupan. Jejak sejarah kebudayaan umat muslim telah merekam hal ini. Dalam Alqur’an termaktub beberapa nama perempuan yang mulia dan mendapat penafsiran tersendiri. Tokoh perempuan yang disebut secara mulia misalnya, ibu Nabi Musa (ummi musa), Maryam dan ratu Bilqis. Nama perempuan ini menjadi tokoh penting untuk dijadikan teladan (uswah) karena istimewa dalam nafas zamannya.  Ibu Nabi Musa menjadi tokoh sentral dalam kehidupan utusan Allah ini, karena Ummi Musa mengasuh Musa dengan sepenuh hati di tengah cobaan kaumnya. Ummi Musa rela melaksanakan perintah Allah dengan menjatuhkan nabi Musa ke dalam sungai untuk menghindar dari ancaman musuh (simak dalam QS 28:7). Ummi Musa menjadi perempuan istimewa yang tak gentar melawan musuh, agar putranya selamat dan mampu menerima risalah Tuhan. Bahkan, Amina Wadud (2006) mengatakan bahwa Ummi Musa satu-satunya perempuan yang mendapat wahyu Allah. Maryam juga menempati posisi penting, Ibu Nabi Isa ini mendapat keistimewaan yang luar biasa dalam jejak kitab Al-Qur’an. Tidak hanya dikarenakan mengandung Nabi Isa dalam keadaan luar biasa, tetapi kesucian dan ketegaran menghadapi kaum yang tak suka dengan dirinya dan kenabian Isa. Ketokohan Maryam menjadi refleksi penting bagi aktivis perempuan agar tak surut menghadapi gelombang cobaan kehidupan. Kisah Ratu Bilqis juga menggetarkan. Tokoh ini bahkan menjadi inspirasi bahwa perempuan bisa menjadi pemimpin yang sukses. Mengenai Ratu Bilqis, Alquran mewartakan, “Dia berkuasa, dianugerahi segala sesuatu dan mempunyai singgasana yang besar” (QS. 27:3). Ayat ini mengabarkan, perempuan berhak memiliki otoritas yang sama dengan lelaki, bahkan mampu memimpin institusi maupun kerajaan besar. Mengusung Otoritas Perempuan Rentetan cerita dan nama tokoh di atas menjadi tonggak (milestone) yang mengukuhkan bahwa perempuan mempunyai otoritas yang sama dengan lelaki. Hal inilah yang seharusnya menjadi inspirasi bagi kehidupan perempuan Indonesia. Di tengah gelombang krisis, perempuan negeri ini hendaknya bangkit mengusung pencerahan bagi warga Indonesia. Di ruang publik, perempuan dapat menjadi pemimpin dan tokoh yang memegang tampuk kekuasaan. Ketela-danan Kartini tak dapat kita hapus dari sejarah kebangsaan. Munculnya perempuan semacam Bunda Teresa (India), Condoleeza Rise (Amerika), Yulia Tymosenko (PM Ukraina), Megawati Soekarno Putri, Sinta Nuriyah Wahid, Nafisah Sahal (Indonesia) dan aktivis perempuan lain menjadi penanda bahwa era kebangkitan perempuan telah menampakkan hasil luar biasa. Bahkan, di tengah keterbatasan kesehatan, Ibunda Sinta Nuriyah Wahid bersama suaminya (KH Abdurrahman Wahid) mampu menyuarakan hati nuraninya dalam memperjuangkan HAM, demokrasi, hak perempuan dan menghapus krisis kemanusiaan. Tokoh inilah yang seharusnya menjadi teladan kehidupan perempuan Indonesia. Pada konteks ini, tugas bersama yang harus dilakukan yakni kampanye penyadaran terhadap kaum lelaki yang memiliki pandangan stereotipe terhadap perempuan. Gerakan kesetaraan tak hanya menjadi pepesan kosong. Perempuan seharusnya tak lagi menjadi maf’ul (objek) tetapi menjadi fa’il (subjet) dalam detak jantung kehidupan. Kesadaran inilah yang seharusnya muncul dari nurani perempuan. Apabila hal ini terjadi, perempuan akan menjadi makluk Tuhan yang berkelindan dengan sejarah kesuksesan. (80) – Munawir Aziz, peminat kajian gender, wakil direktur Lembaga Kajian Al-Hikmah Pati, Kader PMII Kudus

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?