Suara Merdeka, 11 Agustus 2009 Oleh Munawir Aziz Hari jadi merupakan penanda sejarah kota. Titik mula denyut kehidupan, pemerintahan, gerak sosial-ekonomi dan aktivitas kebudayaan warga dimulai. Sejarah kota bukan sekadar perayaan artifisial berupa kirab, upacara dan publikasi pernyataan di berbagai tempat. Maka, hari jadi ke-686 kota Pati, pada Agustus 2009, penting sebagai momentum refleksi atas gerak kota dan visi pemerintah masa mendatang. Kota Pati yang lahir hampir 7 abad silam, tak sekadar hadir sebagai kota dengan kerumitan politik yang selalu ada. Kota ini merupakan titik sejarah beberapa tokoh yang moncer, entah sebagai legenda, maupun sebagai aktor ‘’sejarah mental’’. Di sebelah utara Pati, terdapat Kiai Mutamakin, yang menjadi tokoh santri, dengan keistimewaan tersendiri. Makam Kiai Mutamakin, di Kajen, Margoyoso, sekarang ini menjadi oase di tengah melimpahnya santri dan pondok pesantren di Pati. Kajen merupakan titik intelektual berbasis agama di Pati, yang disesaki oleh ribuan santri, dengan biografi perjalanan hidup yang berbeda, namun dapat berkumpul di lingkungan pesantren. Sementara itu, di sebelah selatan Pati, terdapat tokoh Saridin (Syeh Jangkung). Makam Saridin tak hanya sebagai penanda cerita dan gerak sejarah masyarakat Pati selatan. Saridin juga menebarkan semangat kreatif, ia menjadi spirit hidup bagi warga Kayen dan daerah sekitarnya. Bahkan, pada momen-momen tertentu, makam Saridin ramai dihadiri pengunjung yang ingin ziarah, ngalap berkah, maupun melakukan riset sejarah-kebudayaan di daerah ini. Saridin seakan tetap hadir, walaupun dianggap sebagai ”sejarah mental” untuk tak menyebutnya sebagai mitos. Dua tokoh inilah yang sangat memberi corak kehidupan warga Pati. Kiai Mutamakin merupakan referensi ulama, tokoh agama dan santri di kabupaten Pati dan sekitarnya. Kiai Mutamakin memberi semangat dan landasan kerja keras untuk selalu membela kebenaran, biarpun pahit diucapkan serta teguh pada prinsip. Syeh Jangkung memberi inspirasi untuk terus bertahan di tengah gempuran krisis, semangat belajar, dan mengabdi pada guru. Ia merupakan tokoh unik dengan kreatifitas tak pernah usai. Narasi cerita Syeh Jangkung terus ditafsirkan sebagai cerita Ketoprak, fiksi maupun riset dengan alur tafsir yang segar. Jejak Inspirasi Saya kira, refleksi hari jadi kota Pati, dapat dimulai dari memaknai kembali inspirasi yang terus hadir dari kedua tokoh tersebut; Kiai Mutamakin dan Syeh Jangkung. Kombinasi visi dari kedua tokoh ini, penting untuk membangun kota Pati saat ini dan masa mendatang. Kota Pati membutuhkan kepemimpinan yang tipe pekerja keras, mengerti aspirasi rakyat, tak mudah terprovokasi, teguh pada prinsip dan bervisi jauh ke depan. Kepemimpinan model inilah yang menjadikan kota Pati sebagai simpul politik dan kebudayaan. Potensi Kota Pati yang sangat beragam, belum mendapatkan sentuhan yang berarti. Di berbagai area, potensi daerah ini sangat menjanjikan apabila diperhatikan dan dikelola dengan serius. Kesempatan ini terus saja menunggu untuk dimasuki, potensi terus menunggu dikelola dengan manajemen profesional. Inilah yang saya kira penting untuk dikembangkan kembali; potensi lokal sebagai identitas kota Pati. Pembangunan di Kabupaten Pati, seakan masih tersentral pada beberapa titik kabupaten yang menjadi ”lahan basah”. Kota Pati dan Juwana, seakan merayakan proyek pembangunan yang tak pernah selesai. Dua kecamatan ini hadir dengan wajah modern, namun tak seimbang. Modernisasi infrastruktur tanpa dibekali dengan perbaikan sumber daya dan visi kreatif warga. Revitalisasi Identitas Di bidang ekonomi, pemerintah Pati perlu menggiatkan industri kreatif sebagai andalan pemasukan daerah dan penggerak ekonomi rumah tangga. Industri kerajinan Kuningan di Juwana, sekarang ini sedang terpuruk. Pemerintah dan pihak terkait perlu menangani ini untuk menolong ribuan pekerja kerajinan Kuningan. Selain itu, potensi pertanian dan perikanan di Pati perlu dikelola dengan manajemen bervisi progresif. Potensi buah-buahan di daerah Gembong, Tlogowungu, Gunungwungkal dan Cluwak penting untuk diteliti. Pati perlu membentuk ikon produk pertanian, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi warga dan mendongkrak anggaran daerah. Slogan ‘’Pati Bumi Mina Tani’’ harus direvitalisasi untuk menegaskan identitas kota sebagai daerah agraris dengan potensi pertanian dan perikanan. Saya kira dibutuhkan visi pemimpin yang mampu meneropong kota Pati jauh ke depan. Agar, pembangunan dan perbaikan daerah tak hanya mengandalkan program instan dan cepat menguntungkan. (80) — Munawir Aziz, Wakil Direktur Lembaga Kajian al-Hikmah Pati
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?