Suara Merdeka, 17 November 2008 Oleh Munawir Aziz RUANG politik yang riuh dengan persaingan, dendam, dan perebutan kepentingan, menjadikan hasrat menemukan lorong untuk berkreasi merebut kuasa. Dunia politik memancarkan nafsu dan meletupkan dahaga akan kepentingan individu serta kelompok. Inilah ”panggung sandiwara” yang memerankan ribuan adegan, menghendaki jutaan aktor dan meniscayakan dentuman ekspresi yang tak pernah surut. Ruang politik menjadi gerbang yang bising, dengan segenap kabut yang mengendap dibalik cemerlangnya. Dunia politik seakan berputar, bergasing dan berdentuman untuk menemukan celah kesempatan bagi pemain dan penguasanya. Di era yang memanjakan hasrat ini, politik menggandeng teknologi untuk bersatu-padu meletupkan kepentingan dan nafsu kuasa menggejolak. Teknologi menjadi komoditas penting yang disandingkan dengan strategi politik, ekspresi politikus dan warna gerakan yang diluapkan. Teknologi menjadi amunisi, senjata, sekaligus pesona yang akan menghantarkan wajah politik menjadi lebih menarik. Wajah-wajah politik, menghendaki teknologi untuk menolong mendesakkan wacana dalam ruang publik. Pemain politik sadar, bahwa era modernitas yang memainkan tren instan, cepat dan profesional, harus didukung dengan daya letup teknologi, agar kampanye dan strategi politik lebih fokus. Titik bidik akan lebih nyata dan tepat, apabila disandingkan dengan energi teknologi. Inilah yang menjadikan politik bersenyawa dengan teknologi. Ketika teknologi menjadi komoditas, aktor politik akan bersaing memanfaatkan teknologi sebagai bagian penting untuk merebut kuasa, melewati lorong pencitraan, permainan wacana, penggelapan informasi dan atraksi ekonomi dengan nada canggih. Ruang politik penuh sesak dengan kepentingan, menjadikan teknologi yang dikaitkan dengan strategi pencitraan, perang wacana dan atraksi ekonomi, lebih berharga. Teknologi menjadi tak sekadar komoditas, akan tetapi menjadi instrumen penting yang dimainkan dan berkelindan dengan strategi politik. Teknologi Pencitraan Strategi politik yang bersenyawa dengan teknologi pencitraan, terbaca dari tren kampanye mutakhir. Politikus dan subyek di sekelilingnya, sadar bahwa permainan wacana untuk mempengaruhi publik luas sangat penting. Pencitraan menjadi strategi jitu dengan mengusung jargon, simbol dan berbagai instrumen lain, untuk mendukung perbaikan citra. Politik berkelindan dengan strategi kata-rupa, yang didukung dengan teknologi. Di ruang pencitraan dan strategi kata-rupa, teknologi berfungsi untuk merekayasa, memanipulasi dan menggelontorkan informasi massif. Teknologi mengirim informasi massal untuk merebut simpati publik. Kemenangan Presiden Amerika, Barack Obama, tak lepas dari strategi ini. Obama memainkan strategi kampanye memukau, yang didukung dengan strategi pemanfaatan teknologi. Strategi pencitraan dengan safari kampanye di berbagai negara bagian, menjadikan Obama merebut simpati publik. Obama memainkan wacana yang tepat untuk mempengaruhi publik Amerika. Lihatlah, bagaimana Obama mengunjungi berbagai negara, mengunjungi titik-titik strategis, dengan kemasaan mode, citra dan penampilan yang jitu. Strategi iklan kampanye dan komentar politik Obama di berbagai media, juga memungkinkan strategi penggunaan teknologi yang efektif. Obama dan tim pemenangannya, memainkan ribuan jurus kampanye yang memukau publik. Dengan memerankan teknologi informasi yang cantik, Obama berhasil mengemas isu rasial, ekonomi, agama, perang, politik hingga usia dan berbagai wacana mutakhir menjadi senjata ampuh. Inilah era strategi pencitraan yang memuncak dalam ruang politik. Di negeri ini, politikus beramai-ramai mengemas kampanye dengan strategi pencitraan yang menarik. Iklan politik yang menggempur ruang sadar warga, menawarkan berbagai alternatif, ajakan dan nada sejuk untuk merebut simpati publik. Ketika pemilu 2009 semakin mendekat, iklan politik di berbagai media massa membanjir dan menyesaki nafas hidup warga kecil. Tren kampanye politik yang dibungkus permainan pencitraan, semakin menandaskan grafik merangkak. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Jusuf Kalla, Wiranto, Prabowo Subianto, Sutrisno Bachir, Muhaimin Iskandar, Tifatul Sembiring, dan berbagai politisi lainnya bersaing merebut simpati publik dengan iklan kampanye. Di Jawa Timur, sebelum Pilgub 4 November lalu, iklan politik Kaji (Khofifah-Mudjiono) dan Karsa (Soekarwo-Saifullah Yusuf) juga membanjir menggenangi ruang kehidupan warga Jatim. Selain safari politik yang dilakukan kedua pasangan cagub-cawagub, iklan politik di berbagai media juga terbukti efektif menaikkan citra calon pemimpin. Inilah era ruang politik yang penuh sesak dengan strategi kata-rupa. Tipuan Kata-Rupa Dengan memuja strategi pencitraan, ruang politik akhirnya penuh sesak dengan lipstik, kamera, facial-lotion dan seperangkat aturan yang mendukung madzhab kata-rupa. Politikus akhirnya lebih mementingkan image daripada esensi aspirasi rakyat. Kompas politik berganti haluan, mencari sudut permainan citra dan strategi informasi. Strategi pencitraan yang berdengung dalam kampanye politik dan permainan informasi, menjadikan politik kehilangan ruhnya. Teknologi yang digunakan dengan nada kepentingan, menjadikan politik kehilangan esensinya. Ruang politik akhirnya (sebut Karl Marx) sebagai ”fetitisme komoditi” (commodity fethisism), yakni segala sesuatu yang dipuja tanpa alasan sehat. Di panggung kompetisi, politisi memerankan sesuatu dengan kenyataan dan daya pesona, yang sesungguhnya tak dimilikinya. Ruang politik akhirnya memerankan esensi yang timpang, aspirasi dari grass root semakin jauh dan tenggelam. Politisi menghendaki strategi pencitraan untuk melambungkan popularitas. Hingga, Yasraf Amir Piliang (2003) mendedahkan analisis bahwa, ada sebuah jurang yang memisahkan antara citra sebuah produk yang ditampilkan dan realitas produk sesungguhnya. Strategi pencitraan yang berkelindan dengan penggunaan teknologi dan sayap informasi, seharusnya tak menghilangkan esensi politik dalam ruang demokrasi. Jangan sampai pencitraan menjadi kiblat yang menghalangi tercapainya kehendak dan aspirasi rakyat. (80) —Munawir Aziz, Wakil Direktur Lembaga Kajian al-Hikmah, Koordinator Divisi Riset Sampak Gus Uran, Pati.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?