Oleh Sulatri
Saat ini tentu istilah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) atau NGO (non-governmental organization) sudah bukan hal yang baru di tengah masyarakat terutama yang tinggal di daerah perkotaan. Banyak sekali NGO-NGO yang tumbuh di negeri ini terutama sesudah tumbangnya orde baru.
Harus kita akui bahwa memang pada awalnya muncul LSM itu biasa diidentikan dengan lembaga yang kontra dengan pemerintah. walaupun, keduanya sama-sama bermaksud untuk berjuang untuk bisa mewarnai kebijakan public yang diharapkan bisa lebih membela kaum tertindas. Keduanya seakan duduk berlawanan. Seiring dengan perkembangan demokrasi di Indonesia keberadaan NGO memang juga dibutuhkan oleh pemerintah sebagai mitra kerja pemerintah untuk mengentaskan berbagai permasalahan kebijakan public.
Dunia LSM sendiri saat ini perkembangannya cukup cepat sekali. Jika pada awalnya LSM itu semata-mata hidup bisa dikatakan hanya mengadalkan dari donor. Sekarang LSM-LSM yang sudah maju juga mulai bergerak mencari peluang usaha-usaha mandiri agar institusi tersebut tidak gulung tikar ketika tidak ada funding yang mendanainya. Dan lembaga tersebut bisa tetap mengadvokasi masyarakat sesuai dengan spesifik bidangnya masing-masing.
Banyak sekali tokoh yang lahir dan pernah bergelut di dunia LSM kini bisa menduduki posisi-posisi strategis dalam dunia kebijakan public. Entah itu melalui partai, eksekutif, akademisi atau tempat-tempat yang lain. Tak heran jika LSM juga menjadi lirikan para aktifis untuk bisa aktif di institusi tersebut.
LSM dalam menjalankan berbagai programnya tidak lepas dengan adanya riset yang hasilnya cukup baik untuk dijadikan sebagai bahan masukan untuk kalangan eksekutif maupun legislative dalam mengambil kebijakan public. Riset atau penelitian sering dideskripsikan sebagai suatu proses investigasi yang dilakukan dengan aktif, tekun, dan sistimatik, yang bertujuan untuk menemukan, menginterpretasikan, dan merevisi fakta-fakta.
Penyelidikan intelektual ini menghasilkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam mengenai suatu peristiwa, tingkah laku, teori, dan hukum, serta membuka peluang bagi penerapan praktis dari pengetahuan tersebut.
Istilah ini juga digunakan untuk menjelaskan suatu koleksi informasi menyeluruh mengenai suatu subyek tertentu, dan biasanya dihubungkan dengan hasil dari suatu ilmu atau metode ilmiah. Kata ini diserap dari kata bahasa Inggris research yang diturunkan dari bahasa Perancis yang memiliki arti harfiah "menyelidiki secara tuntas".
Tentunya amat disayangkan jika hasil reset yang begitu bagus sekali pada akhirnya hanya dibiarkan saja tidak dikelola dengan baik. Bahkan lebih mengenaskan hanya ditumpuk digudang yang penuh dengan debu dan akhirnya dimakan rayap.
Agar hasil riset itu bisa menarik setiap saat maka sebaiknya hasil tersebut diwujudkan dalam bentuk tulisan entah berita, artikel, lieflet atau buku yang mudah dibaca oleh masyarakat luas. Yang masih menjadi keperihatinan kita di dunia LSM adalah budaya menulis yang masih lemah. Jika kita bandingkan dengan budaya tulis di dunia akademisi sungguh jauh sekali. Padahal kita tahu bahwa riset-riset yang dilakukan oleh LSM itu tidak kalah menarik. Bahkan bisa jadi lebih menarik karena mereka bukan hanya berkutat pada literature tapi justru advokasi secara langsung ditengah masyarakat.
Dalam buku “Managing think thanks” karya Raymond J.Strunk yang diterjemahkan oleh Pattiro disebutkan bahwa lembaga think thanks (lembaga yang mempunyai kepedulian terhadap masalah kebijakan public) seperti LSM jika ingin maju itu perlu sekali mengkomunikasikan hasil riset yang telah mereka lakukan agar mudah dikases dan digunakan oleh masyarakat. Salah satu caranya adalah dengan budaya tulis bisa lewat media massa. Biarpun bermula dari sedikit demi sedikit nanti akan menjadi bukit, niscaya tentu hasil tulisan kita akan bermanfaat bagi orang lain. Mari kita budayakan budaya tulis!!
Oleh Sulatri
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?