Oleh: M. Kholidul Adib Kader muda NU,
Dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dikenal istilah ”siklus 29 tahun”. Bermula ketika membaca Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU yang pertama kali dimana tertulis, NU berdiri untuk waktu 29 tahun. Diktum ini dalam muktamar NU berikutnya dirubah menjadi, ”NU didirikan untuk waktu tidak terbatas”. Dalam sejarah NU, kita akan menemukan patahan dalam setiap 29 tahun, dimana NU senantiasa mengalami perubahan pola dan strategi gerakan secara fundamental. Siklus 29 tahun NU yang pertama, yaitu dari masa berdirinya NU tahun 1926 sampai dengan 1955. Ini adalah masa-masa awal NU dipimpin oleh para pendiri NU, atau NU di era generasi pertama seperti KH. Hasyim Asy’ari.
Dalam rentang 29 tahun pertama, NU merupakan jam’iyyah yang konsisten menjaga akidah ahlussunnah wal jamaah degan membangun visi kebangsaan dan keindonesiaan melalui keterlibatannya dalam perjuangan bangsa dalam membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Siklus 29 tahun yang pertama ini berakhir tahun 1955 ketika NU menjadi Partai Politik (Partai NU). Prosesnya dimulai dengan keluarnya NU dari Masyumi (karena kecewa) tahun 1952, lalu terjadi perdebatan yang hangat di internal NU hingga akhirnya dideklarasikan Partai NU pada tahun 1954 dan ikut pemilu multi partai yang pertama kali dalam sejarah Indonesia pada tahun 1955. Siklus 29 tahun NU yang kedua yaitu tahun 1955 sampai dengan 1984. Ini adalah masa-masa dimana NU menjadi Partai Politik. Dalam pemilu 1955 (hanya persiapan satu tahun) Partai NU berhasil menduduki peringkat ketiga (setelah Masyumi dan PNI dan mampu mengalahkan PKI yang waktu itu amat penuh persiapan namun cuma menduduki peringkat keempat).
Dalam siklus 29 tahun NU yang kedua ini, Partai NU bersama partai-partai Islam lain dipaksa oleh penguasa orde baru untuk berfusi ke dalam wadah partai baru bernama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pada tahun 1972. Siklus 29 tahun yang kedua berakhir tahun 1984 ketika digelar Mutamar NU ke-27 di Situbondo dan menghasilkan keputusan dahsyat yaitu memantapkan hasil Munas NU satu tahun sebelumnya (1983) perihal positioning Partai NU yang sempat berfusi ke dalam PPP tiba-tiba menyatakan diri khittah alias keluar dari arena politik praktis yang sudah digelutinya selama 29 tahun lamanya. Khittah NU yang diputuskan dalam Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984 menjadi titik balik siklus 29 tahun NU yang ketiga dengan hadirnya tokoh-tokoh muda NU seperti KH. Ahmad Sidiq (alm), KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), KH. Mustofa Bisri (Gus Mus). Hingga kini, generasi ketiga NU ini banyak yang masih berkiprah dan menjadi trend setter nahdliyyin hingga kisaran tahun 2009 sampai dengan 2013.
Secara nasional, pertarungan pemilu 2009 merupakan masa detik-detik penyelesaian ”dendam sejarah” para elit bangsa, sekaligus akan menjadi titik berakhirnya era para generasi tua, dan akan menjadi titik awal lapisan baru generasi muda yang mempunyai sudut pandang baru dalam memaknai strategi dan etos pergerakan kebangsaan, termasuk juga di tubuh generasi muda NU. Sehingga siapapun pemimpin NU dan PKB saat ini adalah orang yang harus ikhlas untuk menjadi ”tumbah sejarah” bagi perjalanan NU ke depan, sebagaimana KH. Idhal Cholid yang menjadi tumbah sejarah NU ketika terjadi perubahan siklus 29 tahunan NU dari yang semula partai politik menjadi khittah tahun 1983-1984. Lantas, seperti apa NU pasca-2009 yang memasuki siklus 29 tahun NU keempat, tahun 2013 sampai dengan 2042?
Menjelang Detik-detik Berdirinya Partai NU Dengan memperhatikan tanda-tanda zaman, agaknya NU di era siklus 29 tahun keempat, tahun 2013 sampai dengan 2042, NU akan kembali menjadi Partai Politik. Argumentasinya berdasarkan pada beberapa analisis sederhana berikut ini: Pertama, hingga kini syahwat elit-elit struktural NU (dari mulai PBNU, PWNU dan PCNU) masih tetap membara. Munculnya KH. Hasyim Muzadi (Ketua Umum PBNU) dalam bursa pilpres tahun 2004 menjadi tanda awal masih kuatnya syahwat politik elit NU. Ini diikuti oleh banyak Ketua PWNU dan PCNU di bawahnya, seperti naiknya Ketua PWNU DKI, Fauzi Bowo, yang mencalonkan diri dalm Pilgub DKI; naiknya Ketua PWNU Jateng, Dr. HM. Adnan, yang mencalonkan diri dalam Pilgub Jateng; naiknya Ketua PWNU Jatim, Ali Maschan Musa yang mencalonkan diri dalam Pilgub Jatim; naiknya Ketua PWNU Kaltim, dan PWNU lainnya, termasuk para Ketua PCNU banyak juga yang mencalonkan diri dalam pilkada kabupaten/kota. Ini adalah tanda pertama.
Tanda kedua, partai-partai yang sempat didirikan NU (baik PPP maupun PKB), oleh para elit struktural NU, dirasa belum mampu menjadi alat strategis, sebagai kendaraan untuk memperjuangkan kepentingan NU. Bahkan merenggangnya (baca: konflik) antara elit NU dan PKB menjadi bukti yang sangat vulgar. Sementara tradisi silaturahim dan membangun sinergitas gerakan para politisi NU yang tersebar di berbagai parpol hingga kini tidak berjalan bahkan seakan sudah diabaikan, sehingga konsep ”NU tidak kemana-mana tetapi ada dimana-mana” menjadi tidak tepat lagi karena ternyata tidak sesuai dengan skema pembicaraan awal.
Tanda ketiga, menjelang pemilu 2009, kondisi PKB (partai yang didirikan secara resmi oleh PBNU) masih dirundung banyak masalah internal yang belum juga ada titik penyelesaian, sehingga berdampak melemahnya persiapan partai menghadapi pemilu 2009. Basis utama PKB yaitu Jatim dan Jateng kondisinya masih perlu banyak konsolidasi dan penguatan internal. Pemilu 2009 diperkirakan suara PKB akan mengecil bahkan tidak masuk tiga besar. Sementara kekuatan tiga besar parpol diperkirakan diisi PDIP, Partai Golkar, dan PKS. Realitas ini akan menjadi pukulan telak, hingga akhirnya para elit struktural NU menilai keberadaan partai ini menjadi tidak menarik sebagai alat strategis perjuangan NU. Muktamar NU ke-32 akhir tahun 2009 diperkirakan akan terjadi perdebatan sangat sengit, baik mengenai tema NU dan politik, maupun soal figur kandidat Rois ’Amm dan Ketua Umum PBNU (karena kedua posisi sentral pucuk pimpinan NU tersebut akan menjadi penentu bagi arah dan garis perjuangan NU ke depan). Pasca-pemilu 2009, PKS tidak lagi menutup-nutupi identitas aslinya sebagaimana yang selama ini mereka tampilkan. Sebaliknya, mereka akan sangat vulgar mengusung kepentingan wahabi asli yang akan mempunahkan tradisi dan ideologi NU dan bangsa Indonesia.
Pola ini sudah sengaja didesain oleh pihak tertentu yng menjadi agen asing untuk memperkokoh kekuasaan mereka di republik ini. Fenomena gesitnya gerakan PKS sebagai parpol berbasis ideologi wahabi di satu sisi, dan melemahnya sinergitas orang-orang NU yang di partai politik (termasuk melemahnya partai yang didirikan warga NU dan semangat perjuangan warga NU yang tidak memahami jati diri dan ideologinya) di sisi lain akan menjadi faktor pertimbangan dominan elit struktural NU dalam menentukan arah dan pola strategi perjuangan NU ke depan. Tema positioning NU tersebut, sejak pasca pemilu 2009 sampai tahun 2013, akan menjadi isu sentral, hingga akhirnya elit struktural NU memutuskan untuk mengubah NU menjadi Partai Politik pada tahun 2013, untuk kemudian ikut berlaga pada pemilu 2014. Pertahanan Nahdliyyin Berbasis Teritori dan Pangkalan Gerakan Pada pemilu 2014, ada desain untuk membuat kompetisi Partai NU dan PKS terjadi dengan sengit, dan akan terus dipelihara oleh ”orang luar”.
Hingga pemilu 2019 gesekan itu akan terus terjadi dan berpuncak pada kisaran tahun 2023/2024/2025 ketika benar-benar sudah terjadi patahan dunia seiring dengan akan berpindahnya peradaban dunia dari Amerika ke Asea yang akan berdampak di dalam negeri dimana Partai NU dan PKS benar-benar akan diadu oleh ”orang luar” sebagaimana NU diadu dengan PKI pada tahun 1965. Dan, kalau kita semua tidak jeli dan waspada, maka ”orang luar” pula yang akan tetap MENANG. Sekarang, tergantung kita semua, warga Indonesia dan khususnya warga NU, harus menyiapkan diri sebaik-baiknya untuk menyongsong berbagai kemungkinan yang akan terjadi pada masa mendatang, untuk tetap menjaga NU dan merawat NKRI. Strategi kaderisasi anak muda NU berbasis teritori dengan memaksimalkan setiap pangkalan gerakan yang sudah ada adalah bagian dari desain besar anak muda NU untuk menyongsong masa depan tersebut demi terwujudnya kejayaan bangsa nusantara di pentas global. Wassalam. []
* Biro Pengembangan Intelektual dan Wacana PKC PMII Jawa Tengah
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?