Solopos, 28 November 2009
Semarang (Espos)
Koalisi Umat Untuk Anggaran Berbasis Rakyat (Koluabror) Jawa Tengah (Jateng), menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah belum layak disahkan.
Selain karena proses pengesahannya terlalu singkat, APBD Jateng 2010 dipandang belum mencerminkan program Bali mdeso mbangun deso. Koluabror, menurut Wasekjen PW Lakpesdam NU Jateng, Iman Fadhilah, merupakan koalisi yang terdiri atas PW Lakpesdan NU Jateng, perwakilan Fatayat NU Jateng, perwakilan Muslimat NU Jateng, Komisi Kebijakan Publik NU Jateng, LKK NU Jateng, LP2 NU Jateng, IPPNU Jawa Tengah, PMII Jawa Tengah, eLSA (Lembaga Studi Sosial dan Agama) dan Pattiro Solo.
Pembahasan RAPBD Jateng 2010 yang dilakukan DPRD Jateng dilakukan sangat singkat serta terkesan tidak ada peran dan optimalisasi fungsi budgeting di DPRD. ”Ini berdampak pada kurang cermatnya pembahasan dengan SKPD, sehingga alokasi belanja pegawai masih cukup besar, sementara program-program yang bersentuhan dengan rakyat, alokasi anggarannya minim,” ujar Iman didampingi Direktur Eksekutif Pattiro Solo, Alif Basuki, Kamis (26/11), di Semarang
Tidak hanya prosesnya yang singkat, menurut Iman, APBD Jateng 2010 juga tidak mencerminkan arah dan kebijakan pembangunan Pemprov Jateng dalam pencapaian visi dan misi Gubernur yakni Bali ndeso mbangun ndeso. Hal itu, sambung Iman, lantaran anggaran belanja terbesar dalam APBD Jateng 2010 untuk urusan pemerintahan nilainya mencapai 54,1%.
Sementara anggaran yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat masih kecil nilainya. Koluabror berpandangan proporsi anggaran belanja dalam APBD Jateng 2010 hendaknya disesuaikan besaran alokasinya, sehingga sinergis dengan visi Bali ndeso mbangun deso dan juga menekankan keberpihakan pada pemecahan persoalan masyarakat Jateng seperti kemiskinan, pertanian, pendidikan dan kesehatan. Defisit Sementara, APBD Jateng 2010 yang disahkan dalam rapat paripurna DPRD Jateng yang dipimpin Wakil Ketua Dewan Bambang Priyoko, Kamis, mengalami defisit senilai Rp 154 miliar lebih. Angka defisit ini muncul setelah pendapatan dalam APBD Jateng 2010 senilai Rp 5.511.315.342.000 dikurangi belanja anggaran senilai Rp 5.665.315.683.000. Menurut Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Zaenal Mahirin, proses pembahasan RAPBD Jateng 2010 jauh dari memuaskan lantaran sempitnya waktu. Secara jujur, situasi ini jelas tidak akan menghasilkan sebuah kebijakan atau keputusan yang memuaskan semua pihak.
Pendapat senada disampaikan Fraksi PPP. Melalui anggotanya, H Istajib AS, FPP menyatakan jika melihat APBD Jateng 2010 yang seharusnya menjadi penjabaran program pembangunan Jateng, ternyata belum memihak kepada kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat menengah ke bawah.
Terpisah, Gubernur Bibit Waluyo menyatakan untuk melihat anggaran untuk sektor pertanian harus dalam arti luas. Memang kelihatannya tidak maksimal, namun untuk keberhasilan pertanian harus ada sektor lain yang mendukung menuju intensifikasi pertanian. Jika sektor lain dimasukkan, ujar Gubernur, nilainya menjadi besar. ”Jadi tidak benar jika muncul pandangan anggarannya tidak mendukung program Bali ndeso mbangun deso. Ini hanya beda cara pandang.” - Arif Fajar S
Semarang (Espos)
Koalisi Umat Untuk Anggaran Berbasis Rakyat (Koluabror) Jawa Tengah (Jateng), menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jawa Tengah belum layak disahkan.
Selain karena proses pengesahannya terlalu singkat, APBD Jateng 2010 dipandang belum mencerminkan program Bali mdeso mbangun deso. Koluabror, menurut Wasekjen PW Lakpesdam NU Jateng, Iman Fadhilah, merupakan koalisi yang terdiri atas PW Lakpesdan NU Jateng, perwakilan Fatayat NU Jateng, perwakilan Muslimat NU Jateng, Komisi Kebijakan Publik NU Jateng, LKK NU Jateng, LP2 NU Jateng, IPPNU Jawa Tengah, PMII Jawa Tengah, eLSA (Lembaga Studi Sosial dan Agama) dan Pattiro Solo.
Pembahasan RAPBD Jateng 2010 yang dilakukan DPRD Jateng dilakukan sangat singkat serta terkesan tidak ada peran dan optimalisasi fungsi budgeting di DPRD. ”Ini berdampak pada kurang cermatnya pembahasan dengan SKPD, sehingga alokasi belanja pegawai masih cukup besar, sementara program-program yang bersentuhan dengan rakyat, alokasi anggarannya minim,” ujar Iman didampingi Direktur Eksekutif Pattiro Solo, Alif Basuki, Kamis (26/11), di Semarang
Tidak hanya prosesnya yang singkat, menurut Iman, APBD Jateng 2010 juga tidak mencerminkan arah dan kebijakan pembangunan Pemprov Jateng dalam pencapaian visi dan misi Gubernur yakni Bali ndeso mbangun ndeso. Hal itu, sambung Iman, lantaran anggaran belanja terbesar dalam APBD Jateng 2010 untuk urusan pemerintahan nilainya mencapai 54,1%.
Sementara anggaran yang berkaitan langsung dengan kebutuhan masyarakat masih kecil nilainya. Koluabror berpandangan proporsi anggaran belanja dalam APBD Jateng 2010 hendaknya disesuaikan besaran alokasinya, sehingga sinergis dengan visi Bali ndeso mbangun deso dan juga menekankan keberpihakan pada pemecahan persoalan masyarakat Jateng seperti kemiskinan, pertanian, pendidikan dan kesehatan. Defisit Sementara, APBD Jateng 2010 yang disahkan dalam rapat paripurna DPRD Jateng yang dipimpin Wakil Ketua Dewan Bambang Priyoko, Kamis, mengalami defisit senilai Rp 154 miliar lebih. Angka defisit ini muncul setelah pendapatan dalam APBD Jateng 2010 senilai Rp 5.511.315.342.000 dikurangi belanja anggaran senilai Rp 5.665.315.683.000. Menurut Sekretaris Fraksi Partai Golkar, Zaenal Mahirin, proses pembahasan RAPBD Jateng 2010 jauh dari memuaskan lantaran sempitnya waktu. Secara jujur, situasi ini jelas tidak akan menghasilkan sebuah kebijakan atau keputusan yang memuaskan semua pihak.
Pendapat senada disampaikan Fraksi PPP. Melalui anggotanya, H Istajib AS, FPP menyatakan jika melihat APBD Jateng 2010 yang seharusnya menjadi penjabaran program pembangunan Jateng, ternyata belum memihak kepada kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat menengah ke bawah.
Terpisah, Gubernur Bibit Waluyo menyatakan untuk melihat anggaran untuk sektor pertanian harus dalam arti luas. Memang kelihatannya tidak maksimal, namun untuk keberhasilan pertanian harus ada sektor lain yang mendukung menuju intensifikasi pertanian. Jika sektor lain dimasukkan, ujar Gubernur, nilainya menjadi besar. ”Jadi tidak benar jika muncul pandangan anggarannya tidak mendukung program Bali ndeso mbangun deso. Ini hanya beda cara pandang.” - Arif Fajar S
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?