by : SC. Mayonk Wreda AW
PMII Alhairat Pamekasan
Proses Kelahiran PMII
Kelahiran PMII menjadi suatu kebutuhan untuk menjawab tantangan jaman : pertama, carut marutnya situasi politik bangsa Indonesia yaitu kurun waktu 1950 – 1959 , tidak menentunya sistem pemerintahan dan perundang undangan yang ada, dan pisahnya NU dari MASYUMI serta tidak enjoynya lagi mahasiswa NU bergabung dengan HMI karena kedekatan politik dan aktifitasnya lebih condong ke Masyumi – bahkan mereka berkampanye untuk partai Masyumi, sehingga masyarakat mengidentikanHMI dengan“ anak Masyumi “. Kedua, dinamika internal yang muncul dikalangan intelektual muda NU, kegelisahan dan keinginan kuat dari mereka untuk mendirikan organisasi sebagai wahana menyalurkan aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahasiswa yang berkultur NU serta adanya hasrat kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang beridiologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Pada awalnya berdiri IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul ‘Ulama’) pada bulan Desember 1955 di Jakarta yang dipelopori wakil Haris Sugianto. Sedangkan di Surakarta beberapa mahasiswa NU yang dimotori Mustahal Ahmad mendirikan keluarga mahasiswa Nahdlatul ‘Ulama’ (KMNU). Akan tetapi, keberadaan IMANU dan KMNU ini ditentang keras oleh pimpinan pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul ‘Ulama’ (IPNU) maupun oleh PBNU dengan alasan IPNU baru berdiri pada tanggal 24 pebruari 1954 di Semarang. IPNU beranggapan bahwa berdirinya kedua organisasi tersebut terlalu dini, karena masih sedikitnya jumlah mahasiswa Nu diperguruan tinggi serta adanya kekhawatiran kalau IMANU dan KMNU akan meninggalkan dan menggerogoti eksistensi IPNU.
Gagasan untuk membuat wadah sebagai penyaluran aspirsi bagi mahasiswa NU pada Mu’tamar ke – 2 IPNU di Pekalongan 1-5 Januari 1957 kembali menjadi perbincangan hangat. Namun gagasan tersebut kembali ditentang karena organisasi itu hanya akan menjadi pesaing IPNU. Dan pada Mu’tamar NU ke-3 di Cirebon tgl 27-31 desember 1958 dibentuklah departeman Perguruan tinggi sebagai upaya kompromistis atas ditolaknya pendirian organisasi mahasiswa NU. Sebagai ketua pertama badan otonomi IPNU ini adalah Ismail Makky mahasiswa senior fakultas Syari’ah PTAIN Yogyakarta. Namun dalam perjalananya, antar IPNU dan departemen perguruan tingginya sering terdapat ketimpangan dalam melaksanakan program organisasi. Ketimpangan tersebut terjadi karena adanya cara pandang yang diterapkan para mahasiswa dengan pelajar yang menjadi pimpinan organisasi serta tidak bebasnya para mahasiswa un tuk melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PPIPNU. Sehingga usulan legalisasi atau pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali.
Semangat yang tak pernah padam dari kalangan mahasiswa NU, mengalami puncaknya pada konferensi besar IPNU yang pertama pada tgl 14-17 Maret 1960 di Kali urang Yogyakarta sehingga Konbes tersebut menghasilkan sebuah keputusan penting yaitu berdirinya organisasi mahasiswa NU secara khusus diperguruan tinggi. Untuk merumuskan keputusan tersebut dan menindak lanjutinya dibentuklah tim yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU se Indonesia untuk mempersiapkan musyawarah mahasiswa NU dalam waktu satu bulan. Tokoh-tokoh tersebut adalah A. Cholid Mawardi (jakarta), M. Said Budairy (Jakarta), M. Shabich Ubaid (Jakarta), Makmun Syukri, BA (Bandung), Hilman (Bandung), H. Ismail Makky (Yokyakarta), Munsif Nachrawi (Yogyakarta), Nuril Huda Suaidi, BA (Surakarta), Laili Mansur (Surakarta), Abdul Wahab Jailani (Semarang), Hisbullah Huda (Surabaya), M. Chalid Narbuko (Malang), dan Ahmad Husain (Makasar). Selain 13 tim tersebut KonBes juga mengutus tiga orang yaitu Hisbullah Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk berkonsultasi dengan KH. Idham Chalid yang sekaligus ketua umum PBNU.
Melalui musyawarah mahsiswa NU tersebut, yang dilaksanakan pada tanggal 14-16 april 1960 disekolah muaamalat NU Wonokromo Surabaya. Yang dihadiri oleh perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Yogyakarta, Surakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Maksar dan sejumlah perwakilan senat mahasiswa dari perguruan tinggi yang bernaung dibawah NU. Dalam musyawarah tersebut terjadi sebuah perdebatan nama organisasi yang akan didirikan ini. Mahasiswa jakarta mengusulkan nama IMANU, Yogyakarta mengusulkan nama persatuan atau himpunan mahsiswa ahlusunnah wal jamaah atau perhimpunan mahasismwa SUNI sedangkan dari bandung yang didukung Surakarta mengusulkan nama PMII. Akhirnya PMII disepakati menjadi nama organisasi yang akan didirikan. Tetapi kembali terjadi perdebatan persoalan kepanjangan PMII.”P” dalam PMII ada yang mengartikan persatuan atau perhimpunan. Maka musyawarah memutuskan PMII berkepanjangan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesisa.
Selain itu, musyawarah juga menghasilkan rumusan peraturan dasar dan anggaran rumah tangga organisasi serta memilih sahabat mahbub junaedi sebagai ketua umum, A. Kholid mawargi sebagai wakil ketua dan Said Budairi sebagai sekretaris umum. Serta ketiga orang tersebut diberi wewenang untuk menyusun kelengkapan pengurus pusat PMII sedangkan pendeklarasian secara resmi PMII tanda 17 april 1960 / 17 syawal 1379.
Filosofi, Asas Dan Tujuan PMII
Awal kata “P” dengan kepanjangan porgerakan adalah sebagai satu bentuk penegasan bahwa PMII sebagai organisasi yang tidak hanya grubyak grubyuk atau sebagai tempat berhimpun, berkumpul yang terbesar stagiman tapi sebagai organisasi yang progresif dan selalu dinamis.
Kata “mahasiswa” adalah sekelompok generasi muda yang kritis, mempunyai tanggung jawab intelektual, kebangsaan program dan indifidu dengan tetap memegang idealisme sebagai alat perjuangan.
Kemudian kata “Islam” bermakna satu tata nilai keselamatan bagi seluruh alam, dengan landasan atau pijagan ahli sunnah wal jamaah sebagai manhaj alfikr yang dinamis dan ekletik.
Sedangkan kata dengan”Indonesisa” mempunyai makna bangsa dengan satu pemahaman negara kesatuan republik indonesia yang pluralistik. Maka komitmen berislam bagi PMII sebagai organisasi siswa yang progresif adalah sebuah keniscayaan untuk meneber nilai – nilai universal islam bagi terwujudnya tataran seluruh alam. Dalam petanya dengan Indonesia PMII akan mengembangkan potensi-potensi, nilai-nilai islami yang sudah ada tanpa harus melakuakan islamisasi atau mengaraban Indonesia bahkan menjadi missionaris fundamentalisme yang ekstreem. Karena PMII mencita-citakan sebuah tata kebangsaan, yang berbudi luhur,beradab dan menghargai pluralitas.
PMII berasaskan pancasila; bersifat kemahasiswaan, kekeluargaan, kemasyarakatan, dan mandiri. Landasan idiil; Ahlussunnah Wal Jamaah, Nilai Dasar Pergerakan, pancasila. Landasan struktural; Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Landasan historis; produk dan dokumen organisasi. Motto; Dzikir, Fikir dan Amal Shaleh.
Komitmen perjuangan PMII diformulasikan dalam PMII yaitu terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan indonesia.
Gerakan Mahasiswa Angkatan ‘66
Dalam pergerakannya PMII bersama elemen lain yang tergabung di KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia; M Zamroni salah satu presidium pusat KAMI adalah warga PMII). Mulai menjalankan perannya ketika pemerintah orla ditemukan melakukan penyelewengan terhadap pelaksanaan pancasila dan UUD 45 serta telah jauh menyimpang dari cita-cita bersama kemerdekaan negeri ini yaitu untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.
Puncaknya terjadi setelah diketahui bahwa penderitaan rakyat semakin berat akibat kenaikan harga-harga pokok, kelaparan meraja lela, dan lain-lain penyelewengan dalam pelaksanaan politik kenegaraan. Mahasiswa menyadari betul akan tanggungjawab sosialnya untuk menyelamatkan rakyat bangsa ini, sehingga mereka melakukan aksi turun jalan dengan tuntutannya yang dikenal dengan TRITURA, aksi ini berakhir dengan runtuhnya pemerintahan orla digantikan dengan pemerintah orba yang diselimuti semangat baru untuk melaksanakan pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Gerakan mahasiswa yang terlibat dalam aksi penurunan orla ini kemudian lebih dikenal dengan sebutan angkatan 66.
Masa Indenpendensi PMII
Sejak 14 Juli 1971 melalui MUBES di Murnajati, Pandaan, Jatim, PMII merencakan independensinya sebagai organisasi kemahasiswaan yang secara organisatoris terlepas dari organisasi manapun dan dikukuhkan secraa resmi pada konggres V PMII tahun 1973 di Cikoto Jabar. Keharusan independensi ini kalau dilihat dari faktor historis yang melatarinya merupakan satu bentuk upaya sadar sebagai bentuk rekayasa sosialnya untuk menjawab tantangan perubahan zaman.
Pertama, deklarasi independensi ini dicetuskan tidak lama setelah PEMILU 1971 berlangsung dimana ternyata NU sebagai organisasi induk PMII masih merupakan partai yang tidak kena bulldozer GOLKAR. Hal semacam ini merupakan sesuatu yang tidak dikhendaki orba karena percepatan pembangunan, menurut orba bisa terhambat karena apabila tidak ada satu parta yang menguasai. Sehingga menjadi “lebih baik” bagi PMII untuk independen dari parti NU yang rawan konflik kepentingan.
Kedua, gerakan kemahasisawaan seperti kehilangan titik sasaran setelah tumbangnya orla sehingga mahasiswa harus ikut menciptakan iklim yang tertib, terang demi upaya perbaikan ekonomi rakyat.
Hal ini dilakukan oleh pemerintah dengan memberlakukan kebijaksanaan back to campus sehingga upaya mengisi kemerdekaan diwujudkan melalui pekerjaan pembangunan yang mengedepankan profesionalisme, perguruan tinggi bertugas mencetak mahasiswa siap pakai.
Menurut Cholidy Ibhar, 1988, kaharusan independensi ini disebabkan karena Pertama tercurahkannya perhatian dan tersitanya energi yang ada untuk kepentingan partai telah membuat kepedulian terhadap kiprah sosiokulturalnya nyaris terabaikan. Termasuk pengaruhnya ke dalam adalah minimnya usaha internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai aswaja yang notabene asasnya.Lebih lanjut dikatakan bahwa independensi ini, pertama dimaksudkan dalam rangka mndinamisir dan mengembangkan potensi kultural yang bersumber pada nilai ajaran islam.
Kedua, dengan independensinya tersedia kemungkinan alternatif yang lebih lengkap bagi cita-cita perjuangan organisasi yang berdasarkan islam Ahlussunnah Wla jamaah.
Ketiga, merupakanpengembangan sikap kreatif, keterbukaan dalam sikap dan pembinaan rasa tanggungjawab sebagai dinamika. Pergerakan dilakukan dengan bermodal dan bersifat kemahasiswaan serta didorong oleh moralitas untuk memperjuangkan pergerakan dan cita-cita perjuangn nasional yang berlandaskan pancasila.
Sedangkan menurut Otong Abbdurrahman 1987,
1). Sebagai insan akademis mahasiswa harus bebas menentukan sikap, ukurannya objektifitas dalam mengemukakan ilmu, cinta kebenaran dan keadilan.
2). Untuk memeperjuangkan ideologinya PMII mencoba mengembangkannya sendiri, sebab dengan perubahan AD/ART (asas islam ASWAJA) yang tidak lagi dibatasi secara formal oleh madzhab 4. dengan demikian PMII supaya bisa berkembang di Perguruan-perguruan tinggi umum terutama di PT agama.
INTERDEPENDENSI PMII
Pasca deklarasi Murnajati, walaupun secara organisatoris PMII independen, namun hubungannya dengan Nu tetap tidak bisa dipisahkan karena antara lain adanya kesamaan dalam menggunakan ASWAJA sebagai ideologinya, keterpautan moral dan kesamaan background. Belum tuntasnya independensi PMII di satu pihak dan telah comebacknya NU sebagai jam’iyah keagamaan di lain pihak maka pada tahun 1991 PMII menegaskan pola hubungannya dengan PMII sebagai hubungan saling ketergantungan (interdependensi).
KELOMPOK CIPAYUNG
Konstelasi politik diindonesia dan gejala depolitisasi di kalangan mahasiswa sesudah tahun 70’an, dampaknya dirasakan berkepanjangan oleh organisasi ekstra. Kondisi semacam ini disikapi secara arif dengan cara mengkonsolidasikan gerakan dan aktifitas organisasi kelompok Cipayung.
Kelompok Cipayung yang berdiri tahun 1972 di Cipayung Jabar pada mulanya hanya terdiri dari GMNI, HMI, PMKRI dan GMKI. Dua tahun kemudian PMII turut bergabung di dalamnya. Barangkali ini disebabkan karena saat itu PMII masih merupakan organisasi underbouw NU sehingga PMII merasa canggung dalam menghadapi masalah nasional karena harus selalu melihat dan memperhatikan induknya. Dalam gerakannya kelompok Cipayung lebih banyak menyoroti kebijaksanaan pemerintah secara kritis.
BERDIRINYA KNPI
Pada tanggal 23 Juli 1973 diaadakan deklarasi pemuda Indonesia yang merupakan deklarasi berdirinya Komite Pemuda Nasional Indonesia (KNPI). Dalam deklarasinya dicantumkan bahwa KNPI merupan forum komunikasi riil antar generasi muda di Indonesia serta menampilkan kegiatan-kegiatan pemuda sebagai indikator adanya komunikasi antar generasi muda, dll.
Dalam perjalanan selanjutnya KNPI ternyata lebih merupakan alat politik korporasi pemerintan orba yang dijadikan lembaga yang diminta persetujuan politisnya atas nama pemuda bagi program-program yang dicanangkan pemerintah. Demikaian hanya yang dilakukan oleh orang-orang KNPI itu sendiri dijadikan kendaraan politik untuk menduduki jabatan-jabatan setrategis di pemerintahan sebagai timbal balik atas persetujuan yang telah diberikannya.
Kondisi semacam ini akhirnya menbdorong sebagian organisasi yang tergabung dalam komite ini menyatakan diri keluar dari KNPI pada tahun 90-an.
PERISTIWA MALARI (15 januari 1974)
Kondisi perekonomian indonesia yang telah membawa beban berat kepada rakyat indonesia pada mas orla telah disadari bersama seluruh rakyat indonesia. Hal inilah yang menggariskan kebijakan luar negeri orde baru menitik beratkan pada usaha-usaha penanggulangan ekonomi dengan mencari sembur-sumber luar negeri sebagai jalan keluarnya. Selain negara-negara barat, jepang juga merupakan negara yang menjadi sumber modal asing bagi indonesia.
Jepang ynag kita kenal sebagai negeri yang mempunyai teknologi tinggi dipandang mampu memberikan modal, pengalihan teknologi dan industri, pengalihan keahlian pengolahan dan penggalian sumber-sumber alam, dll. Bagi jepang, indonesia adalah negara potensial karena kekeyannya akan sumber-sumber alam bagi industri-industri di jepang sekaligus merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk jadinya.
Saling ketergantungan antara indonesia jepang ini tidak menumpulkan daya klritis mahasiswa masa itu. Analisa kritis mahasiswa ternyatan menemukan bahwa pola hubungan itu tidak banyak memberi keuntungan bagi keseluruhan rakyat bangsa indonesia. Di jepang upah buruh yang semakin menanjak terus, pencemaran udara yang semakin meningkat akibat industri memeksa pengalihan pabrik-pabrik di jepang ke negara-negara lain, termasuk pabrik tekstil ke indonesia.
Di Indonesia sendiri, kerjasama ini ternyata interprestasi dan model langkah politik luar negeri yang diambil oleh elit penguasa yang tidak lepas dari kepentingan politiknya. Demi kepentingan kekuasaan yang berakaitan dengan kepentingan ekonominya (kompetisi untuk mendapatkan sumber-sumber politiknya: uang, informsai, masa dll demi bergainaing posisinya dalam negeri) mengeraskan kecenderungan korupsi. Hal inilah yang kemudaian memperemah posisi indonesia dalam konstelasi politik internasional.
Dampak dari kebijakan ini adalah membengkaknya jumlah pengangguran, jurang antara kaya dan miskin yang menganga lebar, terpusatnya kekuasan dan tidak adanya dialog antara yang dibawah dan diatas. Seluruh ketidak adilan sosial ekonomi yang semakin nyata inilah yang menjadi mandat bagi mahasiswa untuk turun melakukan kontrol terhadap kebijakan pemerintah yang diawali sejak pembacaan Petisi 24 Oktober 1973 dan puncaknya terjadi pada tanggal 15 Januari 1974 dimana kelompok mahasiswa telah bercampur dengan komponen lain dan terjadi aksi pembakaran mobil, motor serta bangunan-banguna yang berbau jepang khususnya.
Peristiwa ini berlanjut dengnan penangkapan dan pengadilan mahasiswa yang sampai sekarang merupakan yang fenomenal dengan tokoh-tokohnya yang terkenal “Angkatan 74”
NKK/BKK
Pasca peristiwa Malari tersebut pemerintah orba menganggap berbahaya aktivitas politik mahasiswa/kampus. Sehingga untuk membatasi, meredam dan menekannya pemerintah orba menetapkan peraturan NKK/BKK yang intinya tentang peraturan yang membatasi dan menjauhkan mahsiswa dari keterlibatan aktivitas sosial politik (depolitisasi mahasiswa). Kampus hanya dijadikan tempat membekali mahasiswa dengan kemampuan ilmu praktis, mahasiswa dijauhkan dari realitas sosialnya.
Turunan dari kebijakan ini adalah munculnya SK yang mengaganti DEMA-DEMA di PT dengan SENAT-SENAT mahasiswa PT, yang sudah barang tentu hak dan kewenangannya serta kebebasannya telah dibatasi. Kalau dulu DEMA mampu mempengaruhi dan bahkan menentukan kebijakan REKTORAT, ada kesamaan hak serta posisinya adalahsejajar, sekarang SEMA posisinya adalah subordinasi dengan pihak REKTORAT.
AZAS TUNGGAL PANCASILA
Upaya untuk melakukan dealiranisasi yang dilakukan oleh orde baru demi cita-cita stabilitas politik dan keamanan yang merupakan syarat mutlak bagi orba untuk melaksanakan pembangunan membuat pemerintah menelurkan asas tunggal bagi seluruh organisasi politik maupun sosial keagamaan pada tahun 1984. bagi PMII keharusan menggunakan pancasila sebagai asas organisasinya ini bukan merupakan barang baru karena secara historis ideologis, PMII dan pancasila pada hakikatnya tidak pernah mengalami pertentangan karena sejak berdirinya nama PMII sudah menunjukkan aspek keindonesiaan. Meskipun pada awalnya historisnya PMII menggunakan ASWAJA sebagai asasnya tetapi rumusan pancasila dan wawasan kebangsaan tampak sekali pada AD/ARTnya.
BERDIRINYA FKPI
Munculnya FKPI di sekitar akhir 90an adalah bentuk ketidakcocokan elemen-elemen Cipayung terhadap salah satu elemen yang ada (HMI). Hal ini disebabkan karena banyak alumni HMI yang duduk dalam jajaran yang memimpin negeri ini melalui orba, sehingga diantara elemen Cipayung sering menemukan ketidakkonsistenan HMI karena kepentingannya yang ganda.
Forum ini muncul tidak tersentralkan dari pusat, tetapi lebih merupakan inisiatif masing-masing kelompok Cipayung yang ada di masing-masing kota. FKPI juga sering ada yang menyebutnya dengan kelompok Cipayung minus HMI.
PERIODE TRANSISI ORBA-ERA REFORMASI
Periode ini adalah periode yang masih paling hangat dibenak kita karena peristiwa ini baru terjadi pada tahu 1998. orba yang dulu merupakan tumpuan bagi terselenggaranya tata kehidupan yang dicita-citakan ternyata selama 32 tahun berkuasa akhirnya orba melakukan penyimpangan-penyimpangan juga. Dengan dipicu oleh krisis moneter, krisis ekonomi hingga disusul krisis kepercayaan dan berbagai macam krisis lainnya yang melanda Indonesia, mahaiswa seakan menemukan titik sasaran kembali. Mahasiswa harus kembali tampil bersama komponen lain untuk melakukan kontrol apa yang dilakukan orba.
Gerakan mahasiswa “Angkatan 98” mampu menggantikan tatanan pimpinan orba yang kemudian diganti dengan sebutan era reformasi.keberhasilan ini sekaligus membuktikan bahwa walau ditekan seperti apapun mahasiswa tetap akan tetap bangkit melawan kebatilan.
{ 2 komentar... read them below or add one }
satukan tekad....
Kemanjuan suatu organisasi memang akan sangat bergantung pada pola manajerialnya,,,,,
tapi PMII dan ruhny akan tetap ada meski siapapun yang menjadi pemimpin,,karen perebutan ajang ketua umum hanya mememntingkan seglintir orang saja....
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?