Sejarah PMII Solo (6)

Diposting oleh admin on Selasa, 30 Maret 2010

Disamping kegiatan-kegiatan yang bersifat nasional, PMII juga turut aktif pada kegiatan yang bertaraf internasional kegiata-kegiatan itu adalah juga dalam rangka memantapkan posisi PMII dalam dunia kemahasiswaan dan kepemudaan di Indonesia, beberapa kegiatan yang patut dicatat adalah seperti:

1. Pada bulan September 1960 dengan diwakili oleh Sekretaris Umum M.S H.M Said Budairy, PMII telah ikut serta dalam Konferensi Pembentukan Panitia Internasional Forum Pemuda Sedunia di Moskow (Contituent Meeting of the Youth Forum). Pada kesempatan pulangnya beliau singgah di Mesir untuk menghubungi para mahasiswa NU yang sedang belajar di Kairo, mereka telah bergabung dalam KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdatul Ulama) yang merupakan cabang istimewa PMII diluar negeri. Adanya kegiatan yang dilangsungkan dinegara sosialis ini pada waktu itu dianggap wajar saja. Karena betapa eratnya hubungan antara pemerintah kita waktu itu dengan Negara-negara blok sosialis dan tentang KMNU dapat kita singgung disini, para mahasiswa putra putri orang NU yang belajar di luar negeri mereka juga disamping aktif dalam organisasi PPI (Persatuan Pemuda Indonesia, satu organisasi yang menghimpun para pemuda; pelajar dan mahasiswa Indonesia yang sedang belajar diluar negeri, pen) mereka tidak ketinggalan juga membentuk kelompok khusus mahasiswa NU, kelompok ini tentu saja tidak bersifat puritan eklusif hanya saja merupakan kelompok yang bertugas menjaga kelestarian budaya NU khususnya dan budaya nasional pada umumnya dari unsur negative budaya Negara setempat.
2. Selanjutnya pada bulan Juni 1961, ketua satu PP. PMII Shb. H. A. Chalid Mawardi telah dikirim ke Moskow (Ibu Kota Uni Sovyet, pen) untuk mewakili PMII menghadiri Forum Pemuda Sedunia.
3. Sebagai anggota WAY-Indonesia (Word Assembly of Youth, organisasi pemuda dunia, pen) PMII telah mendapat kesempatan untuk mengirimkan wakilnya, yaitu ketua cabang PMII Yogyakarta Shb. Munsif Nahrowi dalam kegiatan Seminar Pemuda Sedunia di Kuala Lumpur di bulan September 1962.
4. Sebagai anggota PMII dan Front Pemuda, PMII juga diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat internasional yakni pada bulan Oktober 1962, Sekretaris Umum PP. PMII Shb. Harun Al Rasyid dikirim ke Helsinki Finlandia, untuk menghadiri Festifal Pemuda Internasional.
5. Pada bulan Februari 1963 terjadi peristiwa pengusiran mahasiswa Indonesia di Peking yakni Shb. Haryono dan Shb. Suyono, dengan nada keras PMII menyampaikan protes kepada Kedubes RRT di Jakarta atas peristiwa tersebut. Juga pada waktu yang sama telah terjadi tindakan diskriminasi rasial terhadap mahasiswa Afrika yang sedang belajar di Negara Bulgaria, tak ketinggalan PMII juga menyampaikan protes kerasnya atas peristiwa tersebut. 

Adanya protes keras PMII terhadap Negara asing yang berideologi sosialis ini kiranya patut kita catat, sebab seperti telah kita singgung dimuka bahwasanya seputar tahun tahun itu hubungan pemerintah Indonesia dengan Negara-negara blok sosialis baik sekali tapi dengan adanya peristiwa yang menimpa bangsa Indonesia (peristiwa Peking) dan kejadian yang menimpa saudara-saudara kita bangsa Afrika yang sedang menuntut ilmu di Bulgaria, PMII sebagai kelompok mahasiswa yang “bebas aktif” telah turun tangan, inilah yang membuktikan bahwasanya memang benar sesuai dengan apa yang dicetuskan dalam deklarasi Tawangmangu maupun pernyataan Yogyakarta ataupun Penegasan Yogyakarta;

PMII sebagai angkatan baru akan selalu perpihak kepada amanat penderitaan rakyat, tidak akan sekali-sekali berpihak kepada golongan yanga merugikan kepentingan rakyat, apapun resiko yang akan menimpa PMII. Masih juga dalam kaitan penderitaan rakyat yang ada di luar negeri PMII tidak pula melupakan saudara-saudara kita yang sedang berjuang untuk mencapai kerelaannya seperti memberikan dukungan kepada perjuangan rakyat Al Jazair yang sedang membebaskan diri dari penjajahan bangsa Perancis. Juga tidak ketinggalan PMII memberikan kepada rakyat Vietnam yang sedang berjuang melawan tentara pendudukan Amerika Serikat. 

6. Dalam mengadakan kegiatan PMII juga tidak pernah melupakan organisasi mahasiswa yang lain, contohnya pada tanggal 11 Juni 1963 bersama PB. HMI mengeluarkan statement yang dikenal dengan statemen 11 Juni 1963 tentang dukungan penuh Pertemuan Tokyo antara Presiden Sukarno dengan Tengku Abdurrahman (Perdana Menteri Malaysia, pen), yang akhirnya menghasilkan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) di Manila. Seperti kita ketahui kelahiran Malaysia yang juga memasukkan wilayah Kalimantan utara sebagai wilayah Malaysia (timur, pen) telah menimbulkan reaksi keras dari pemerintah kita waktu itu, akibatnya terjadi konfrontasi antara pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Malaysia, konfrontasi ini akan berakhir setelah orde baru lahir.
7. Tidak ketinggalan pula dalam kegiatan kegiatan yang bersifat kenegaraan PMII turut aktif di dalamnya seperti ketika pemerintah kita menyelenggarakan pesta olah raga ganefo (Game New A………VS forces) yang diselenggarakan di Jakarta PMII juga turut aktif mensukseskannya.

8. Satu kegiatan yang sangat perlu untuk dicatat dan barang kali merupakan satu prestasi gemilang PMII dalam forum internasional; seperti kita ketahui dalam konggresnya yang II di Yogyakarta PMII mengeluarkan pokok-pokok pikiran tentang kerja sama internasional dan peningkatan ukhuwah islamiyah (lihat Dokumen histories: Pernyataan Yogyakarta) salah satu dari realisasi dari bentuk kerja sama internasional dan peningkatan Ukhuwah Islamiyah adalah perlunya diselenggarakan konferensi Islam Asia Afrika dan alhamdulillah gagasan kecil dari PMII itu dapat diterima dengan baik terbukti akhirnya dengan diselenggarakannya konferensi Islam Asia Afrika di Bandung pada tanggal 6-12 Maret 1965. 

Itulah sekelumit kegiatan yang dapat kami catatkan disini pada waktu PMII memasuki periode awalnya yakni periode embrional yakni ketika PMII yang masih berujud sebagai mahasiswa NU yang ‘tanpa wadah’ dan berjuang gigih untuk membentuk wadah sendiri yang terpisah dari organisasi lain periode ini dijalani pada tahun antara 1954 (ketika PMII masih merupakan anggota IPNU) kemudian lahirnya beberapa organisasi local mahasiswa NU seperti IMANU (Jakarta), PMNU di Bandung dan KMNU di Surakarta sampai akhirnya sedikit ada kemajuan dengan dibentuknya departemen PT IPNU pada konggresnya tahun 1958 di Cirebon. PMII akhirnya terbentuk atas kelanjutan dari realisasi hasil keputusan konferensi Besar I IPNU di Kaliurang Yogyakarta tentang perlunya wadah mahasiswa NU yang terpisah baik secara struktural maupun fungsional dengan IPNU / IPPNU. 

Memang keberadaan PMII tidak bisa dipisahkan dengan IPNU / IPPNU. Hal ini nyata benar seperti yang dinyatakan dalam AD (dulu istilahnya Peraturan Dasar) PMII yang menyatakan bahwasanya PMII adalah kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU yang dibentuk pada Konggres III IPNU di Cirebon pada tanggal 27 sampai dengan 31 Desember 1958 dengan demikian PMII bukanlah merupakan organisasi “sempalan” dari organisasi mahasiswa yang sudah lebih dulu lama ada.

Tetapi merupakan proses kelanjutan dari adik-adik kita yang tergabung dalam wadah IPNU / IPPNU yang ketika mereka menjadi mahasiswa memerlukan wadah yang dapat menampung aspirasi mereka yang belum tentu dapat tersalurkan dalam organisasi mahasiswa yang telah ada. Dalam perkembangannya PMII memang sangat dibantu oleh organisasi partai NU, penulis kira hal ini merupakan proses yang wajar saja sebab kerjasama antar organisasi adalah memang sangat perlu diadakan apalagi bahwasanya memang salah satu tujuan dari pada PMII adalah untuk mengembangkan dan mempertahankan nilai-nilai Islam Ahlussunnah Wal Jamaah, dan ini memang pas sekali kalau direfleksikan dengan aspirasi Nahdatul Ulama. 

Walaupun pada akhirnya PMII kelak akan menyatakan dirinya Independen, Independency PMII ini bukan berarti satu tindakan habis manis sepah dibuang (seperti orang yang dituduhkan oleh sementara orang) tetapi merupakan satu penguakan wawasan agar lebih terbuka kemungkinan mencari alternative dan pematangan diri dalam proses pendewasaan PMII dan tentu saja akan tindakan ini NU tidak akan merasa rugi sebab walau bagaimanapun PMII tetap akan menjadi kelompok mahasiswa dalam barisan terdepan untuk mempertahankan dan mengembangkan nilai-nilai aqidah Islam Ahlussunnah Wal Jamaah.

Kelahiran PMII pada tanggal 17 April 1960 dilihat dari kaca mata sejarah nasional juga sangat tepat, sebab tahun 1960 itu adalah merupakan permulaan tahun dimana bangsa Indonesia kembali menggunakan UUD 1945 dalam sistem kenegaraannya, setelah presiden Sukarno pada tangal 5 Juli 1959 mengeluarkan satu dekrit yang isinya pernyataan bahwasanya bangsa Indonesia sejak saat itu kembali ke UUD 1945 sebagai dasar Negara dan sumber segala sumber hukum positif. Ketepatan lahirnya PMII dengan perjalanan sejarah bangsa Indonesia ini terbukti dengan lahirnya produk-produk pemikiran yang dihasilkan oleh PMII dalam rangka turut serta mengisi pembangunan, cobalah kita lihat; 

Pada tahun 1961 ketika konggres I PMII telah berhasil merumuskan tentang faham socialisme Indonesia, seperti kita ketahui setelah Indonesia menyatakan kembali kepada UUD 1945 sebagai dasar Negara maka hakekatnya bukanlah pelaksanaan isi dan makna dari UUD 1945 itu secara murni dan konsekuen tetapi malah lahir system politik baru yang kemudian dikenal dengan demokrasi terpimpin, system politik baru ini sebenarnya cukup baik yakni bagaimana mengatur hubungan yang seimbang antara eksekutif dengan legislative dan system ini sebenarnya merupakan koreksi dari pada pelaksanaan demokrasi liberal yang ternyata gagal diterapkan di Indonesia, hanya sayangnya karena kredibilitas Sukarno yang begitu besar dan lemahnya kepemimpinan oposisi maka rezim Sukarno terjerumus dalam jurang kekuasaan yang bersifat otoriter dan akibat lebih jauhnya adalah meletusnya pemberontakan G 30 S PKI.

Produk pemikiran pertama PMII yang dikenal dengan nama Deklarasi Tawangmangu ini telah berbicara secara matang tentang empat hal yakni; sosialisme Indonesia, berbicara tentang sosialisme Indonesia kami harap para pembaca jangan cepat-cepat apriori dengan istilah yang sering dilontarkan orang sana kepada kita yang pada waktu itu ‘pro rezim Sukarno’ yakni istilah bahwasanya sosialisme Indonesia tidak lebih dari pada kamuflase faham Marrk yang telah ‘disesuaikan dengan alam Indonesia’ bukan bukan ini faham sosialisme yang dicetuskan oleh PMII itu betul betul satu faham kerakyatan yang telah dirujuk dengan ayat ayat suci al Qur’an dan sunah Nabi, hal ini dapat pembaca lihat dalam produk pemikiran berikutnya yang merupakan hasil dari konggres II PMII I Yogyakarta yakni Penegasan Yogyakarta, dalam pokok pokok pemikiran itu secara nyata PMII telah mengintrodusir dan mengsublimir ajaran sosialisme dengan nilai-nilai hidup umat islam itu; yakni dengan al Qur’an dan al hadits.

Sebagai organisasi perjuangan PMII juga sudah barang tentu memerlukan tenaga-tenaga terampil untuk mewujudkan cita-cita organisasinya, adanya tenaga terampil yang memenuhi syarat-syarat seorang pejuang organisasi dan pejuang bangsa ini mendorong PMII untuk mengeluarkan satu pedoman dasar tentang arah dari pada kader PMII serta tujuan dan syarat-syarat yang harus dimilikinya. 

Dalam kaitannya dengan masalah kader ini PMII akhirnya mampu merumuskan diri tentang kader ini dengan satu pokok pokok pemikiran yang kemudian dikenal dengan nama Sepuluh Kesimpulan Ponorogo, produk pemikiran ini lahir dalam waktu pelaksanaan Training Course I PMII yang diselenggarakan di Ponorogo pada tanggal 25 Juli sampai dengan 4 Agustus 1962. Sepuluh Kesimpulan Ponorogo kelak akan menjadi dasar-dasar bagi penyusunan sylabus pengkaderan PMII, dalam upaya diri mewujudakan sosok organisasi yang mampu berperan digelanggang kepemudaan dan kemahasiswaan yang bertaraf nasional maupun internasional.

Sebagai salah satu dari kader bangsa, kader umat PMII juga tidak hanya berbicara tentang dirinya ansich maupun berbicara tentang bangsanya nasib saudara saudara kita sesame Islam maupun yang tidak seiman dengan kita juga turut dipikirkan oleh PMII hal ini seperti terlukis dalam produk pemikiran yang dihasilkan dalam konggres II PMII tahun 1963 di Yogyakarta, Konggres II itu disamping berbicara tentang PMII, berbicara tentang nasib bangsa (yang terangkum dalam produk pemikiran; penegasan Yogyakarta) juga berbicara tentang nasib umat manusia yang masih terjajah khususnya bangsa-bangsa Asia dan Afrika dan juga tentang pentingnya satu Ukhuwah Islamiah.

Akhir dari produk pemikiran ini adalah lahir satu gagasan tentang perlunya satu galangan untuk merangkum bangsa-bangsa Asia dan Afrika dalam satu forum dunia khususnya dunia islam dan barang kali tidaklah menyombongkan diri kalau dikatakan bahwasanya PMII adalah merupakan satu-satunya organisasi mahasiswa yang pertama kali berbicara tentang hal ini, pokok-pokok pikiran ini dikenal dengan nama Pernyataan Yogyakarta dan ajakan dari PMII itu akhirnya terwujud tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 1965 di Bandung telah dilangsungkan konferensi Islam Asia Afrika.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?