Sejarah PMII Solo (13)

Diposting oleh admin on Rabu, 31 Maret 2010


9. Akhirnya kongres III PMII dapat dilaksanakan pada tanggal 7-12 Pebruari 1967 di kota Malang. Kongres itu sendiri menurut pengakuan ketua umumnya sagabat Mahbub Junaedi pelaksanaannya terlambat dua bulan, sebab kepengurusan PP PMII hasil kongres II Jogjakarta harus segera berakhir paling lambat bulan Desember 1966. Tetapi seperti sudah diterangkan dimuka keterlambatan pelaksanaan kongres ini datang dari kondisi dan situasi nasional yang sangat sibuk dalam rangka usaha-usaha konsentrasi penghancuran ferakan G 30 S PKI.

 Kongres itu sendiri dapat berlangsung dengan ukses. Peserta kongres jauh banyak dan lebih meningkat bila dibandingkan dengan kongres ke II apalagi dengan kongres pertama. Kalau dalam kongres pertama tahun 1961 di Tawangmangu hanya dihadiri oleh 13 cabang anggota kemudian dalam kongres II tahun 1963 di Kali Urang jogjakarta yang menghadiri 31 cabang anggota maka pada kongres yang ke III ini umlah anggota cabang yang hadir meningkat dua kali lebih, ada sejumlah 75 buah cabang dari Aceh sampai ke Menado!.
 
Seperti kegiatan-kegiatan nasional sebelumnya dalam kongres ini pula mampu dilahirkan satu pokok-pokok pikiran yang kemudian dikenal dengan nama “MEMORANDUM POLITIK”, berbeda dengan produk-produk pikiran sebelumnya, yang biasanya bersifat universal dan kondisional. Artinya produk pemikiran yang dicetuskan oleh PMII merupakan satu kontribusi pemikiran dalam menjawab permasalahan bangsa ataupun organisasi. Tetapi khusus produk pemikiran kali ini hanya bersifat intern yakni satu memorandum politik yang ditujukan kepada parta NU dan lebih bersifat merupakan bahan-bahan masukan untuk mu’tamar NU yang akan dilaksanakan pada tahun 1967 juga di kota Bandung. Dalam garis-garis besarnya memorandum politik ini berisi :
 Soal ke dalam
1. Sering partai NU sering menyebut dirinya seperti ketimun dan kekuatan kekuatan dirinya seperti durian, tetapi bila mana potensi massa dijadikan ukuran kekuatan, secara rendah hati pula kita berkata bahwa “sesungguhnya kita bukan ketimun”.
2. Sadar akan kekuatan massa yang berbeda dibawah partai, siding dewan partai di Tugu tahun 1966, partai telah menggariskan haluan yang wajar dan tidak luar biasa, yaitu pertama-tama partai harus percaya pada kekuatan diri sendiri dan mampu terus menerus mengambil inisiatif.
3. Partai NU mempunyai histories tertetu dalam pertumbuhannya, kondisi tertentu dan dengan sendirinya memerlukan bentuk organisasi tertentu didalam gerak kehidupan sehari-hari, struktur yang terdiri dari syuriah dan Tanfidziyah sepenuhnya mencerminkan kondisi-kondisi tersebut. Oleh karena itu tidak akan ada manfaatnya menambah atau merubah struktur organisasi dalam partai NU.
4. Sepenuhnya tepat apa yang ditegaskan oleh sidang dewan partai diTugu, bahwa kebijaksanaan pimpinan partai didalam langkah-langkahnya sesame pra GESTAPU dapat difahami. Tarap menyelamatkan partai telah berhasil dengan baik, sekarang tinggal menuju tarap take off.
Berhubung dengan pempinan diatas merupakan salah satu unsur mutlak yang menentukan maka kekompakan dan gerak kolektif merupakan pula syarat mutlak.
5. Bila mana sidang dewan partai di Tugu dapat memahami kebijaksanaan dalam artian politik selama pra GESTAPU, tentu ini bukan berarti bahwa peranan perseorangan yang salah dalam hal kejahatan ekonomi termasuk juga “difahami” fakta menunjukkan banyak oknum-oknum partai yang berpetualangan ekonomi, oleh karena itu mereka perlu ditertibkan.
6. Partai telah memberikan ruang bergerak yang cukup kepada ormas-ormas yang bernaung di bawahnya dalam urusan politik praktis. Ini suatu hal yang positif, oleh karena itu perlu peningkatan peran mereka dalam segala kegiatan kepartaian.
SOAL UMAT ISLAM
1. Baik dimasa pra GESTAPU, maupun sekarang potensi kepemimpinan partai NU obyektif wajar dan semestinya. Karenanya cara memandang persoalan umat islam khususnya didalam perjuangan politik kondisi yang obyektif wajar itu harus dijadikan titik tolak.
2. Menyangkut persoalan uhuwah islamiyah perlulah dipunyai ukuran-ukuran yang praktis yakni dengan titik tolak kepemimpinan yang obyektif dan kebersamaan yang konkrit.
3. Gagasan pusi ditilik dari sudut obyektif adalah tidak praktis yang terpokok dan realistic adalah mengatur kebersamaan langkah dan sikap dalam satu wadah bentuk federatis.
4. Dengan memperkuat partai, meluaskan pengaruh dalam massa maka cita-cita ‘persatuan umat islam” akan lebih tepat sampai pada tujuannya.
SOAL MENEGAKKAN KONSTITUSI DAN HUKUM
1. Masalah menegakkan konstitusi dan hokum merupakan masalah yang bersifat permanen dan berlaku terus menerus, tidak semata-mata dihubungkan dengan keadaan tertentu atau keperluan tertentu.
2. Hubungan dengan situasi sekarang, maka situasi konflik ini (pada tahun 1967 di Indonesia terjadi dwi kepemimpinan yang saling bertolak belakang yakni antara presiden Sukarno yang berkedudukan sebagai presiden syah Negara Indonesia tetapi “kedudukannya mulai banyak dituntut untuk mundur oleh karena keterlibatannya dan ketidak tegasannya dalam menghadapi pemberontakan G 30 S PKI-Pen) harus dibereskan melalui forum yang ditunjuk oleh konstitusi, yakni MPRS.
Presiden Sukarno wajib mempertanggung jawabkan tindakan-tindakannya didepan forum itu, dan majelis dapat dan berhak mengambil keputusan-keputusan yang berhubungan dengan jabatan kepresidenan.
3. Bilamana situasi konflik yang terpusat pada diri Bung Karno itu sudah diselesaikan oleh forum MPRS, maka menjadi kewajiban kita untuk terus menyempurnakan tegaknya demokrasi, konstitusi dan hukum yang merupakan tujuan pokok pembinaan Orde baru dapat tercapai.

SOAL PEMILIHAN UMUM
1. Kader demokrasi pada suatu Negara ditentukan oleh pelaksanaan Pemilihan Umum. Idak ada pemilihan umum berarti tidak ada demokrasi.
2. Pemilihan umum harus dilaksanakan dengan waktu yang tepat dan cara-cara yang tepat pula hal ini bisa dimungkinkan bila mana Undang-Undang yang mengaturnya bersifat demokratik.
3. Diperlukan sikap yang serius terhadap rancangan Undang-Undang pemilihan umum, rancangan itu belum sepenuhnya demokratik, masih adanya pengangkatan, kurang percaya kepada partai dan pembagian wilayah pemilihan yang tidak cocok dengan sifat Negara kesatuan.
SOAL EKONOMI
1. Demokrasi ekonomi sebagai yang dimaksud dalam ketetapan MPRS wajib dipertahankan dan dilaksanakan.
2. Konstatasi ormas-ormas partai bahwa APBN 1967 belum meyakinkan, jlas mengandung kebenaran, minimnya anggaran untuk bidang agama dan pendidikan dan meningkatnya anggaran untuk bidang-bidang yang tidak dikenal di dalam Undang-Undang Dasar serta minimnya anggaran pembangunan dan terjadinya kenaikan harga dan tarip angkutan akan lebih memberatkan rakyat.
3. Kebutuhan akan bantuan modal asing tidak mesti harus mengorbankan martabat, mengabaikan kemampuan sendiri menganak tirikan swasta nasional, apalagi tunduk kepada persyaratan-persyaratan politik.
4. Untuk mencegah “ganda fungsi yang hasilnya tidak efisien dan kacau, maka lembaga-lembaga yang tidak dikenal di dalam Undang-Undang Dasar dan mencampuri lalu lintas ekonomi seperi KOLOGNAS harus ditiadakan.
5. Segala macam kekayaan hasil sitaan petualang-petualang ekonomi Orde lama harus dapat dipertanggung jawabkan dan dinyatakan sebagai milik Negara.
6. Harus terus menerus dicegah timbulnya borjuisi Orde baru, kaum profetur dan politikus-politikus salon yang menggunakan massa transisi ini untuk kepentingan sendiri.
7. Prinsip “Indonesia First” harus ditegakkan dibidang ekonomi, kegiatan ekonomi asing harus dibatasi agar kepentingan bangsa tetap terjamin.
8. Khusus dalam hubungan partai, perlu direalisir dan diintensifkan rencana pembentukan “panitian Ferifikasi” yangbertugas menetapkan secara persis kekayaan yang diperoleh orang perorang atas nama partai atau karena partai, untuk ini PMII bersedia dengan “tasaf or se” ekonominya.
SOAL LUAR NEGERI
1. Penolakan terhadap politik “kemercusuaran” yang senobis dan caufinistik tidaklah harus diartikan bahwa Indonesia merasa tidak ada perlunya berdiri pada barisan pimpinan dalam konstalasi dunia pada umumnya dan Asia dan Afrika pada khususnya.
2. Penggalangan solidaritas Islam Asia Afrika dalam bentuk OIAA, sesuai dengan jiwa keinginan “PERNYATAAN JOGJAKARTA” pada prinsipnya telah berjalan dengan baik.
3. Merombak kepengurusan luar negeri dalam struktur pengurus besar partai dari urusan “penempatan tenaga” menjadi lebih bersifat luas & politik.
Hasil terpenting lainnya dari kongres III PMII di Malang ini adalah
- Terbentuknya lembaga-lembaga non structural ditingkat pengurus pusat yang juga dapat membuka perwakilan pada tingkat cabang. Lembaga-lembaga itu adalah:
1. Lembaga Pendidikan Kader Pusat (LPKP)
2. Lembaga Pres Pusat (LPP)
3. Lembaga Da’wah Pusat (LDP)
4. Komando Siaga Angkatan Jihad (KOSAD)
5. Menyempurnakan pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Pendidikan kader (P3K) yang dihasilkan dalam MUKERNAS I PMII tahun 1966. Dan hasil yang juga sangat penting lainnya terpilihnya Mandataris baru kepengurusan PP PMII yakni sahabat (Drs) M. Zamroni sebagai ketua umum dan Drs. Med Fahmi Ja’far sebagai sekretaris umum PP PMII periode 1967-1970, secara lengkap susunan pengurus PP PMII periode 1967-1970 adalah sebagai berikut:
Ketua umum : M. Zamroni BA
Ketua : Abdur Rahman Saleh BA
Ketua : Mohamad Abduh Paddare BA
Ketua : Drs. EK. Umar Basalim
Ketua : Abdur rahim Hasan BA
Sekretaris umum : Drs. Med Fahmi Ja’far
Sekretaris : Siddiq Muhtadi BA
  : R. Harri Sutanto
  : Didik Haryadi BA
Keuangan : RS Munara
Wakil Keuangan : Achmad Fatoni
Departemen-departemen
1. Pendidikan dan Kader : Zubir Amin
2. Penerangan dan Humas : Azwar Tiyas
3. Kesejahteraan mahasiswa : H. Zaini A Syakur
4. Luar Negeri : Chatibul Umam, BA
5. Keputrian : Tien Martini
6. Kesenian dan Kebudayaan : Achmadun Ambari, BA
7. Olah Raga : Tosari Widjaja

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?