Sejarah PMII Solo (10)

Diposting oleh admin on Rabu, 31 Maret 2010

5.4. Kelahiran Orde baru lebih tepat dikatakan merupakan satu langkah koreksi total terhadap kebijakan Rezin Soekarno. Kelahiran Orde baru ini sebenarnya merupakan satu kondisiosine Quwanon sebab nampaknya Rezim Sukarno sudah tidak mampu lagi berdiri baik secara politik apalagi secara ekonomis. Kelahiran Orde Baru ini sangat dipercepat dengan adanya gerakan PKI untuk merebut kekuasaan melalui aksi kudeta yang kemudian lebih dikenal dengan gerakan 30 September. 
 
Sebenarnya ada ataupun tidak gerakan PKI untuk merebut kekuasaan orde baru dapat dipastikan akan lahir karena seperti sudah diterangkan diatas, Rezim Sukarno telah salah alangkah dalam mengelola Negara. Politik berdikari berakibatkan disetopnya segala bentuk bantuan ini rakyat sangat menderita karena laju inflasi membumbung sampai 600% bahwa pemotongan uang diperlukn berkali-kali tatapi nampaknya tidak mampu menolong keadaan. Keadaan ekonomi yang sangat sulit ini masih ditambah dengan tindakan Sukarno yang melakukan politik konfrontasi dengan Malaysia, akibatnya hampir separoh dari anggaran belanja digunakan untuk “politik Konfrontasi” tersebut. 
 
Dalam kondisi yang seruwet ini PKI telah memanfaatkan situasi, bagai mengail ikan di air keruh. Sesudah melemparkan isu bahwa akan adanya Dewan Jenderal (sebutan untuk kelompok perwira angkatan darat dibawah pimpinan A. H. Nasution dan A. H. Yani, pen) yang konon berkehendak untuk merebut kekuatan dari tangan Sukarno. Oleh karenanya dengan alasan untuk menyelamatkan pemimpin besar revolusi Sukarno, PKI bergerak mendahului dengan menculik para panglima angkatan darat tersebut sekaligus menghukumnya dengan membunuh mereka dan menguburnya secara biadab di Lubang Buaya. PKI mengambil alih kekuasaan dan menamakan gerakannya dengan nama dewan revolusi dibawah pimpinan Letkol Untung. Presiden Sukarno diamankan oleh PKI. 
 
Akhirnya usaha PKI untuk merebut kekuasaan pemerintah Indonesia yang syah itu, menemui kegagalan, Gerakan PKI hanya berusia sekejap mata yakni pada tanggal 1 Oktober 1965 usaha PKI untuk merebut kekuasaan dan mengganti dasar Negara Pancasila menemui kegagalan total. Tetapi yang aneh bahwa gerakan PKI yang sudah terang sangat bersifat menghianati bangsa, oleh rezim Sukarno tidak diapa-apakan, bahkan dalam kesempatan pidato-pidatonya beliau memuji-muji PKI sebagai pejuang revolusioner.
 
Melihat peristiwa ini massa rakyat bangkit untuk menuntut supaya PKI beserta antek-anteknya dibubarkan dan para pelaku G 30 S dihukum sesuai dengan kesalahannya. Rezim Sukarno bingung, beliau tidak mampu mengambil keputusan yang tepat, mengapa? Hal ini dikarenakan : bila beliau menghukum PKI, jelas akan berdapan dengan pemerintah komunis di Peking yang selama ini mendukung Sukarno dalam berkonfrontasi dengan Malaysia, tetapi kalau beliau tidak membubarkan PKI Sukarno akan berhadapan langsung dengan sebagian besar rakyat Indonesia terutama mereka yang selama ini terus menerus difitnah oleh PKI. Melihat situasi yang tidak menentu ini para tokoh dan aktifis organisasi mahasiswa ekstra Universitas melahirkan satu wadah perjuangan untuk berupaya menegakkan kembali keadilan dan menyuarakan sebagian besar aspirasi rakyat Indonesia. Mereka tampil dengan semboyan TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat):

1. Bubarkan PKI beserta antek-anteknya
2. Ritur menteri-menteri yang goblog
3. Turunkan harga beras

Gerakan untuk pembubaran PKI itu dipimpin oleh tokoh-tokoh mahasiswa yang tergabung dalam KESATUAN AKSI MAHASISWA INDONESIA (KAMI). Organisasi perjuangan ini didirikan di rumah Menteri PTIP (Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan) Prof. Dr. Syarif Thoyyib di jalan Imam Bonjol 26 Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1965 yang berlandaskan pada tiga program tersebut diatas dengan operasionalisasi program: 
1. Mengamankan Pancasila
2. Memperhebat bantuan kepada ABRI dalam penumpasan GESTAPU / PKI sampai akar-akarnya. 
 
Sekarang kita bertanya adakah peranan yang diambil PMII dalam pembentukan dan gerakan PMII itu? Untuk menjawab pertanyaan ini, H. Mahbub Junaedi pernah menyatakan: Bila mana tahap pertama pembinaan orde baru dihitung dari titik mula penghancuran Gestapu / PKI, maka pimpinan pusat (maksudanya PP PMII) dengan rasa bangga akan mencatat disini bahwa peranan organisasi PMII tidak bisa disisihkan oleh sejarah. Fakta itu bersatu dengan ajaran … kita telah ikut mengambil peranan disaat yang paling sulit menentukan, istimewa disekitar tanggal 1-5 Oktober 1965 tanggal keluarnya pernyataan NU dan ormas-ormasnya yang secara tegas menunjuk hidung bahwa PKI adalah dalang dan pelaku kup G 30 S, karenanya mesti dibubarkan. 

Tidak banyak momen-momen di dalam sejarah yang bisa membawa akibat besar. Momen yang membutuhkan kecepatan mengambil keputusan diatas segala keberianian. Hari-hari sekitar awal Oktober 1966 adalah contoh momen yang tidak banyak jumlahnya. Pada saat itulah ekponen PMII dan Ansor secara ondespot mengambil posisi meneliti dan kongklusi serta dengan keyakinan luar biasa “tangan” PMII lah yang mengayunkan garis-garis besar pokok pokok statemen tuntutan pembubaran PKI. 

Apa yang terjadi sesudah itu, kita sudah tahu likuidasi secara total dilakukan seutuhnya oleh seluruh massa rakyat yang pancasilais bersama ABRI. Kita bukanlah potongan yang suka reklame tapi siapakah yang bisa membantah bahwa peranan NU khususnya ansor ditahap-tahap pertama likuidasi yang melumpuhkan PKI itu memegang peranan yang menentukan kita lakukan. Likuidasi itu hampir-hampir dalam sekali gulung. Seajarah mencatat bahwa tahap pembinaan orde baru dalam bentuk penghancuran GESTAPU/PKI, peranan organisasi massa, dikota khususnya dan didesa, sangatlah menentukan. 

Mereka tidak membutuhkan segala macam tugu untuk tugas revolusioner yang telah mereka selesaikan. Karena seperti yang pernah dikatakan oleh ketua umum KH. DR. Idham Halid, kita menumpas PKI bukan karena untuk kepentingan manusia melainkan juga karena seluruh agama. Wal hasil kita bukan saja bukan “pahlawan kesiangan” melainkan (dengan segala kerendahan hati) adalah pahlawan yang telah bangun tepat tatkala bedug subuh berbunyi.

 Pelajaran yang dapat ditarik disini ialah hanya dengan peranan positif partai-partai politik, organisasi massa dan ABRI, tugas-tugas pancasilais dapat diselesaikan dengan baik. Dalam tahap pertama pembinaan Orde baru melikuidasi kekuasaan GESTAPU / PKI, hal itu adalah sangat menonjol. Tahap kedua pembinaan orde baru yakni meruntuhkan pendukung-pendukung gelap dan terang GESTAPU / PKI didalam cabinet, mereka yang telah bersalah secara politik, ekonomi dan moral, telah pula kita ikut melaksanakan dengan baik dan gemilang. Tri tuntutan hati nurani rakyat yang untuk pertama kalinya lahir tatkala demonstrasi front pemuda tanggal 28 Januari 1966, dengan cepat disambut oleh demonstran KAMI tanggal 10 Januari 1966 di Jakarta.
 Dan dimulailah aksi-aksi mahasiswa ibarat bola salju, makin lama makin besar, suatu gerakan kekuatan politik yang hampir-hampir tidak diduga orang sebelumnya. 

Gerakan anti mahasiswa yang tergabung dalam KMI dengan cepat merebut kemenangan-kemenangan politik, bukan saja karena garis dan sasarannya yang tepat serta tidak mempunyai kepentingan apapun kecuali mencapai cita-cita idialismenya, tetapi juga karena mendapat dukungan massa. Garis yang diberikan pimpinan pusat (maksudnya PP PMII, pen) cukup jelas. Ikut dan pimpin KAMI mulai dipusat sampai daerah. Garis ini telah dilaksanakan dengan cepat dan meluas. Sahabat Zamroni (maksudnya sahabat Drs. Zamroni, waktu itu ketua I PP PMII) telah memberikan kepemimpinannya yang nyata dan baik dari awal sampai saat ini, yang tidak lain berarti kepemimpinan PMII jua adanya. 

Kalau kita menyimak secara mendalam dari pidato ketua umum PP PMII, H. Mahbub Junaedi didepan forum kongres ke III PMII yang diselenggarakan pada tanggal 7-11 Februari 1967 di Malang itu, sudah cukup jelas bagi kita untuk mengetahui betapa besar peran serta PMII dalam kebangkitan Orde Baru, tidak akan bisa digelapkan oleh orang lain. Bahkan ketua umum PP PMII periode IV yakni sahabat M. Zamroni telah tampil memimpin KAMI sebagai ketua umum presidium pusatnya. Dengan jabatan ketua umum presidium ini saja, kita telah dapat menunjukkan bahwasanya PMII cukup punya andil besar dalam kegiatan / tugas KAMI untuk melahirkan Orde Baru. Saksi yang tidak bisa ditolak oleh siapapun juga adalah jemari tangan kanan Drs. Zamroni itu tinggal dua buah yang tiga hilang ketika memimpin demonstrasi KAMI dalam menegakkan Orde baru.

Kegiatan-kegiatan likuidasi Orde Lama itu tidak hanya terjadi di pusat ibu kota saja tetapi juga menjalar sampai kedaerah-daerah dan di daerah pun peranan PMII dan Ansor tetap mampu mengambil posisi terdepan. Seperti telah kita ketahui kekuatan organisasi pemuda saat itu yang paling besar adalah pemuda Ansor sedang kekuatan organisasi mahasiswa yang paling besar adalah HMI, tetapi HMI pada saat-saat itu baru saja terlepas dari gempuran-gempuran hebat CGMI dan pemerintah orde lama. Akibatnya walaupun secara kualitas dan kuantitas kita akui PMII dibawah HMI, tetapi peranannya tidaklah kalah dengan apa yang dimainkan oleh HMI bahkan banyak kesempatan justru PMII banyak berusaha menyelamatkan HMI dari rongrongan pemerintah orde lama.

Pengambilan peran yang cukup besar dari PMII dan Ansor ini tentu saja tidak akan bisa lepas dari “cipratan” kebesaran NU sebagai partai politik waktu itu, bukankah PMII dan Ansor adalah anak-anak emas waktu itu.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?