C. Macam Dan Pengertian Perakaderan PMII
Kaderisasi PMII pada hakekatnya adalah totalitas upaya-upaya yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan untuk membina dan mengembangkan potensi dzikir, fikir dan amal soleh setiap insan pergerakan. Secara kategoris dapat dipilih dalam tiga bentuk yakni: Perkaderan Formal Basic, Perkaderan Formal Pengembangan dan Perkaderan Informal. Ketiga bentuk ini harus diikuti oleh segenap warga pergerakan, sehingga pada saatnya kelak akan terwujud kader yang berkualitas ulul albab.
Perkaderan formal basic meliputi tiga tahapan dengan masing-masing follow-up-nya. Ketiganya itu adalah Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba), Pelatihan Kader Dasar (PKD), dan Pelatihan Kader Lanjutan (PKL). Ketiga tahapan dengan follw-up yang menyertai itu merupakan satu kesatuan tak terpisahkan, karena kaderisasi PMMI pada hakekatnya merupakan proses terus menerus, baik di dalam maupun di luar forum kaderisasi (long-life-education).
Perkaderan Formal Pengembangan adalah berbagai pelatihan dan pendidikan yang ada di PMII. Perkaderan jjenis ini dibedakan dalam dua macam, yakni 1) yang wajib diikuti oleh segenap kader secara mutlak, dan 2) yang wajib di ikuti sebagai pilihan. Yang sifatnya wajib mutlak, disamping sebagai pembekalan mengenai hal-hal dasar yang harus dimiliki kader pergerakan, juga merupakan prasyarat bagi keikutsertaan kader bersangkutan dalam PKD atau PKL.
Sedang perkaderan informal adalah keterlibatan kader pergerakan dalam berbagai aktifitas dan peran kemasyarakatan PMII. Baik dalam posisi sebagai penanggung jawab, menjadi bagian dari team work, atau bahkan sekedar partisipan. Perkaderan jenis ini sangat penting dan mutlak diikuti. Disamping sebagai tolak ukur komitmen dan militansi kader pergerakan, juga jauh lebih real disbanding pelatihan-pelatihan formal lain, karena langsung bersinggungan dengan realitas kehidupan.
Di atas semua pelatihan tersebut terdapat satu pelatihan lagi yakni pelatihan fasilitator. Pelatihan ini dimaksudkan untuk menciptakan kader-kader pergerakan yang secara terus menerus akan membina dan menangani berbagai forum perkaderan di PMII. Pelatihan lebih utama ditujukan bagi kader-kader potensial yang telah mengikuti semua bentuk perkaderan sebelumnya, dan yang telah teruji komitmennya terhadap PMII maupun aktifitas dan peran-peran sosial.
D. Penjenjangan Kaderisasi
Secara berurutan , penjenjangan pelatihan-pelatihan, baik pelatihan formal basic, pelatihan formal pengembangan maupun pelatihan informal dan pelatihan Fasilitator adalah sebagai berikut:
1. Masa Penerimaan Anggota Baru, disingkat MAPABA.
Mapaba merupakan forum pengkaderan formal basic tingkat pertama. Disamping sebagai masa penerimaan anggota, forum ini juga sbagai wahana pengenalan PMII dan penanaman nilai (doktrinasi) dan idealisme sosial PMII.
Pada fase ini harus ditanamkan makna idealisme yang bermuatan relegius bagi mahasiswa dan urgensi perjuangan untuk idealisme itu melalui PMII baik pada struktur formalnya sebagai organisasi maupun pada aspek substansinya sebagai komunitas gerakan mahasisiwa yang berkatar kultur Islam. Karena itu terget yang harus dicapai pada fase ini adalah tertanamnya keyakinan pada setiap individu anggota bahwa PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang paling tepat untuk mengembangkan diri dan memperjuangkan idealisme tersebut. Dari tahap ini output yang diharapkan adalah anggota yang mu’taqid.
Follow up Mapaba
Merupakan forum pengayaan wawasan ketrampilan anggota baru, sekaligus menjadi salah satu persyaratan untuk memasuki tahap kedua perkaderan formal basic (PKD). follow up Mapaba diarahkan pada studi-studi fakultatif, sebagai upaya pengembangan diri kader pergerakan. Studi fakultatif ini dilakukan melalui forum small group di mana kader diarahkan untuk memiliki scientific attitude dengan melakuakan pengkajian-pengkajian secara intensif dan terus menerus mengenai berbagai persoalan actual di bidang agama dan keberagaman, sosial budaya, politik, ekonomi, dan lain-lain.
Selain follow up di atas, setelah Mapaba seorang kader pergerakan juga harus mengikuti dua pelatihan formal pengembangan, yang juga merupakan syarat mutlak bagi keikutsertaan kader bersangkutan dalam PKD. Kedua pelatihan itu adalah:
a. Studi Epistemologi
Studi ini dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan dengan perangkat paling dasar ilmu pengetahuan, yang juga meliputi ontology dan aksiologinya. Panduan dan kurikulum pelatihan ini dapat dilihat pada bagian ketiga buku ini.
b. Pengembangan Ketrampilan Bahasa Asing (Inggris elementary).
Target wajib minimal yang harus dicapai adalah penguasaan atas kosa kata dan kalimat-kalimat percakapan sehari-hari. Pelatihan ini dapat dilakukan secara individual dengan mengikuti kursus reguler atau yang diadakan oleh PMII sendiri.
2. Pelatihan Kader Dasar, disingkat PKD
Pelatihan Kader Dasar merupakan perkaderan formal basic tingkat kedua. Pada fase ini persoalan doktrinasi nilai-nilai dan misi PMII, penanaman loyalitas dan militansi gerakan, diharapkan sudah tuntas. Target yang harus dicapai pada fase ini adalah terwujdnya kader-kader militan, mempunyai komitmen moral dan dasar-dasar kemampuan praksis untuk melakukan Amar ma’ruf nahi munkar.
Dalam PKD, kepada peserta mulai diperkenalkan berbagai berbagai model gerakan, prinsip prinsip dasar Analisa Sosial,dasar-dasar Advokasi dengan segala macam bentuknya serta dasar-dasar managerial pengelolaan aktifitas dan gerakan. Output dari PKD adalah seorang kader pergerakan yang siap terjun di tengah masyarakat.
Follow up PKD
MerupakaN forum pengembangan wawasan dan keahlian kader sekaligus menjadi persyaratan untuk memasuki tahap ketiga Pelatihan Formal Basic (PKL). Follow up PKD diarahkan pada studi-studi pengembangan atau diskusi-diskusi intens, sebagai upaya peningkatan kualitas kader pergerkan. Studi intens ini dilakukan melalui forum small group, dimana kader diarahkan untuk memiliki sense of movement dengan melakukan pemgkajian-pengkajian secara intensif dan terus menerus mengenai berbagai persolan actual di masyarakat dan tokoh-tokoh gerakan rakyat dan atau gerakan sosial. Apabila dipandang perlu, forum small group dapat didampingi oleh seorang fasiliitator atau kader dengan kualifikasi telah lulus PKL, serta memiliki penguasaan yang relatif lebih luas atas persoalan yang menjadi konsens dari small group yang bersangkutan.
Selain follow up di atas, setelah PKD seorang kader pergerakan juga harus mengikuti dua pelatihan formal pengembangan, yang juga merupakan syarat mutlak bagi keikutsertaan kader bersangkutan dalam PKL. Kedua pelatihan itu adalah:
a. Sekolah Analisa Sosial
Disamping dimaksudkan untuk memperkokoh komitmen sosial warga pergerakan, pelatihan ini juga dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan tentang perangkat analisa sosial yang mutlak diperlukan dalam berbagai aksi dan kemasyarakatan PMII. Panduan dan kurikulum pelatihan ini dapat dilihat pada bagian ketiga buku ini.
b. Pengembangan Ketrampilan Bahasa Asing (Inggris intermediate)
Target wajib minimal yang harus dicapai adalah selain penguasaan dalam memahami naskah-naskah berbahasa Inggris (transltion) juga kemahiran (fluently) atas kosa kata dan kalimat-kalimat percakapan forum (English of meeting) Pelatihan ini dapat dilakukan secara individual dengan mengikuti kursus reguler atau yang diadakan oleh PMII sendiri.
Setelah PKD, seorang kader pergerakan harus mengikuti minimal satu pelatihan formal pengembangan yang bersifat pilihan, yang juga merupakan syarat mutlak bagi keikutsertaan kader bersangkutan dalam PKL. Pelatihan formal pengembangan kader atas pilihan-pilihan peran sosial transformatif atau gerakan/aksi minat, kecenderungan dan potensi masing-masing kader. Pelatihan-pelatihan tersebut adalah:
1. Pelatihan Advokasi Hukum (Pralegal)
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader yang memiliki kesadaran kritis terhadap terjadinya pelanggaran HAM dan civil violent serta kemampuan praksis dalam melakukan penegakan hokum pada segenap sector kehidupan.
2. Pelatihan Advokasi Petani dan Nelayan
Pelatihan ini dimaksudkan unutk melahirkan kader-kader yang memiliki kesadaran kritis terhadap terjadinya marginalisasi atas petani/nelayan serta kemampuan praksis dalam melakukan penguatan (empowerment) terhapadap mereka.
3. Pelatihan Advokasi Lingkungan
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan dengan diskursus lingkungan beserta konsepsi paradigmatic yang mendasarinya; dan terjadinya pelanggaran hokum lingkungan; juga kemampuan analitis dan praksis serta managerial dalam penegakan hokum lingkugan menuju terciptanya tatanan semua aspek kehidupan yang ramah lingkungan.
4. Pelatihan advokasi Buruh
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader yang memiliki kesadaran kritis terhadap terjadinya marginalisasi atas buruh serta kemampuan praksis dalam melakukan penguatan (empowerment)terhadap mereka.
5. Pelatihan Advokasi Perempuan
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader yang memilii wawasan tentang kesetaraan gender dan kesadaran kritis terhadap terjadinya ketidak-adilan atas perempuan serta kemampuan praksis dalam melakukan penegakan atas hak-hak mereka.
6. Pelatihan Penelitian Akademik
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan dengan perangkat dasar ilmu pengetahuan beserta aspek ontologis dan aksiologisnya, juga untuk membekali kemampuan analitis dan metodologis dalam pembuktian akademik terhadap kasus-kasus empirik khususnya yang menyangkut sector-sektor kehidupan publik.
7. Pelatihan Risaet Aksi Partisipatoris (PAR)
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan dengan perangkat dasar ilmu pengetahuan beserta aspek ontologis dan aksiologisnya, juga untuk membekali kemampuan analitis dan metodologis dalam melakukan riset-riset aksi partisipatoris.
8. Pelatihan Jurnalistik dan Manajemen Informasi
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan dengan dimensi-dimensi dasar jurnalistik dan informatika beserta aspek ontologis dan aksiologisnya, juga untuk membekali kemampuan analitis dan praksis atau managerial dalam pengelolaan informasi dan penciptaan opini.
9. Pelatihan Kewirausahaan dan Penguatan Ekonomi Rakyat
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader pergerakan yang memiliki kesadaran kritis dan transformatif mengenai persoalan ekonomi dan politik, juga untuk membekali kemampuan praksis dalam menciptakan dan memanfaatkan peluang pengembangan usaha dan kewirausahaan, menuju terciptanya ekonomi rakyat yang kuat.
Panduan dan kurikulum untuk pelatihan-pelatihan tersebut dapat dilihat pada bagian ketiga buklu ini.
3. Pelatihan Kader Lanjut, disingkat PKL
Tahapan ini merupakan fase spesifikasi untuk mengarahkan kader kepada kemampuan pegelolaan organisasi secara professional. Dengan pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai dan misi organisasi yang telah ditanamkan pada PKD, maka dalam PKL ini kader ditempa dan dikembangkan seluruh potensi dirinya untuk menjadi seorang pemimpin yang menyadari sepenuhnya amanah kekhalifahanya dengan didukung oleh kematangan leadership dan kemampuan managerial. Output dari pelatihan tahap ini adalah “Leader of Movement and Institusion”.
Follow up PKL
Follow up PKL dilakukan melalui (dalam bentuk) pengelolaan aksi sosial transformatif. Hal ini dimaksudkan untuk peningkatan kualitas kepemimpinan kader pergerakan, baik dalam rangka pengembangan organisasi maupun dalam memecahkan persoalan-persoalan strategis yang berkaitan dengan dinamika internal organisasi dan dinamika eksternal yang terjadi di masyarakat.
Selain follow up di atas, terdapat dua bentuk Pelatihan Paska PKL, yakni:
1. Pelatihan Human dan Komunikasi Publik.
Pelatihan ini selain dimaksudkan untuk membekali kader pergerakan dengan dimensi-dimensi dasar human realition dan komunikasi publik, juga untuk membekali kemampuan praksis dalam pengembangan kepribadian, melakukan komunikasi (lobby, negoisasi dll) serta kemampuan menjalin kemitraan dengan berbagai pihak menuju terciptanya performance PMII yang simpataik, perfect dan disegani. Pelatihan formal pengembangan jenis ini wajib diikuti oleh semua anggota pergerakan.
2. Pelatihan Fasilitator Pelatihan
Pelatihan ini dimaksudkan untuk melahirkan kader-kader pergerakan yang memiliki kemampuan sebagai fasilitator untuk semua jenis pelatihan yang di di PMII.
Panduan dan kurikulum untuk kedua jenis pelatihan tersebut dapat dilihat pada bagian ketiga buku ini.
E. REFLEKSI PKL DAN KADERISASI KAMPUS UMUM
Pelatihan Kader Lanjutan (PKL) telah terselenggara dengan frekuensi relatif lebih banyak dari sebelumnya. Hal ini terjadi karena inspirasi PKC dan cabang pelaksana PKL serta motivasi PB PMII untuk melakukan kerjasama dalam penyelenggaraan pelatihan tingkat lanjutan tersebut. Dengan pengalaman 9 kali pelaksanaan PKL di berbagai daerah memang belum terlalu bisa menggambarkan sebagai perwujudan profil Alul Albab kader secara maksimal dan merata. Namun, pemupukan ke arah penjenjangan perkaderan secara tepat dari Mapaba, PKD dan follow-up kemudian PKL mengarah pada keseriusan pembentukan profil kader seperti yang tercermin dalam Tujuan PMII pada Bab IV pasal 4 Anggaran Dasar.
Selain frekuensi pelaksanaan, perlu diketahui pula bahwa selama periode ini PKL dilaksanakan dengan mengangkat isu-isu lokal di masyarakat, seperti advokasi pertambangan, pemberdayaan masyarakat industri, studi politik masyaralat dan lainnya. Proses pembelajaran dengan mengangkat beberapa isu tersebut dilakukan dengan metode partisipatoris. Karena peserta belajar disumsikan sebagai orang yang telah memiliki wawasan, pengalaman dan kemampuan. Proses belajar dilakukan dengan model andragogi. Kelanjutan dari PKL di beberapa daerah tersebut dengan membentuk solidaritas bersama mengenai isu-isu kemasyarakatan yang rentan dengan intimidasi pemerintahan lokal. Hal ini menjadi kesepakatan Rencana Tindak Lanjut oleh masing-masing peserta PKL di beberapa daerah.
PKL dilaksanakan dengan tujuan terciptanya kader profesional yang mengarah pada pembentukan pribadi kader pada dua hal; kepemimpinan dan kemampuan manajemen kader. Dua hal tersebut diharapkan menjadi bekal bagi kader PMII untuk melanjutkan masa pengabdiannya sebagai ketua umum Pengurus Cabang, Pengurus Koordinator Cabang, Pengurus Besar maupun sebagai bekal dalam rangka kompetisi di luar ruang PMII. Kompetisi antar kader di dalam organisasi maupun di luar organisasi ini bisa dilihat di mana kader PMII berada. Kalau kita menyangsikan “keberanian” berkompetisi kader PMII selama ini, boleh jadi karena kader peserta PKL yang dimiliki PMII masih relatif kurang. Untuk itu, proses pelaksanaan PKL ke depan harus lebih matang di tingkat metode, kedalaman materi, kamatangan fasilitator dan seleksi peserta yang ketat.
Kader PMII lulusan PKD diharapkan menjadi kader mujtahid yaitu kader yang bersungguh-sungguh untuk melakukan perjuangan dalam mengamalkan nilai-nilai perjuangan pergerakan. Selain itu kader tersebut juga aktif melakukan pergesekan pemikiran, sehinga muncul pemikiran-pemikiran baru dari mereka. Sebagai mujtahid diasumsikan bahwa mereka belum memiliki kesadaran profesionalitas untuk memimpin dengan manajemen yang bagus. Mereka baru merasa mewakili segenap pengalaman dan bahan-bahan bacaan yang dipelajarinya. Kader mujtahid juga diharapka memiliki kemampuan untuk menjadi organizer bagi segenap potensi kritik untuk berada pada oposan sejati, tapi belum mampu mengorganiser kekuatan eksternal untuk membangun akses politik-ekonomi dengan unsure-unsur di luar komunitasnya.
Dengan memperbandingkan antara kemampuan yang dibangun dalam pendidikan PKD dengan keterampilan pada PKL, maka diharapkan muncul kesadaran kader PMII untuk lebih banyak lagi mengadakan PKL. Betapa penting PKL dilaksanakan dalam rangka mengantarkan setiap individu kader pada cita-cita menjadi insan Ulul Albab sebagaimana tujuan organisasi.
Interaksi sosial selalu menghasilkan perubahan, baik secara cepat maupun lambat, dari pihak-pihak yang saling berinteraksi tersebut. Kajian-kajian teoritis yang telah dibuat berkenaan dengan interaksi dan pertukaran antara organisasi dan lingkungannya tersebut menunjukkan bahwa persaingan antar kelompok-kelompok dalam kumpulan organisasi sejenis turut ditentukan oleh faktor-faktor lingkungannya. Oleh karena itu perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan bersaing akan berpengaruh secara signifikan terhadap eksistensi dan kemampuan suatu organisasi.
Pada sisi yang lain, secara internal setiap organisasi mengalami pertumbuhan. Dalam telaah teori-teori organisasi sejumlah pakar mencatat adanya kesamaan pola-pola tertentu dalam kehidupan organisasi berdasarkan perbandingan antara usia organisasi dengan ukuran dan kompleksitasnya, yang membawa pada kesimpulan berupa teori tahapan/fase-fase pertumbuhan organisasi. Salah satu pakar yang terkenal dalam kajian pertumbuhan organisasi adalah Larry Greiner. Greiner menyimpulkan sebagai berikut:
1. Setiap organisasi bertumbuh melalui suatu tahapan atau fase-fase pertumbuhan tertentu;
2. Setiap fase pertumbuhan menciptakan krisisnya sendiri, karena itu setiap fase “cenderung” diakhiri dengan suatu krisis;
3. Jika krisis dapat diatasi dengan tepat, maka berakhirnya krisis merupakan awal dimulainya fase/tahapan baru dalam pertumbuhan organisasi.
Umumnya suatu organisasi mengalami tahapan/fase-fase kaderisasi dan krisisnya sebagai berikut:
a. Fase kreatifitas, berakhir dengan krisis kepemimpinan
b. Fase pengarahan, berakhir dengan krisis otonomi
c. Fase pendelegasian, berakhir dengan krisis pengendalian
d. Fase koordinasi, berakhir dengan red tape crisis
e. Fase kolaborasi, dalam teori Greiner tidak jelas krisis yang mengakhiri fase kolaborasi
Suatu krisis ditandai oleh beberapa gejala diantaranya adalah: terjadinya konflik yang berlarut-larut dan terus menajam; retaknya kohesivitas kelompok; menurunnya kinerja organisasi; serta tidak tercapainya target-target dan tujuan pendirian organisasi. Kelambanan dan kegagalan menangani gejala krisis akan mengarahkan organisasi pada puncak krisisnya. Jika krisis tidak mampu direspons dengan tepat maka niscaya organisasi akan mengalami kemunduran, atau kalaupun eksist namun action organisasi tidak mampu memberi makna dan pengaruh signifikan bagi pemenuhan kebutuhan internal maupun eksternal organisasi.
Greiner juga mencatat adanya kasus-kasus khusus dimana organisasi tidak bertumbuh melalui tahapan dan krisis-krisis tersebut secara berurutan, karena bisa saja suatu fase terlompati atau tidak diakhiri dengan krisis. Selain itu Greiner tidak memberikan kelanjutan teorinya tentang krisis apa atau apa yang terjadi sesudah fase kolaborasi. Namun sejumlah ahli berpendapat bahwa pasca fase kolaborasi organisasi bertumbuh dari awal kembali, tidak secara mekanistik melainkan secara organik.
Walaupun terdapat sejumlah catatan kritis terhadap teori Greiner, namun teori ini dianggap cukup capable dan relevan menjelaskan daur hidup organisasi; karena itulah teori ini sangat sering dikutip dan dipakai.
Melalui fase-fase di atas organisasi dari jenis apapun bertumbuh. Pada setiap fase dikembangkan strategi, struktur, sistem, proses dan perilaku (kultur) yang berbeda, sebagai respons terhadap ukuran (size) dan kompleksitas organisasi serta tantangan lingkungannya yang terus berubah. Namun perlu dicatat bahwa suatu struktur, sistem, strategi dan kultur yang berhasil pada suatu fase tertentu belum tentu tepat dipakai untuk fase lainnya.
Krisis dalam organisasi terjadi tatkala stabilitas organisasi terguncang, sejumlah fungsi organisasi tidak berjalan optimal atau bahkan men-disfungsi. Penyebabnya bisa datang dari dalam maupun dari luar organisasi, atau bersama-sama secara simultan. Akibat krisis adalah menurun/merosotnya kinerja (performance) dan organisasi tak mampu mencapai target-targetnya.
Agar organisasi tidak jatuh dalam krisis maka setiap saat organisasi harus merespons gejala krisis dengan tepat, yaitu melalui pemetaan situasi dan faktor-faktor problematik yang signifikan mempengaruhi kinerja dan pencapaian target-target secara berkesinambungan, untuk kemudian melakukan penataan ulang organisasi yang disesuaikan dengan kompleksitas pertumbuhan dan perubahan lingkungannya.Kebutuhan-kebutuhan baru akibat pertumbuhan organisasi dan perubahan-perubahan lingkungan bersaing organisasi tersebut perlu direspons secara tepat agar organisasi memiliki posisi persaingan yang baik serta mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para anggota organisasi secara khusus dan masyarakat secara umum merupakan tujuan pembentukan organisasi PMII
(dikirim oleh Irfan Rosyadi, PKC PMII Jateng MK 06-08)
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?