Salatiga, Sabtu-Minggu, 24-25 Februari 2007
Materi : Pengantar NDP Advokasi
Hari : Sabtu, 24 Februari 2007
Waktu : PK 17.00
Pemantik: Shbt Sumardi (PMII Korcab Jateng)
Awal Mula Gerak Advokasi
Ternyata gerak advokasi masing-masing masa itu berbeda. Kita tidak bisa semata-mata mengambil advokasi yang dulunya tren kemudian saat ini langsung kita pakai. Misalnya saja gerakan advokasi mahasiswa th 90-an. Jika hal yang sama dilakukan sekarang maka kita juga akan kesusahan. Masih banyak hal yang harus di pelajari oleh PMII. Dalam realitanya jika kita akan mencoba meniru apa yang dilakukan oleh LSM saat ini, begitu juga dengan partai, PMII sudah banyak ketinggalan. Kita tidak bisa tanpa persiapan matang tanpa modal kemudian melakukan apa yang dilakukan seperfec mereka.
Bagaimana ceritanya PMII mengambil advokasi? Pada awalnya PMII terinspirasi dengan banyaknya tokoh yang terjun di dunia advokasi tapi bukan berasal dari background hukum maupun syariah. Ternyata tanpa backgrund itupun mereka bisa sungguh-sungguh terjun di dunia advokasi dan membantu masyarakat. Ini memperlihatkan pada PMII bahwa jika mau sungguh-sungguh terjun di dunia advokasi masih banyak pintu yang bisa kita masuki. Untuk dunia advokasi memang masih banyak yang muncul dari individu bukan langsung dari lembaga. Apalagi sampai gerakan seluruh elemen masyarakat. Maka dari itu tidak heran jika kita secara lembaga PMII mau masuk advokasi.
“Kalau tadi pembicara ngomong bahwa jika seseorang mau terjun di dunia advokasi itu diharapkan persolan diri sendiri sudah selesai baru kita bisa terjun secara lembaga. Tapi kenyataanya di PMII hal itu masih sulit. Nah untuk kaderisasinya kenapa itu tidak berjalan secara lembaga. Kenapa hanya individu yang lebih menonjol. Coba kita berkaca dahulu, kita ini sebenarnya pantas tidak melakukan tindakan advokasi?,” tanya Gepeng dari Semarang.
Memang jika kita menonton itu kita enak bisa banyak komentar, tapi kalau melakukan itu susah. Kita bisa banyak melihat jurnal yang muncul di PMII. Ternyata disana luas sekali yang diperbincangkan. Sementara yang kita kuasai untuk advokasi masih minim. Itu memperlihatkan bahwa itu sesuatu yang belum sesuai. Ini berarti bahwa semua itu hanya merupakan kecenderungan orang NU yang punya lembaga sebagai formalnya tapi aksinya tanda tanya. Banyak sekali tulisan yang dihadirkan di media, tapi apa kita sudah siap jika terjun disana?
Misalnya saja kita melihat Islam liberal, kita melihat seolah-olah dibilang liberal. Berbagai media mengecap seperti itu. Nah apakah memang mereka benar seperti itu. Jujur saja kita belum mampu ditingkat individu sendiri lalu bagaimana kita mau terjun!!! Memang banyak relasi kuasa yang bisa kita tangkap, seringnya kita takut untuk melangkah kesana. Apa salusi agar kita bisa berjalan bareng?
Ketika pertemuan Advokasi di Boyolali itu banyak sekali permasalahan yang muncul dalam diskusi. Misal dari kita itu tentang komitmen dan etos. Kita seringnya membicarakan sesuatu itu hanya sebatas keinginan tapi belum menjadi kebutuhan. Terus energinya kesana memakai apa? Misalnya dulu NU punya sendiri, PKL punya sendiri dan sebagainya. Akan tetapi, sejak ada UU yang menyatakan bahwa perkumpulan yang bisa mendapatkan funding (dana) dari luar negeri itu bentuknya serikat. Akhirnya mulailah muncul banyak serikat. Mulai 1985-an buruh itu menjadi pekerja, baru tahun 98 masyarakat diperbolehkan berserikat (organisasi). Sedang era saat ini lembaga-lembaga yang dibuat masyarakat mulai dibidik oleh pemerintah. Sedang dari pemerintah sendiri juga banyak yang muncul. “Permasalahan advokasi itu tidak akan lepas dengan permasalahan diri kita. Misal saja Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Coba dong kita mengentaskan dari diri kita sendirim, tentu kalau sukses kita akan melangkah ke yang lain juga mudah”, ungkap Rokhim dari Solo.
“Tapi jangan lupa kalau ngomong masalah apalagi masalah diri kita, saya yakin itu tidak akan selesai- selesai”, Tambah Sumardi selaku Pemantik. Kita selalu dan selalu berubah mengikuti perkembangan diri kita dan sekitar kita. Memang secara formal melihat kita selesai tapi dalam kenyataanya kita ini belum berhenti. begitu juga masalah advokasi. Cobalah kita mencari penjelasannya secara historis, misalnya saja kita melihat LBH. LBH itu mulai marak th 1971 hingga berkembang sampai saat ini. Sedang PMII baru mulai terjun di dunia advokasi th 1990 yang dipelopori oleh Shbt Mahbub Junaedi. Tapi kita juga bisa melihat sejarah pada masa penjajahan Inggris di Indonesia (Deandeles) dll. Th 1900-an mulai marak berdiri organisasi-organisasi yang pada awalnya bermaksud untuk melindungi para anggotanya atau komunitasnya dari poenjajah.
Satu contoh untuk tranmisi dikita itu misal banyak orang dari SPSI yang kuliah ke luar negeri. Sedang NU sendiri masih jauh. Kita itu kenapa selalu jadi buntut terus. Kita sering menemukan pola seperti itu. Banyak resuorce yang akhirnya tidak jalan bahkan mati.
Materi : NDP (Nilai Dasar Pergerakan) & Advokasi
Hari : Sabtu, 24 Februari 2007
Waktu : PK 20.00
Pemantik: Shbt Naeni Amanulloh (PB PMII)
Kalau kita mendengar kata NDP (Nilai Dasar Pergerakan) itu yang selalu terkonsep itu buku. Padahal sebenarnya NDP itu adalah kumpulan nilai bukan sekedar buku. Untuk lebih pasnya bukan keilmuan yang semata-mata dipakai tapi justru nilailah yang ditonjolkan. Kita bias mendapat gambarannya dengan kedudukan kita manusi di muka bumi ini.
- Habrumilnalloh => Diatas kita ada Tuhan
- Habruminannas=> manusia satu dengan yang lain juga abdulloh & Khalifatulloh fill ard
- Alam sebagai tanda kekuasaan Allah.
Salah satu jawabannya berarti tauhidnya itu belum sampai ke hati manusia sendiri. NDP itu butuh panutan yang mendorong untuk berbuat itu harus untuk masalah. NDP itu merupakan acuan gerak kita dalam organisasi yang berupa nilai. Ada hal lain yang memang tidak bias di logika. Kalau ngomong NDP itu memang sangat sulit dinilai dan kita juga susah menerima. Bagaimana kita menerima agar NDP tidak hanya normative tekstual tapi juga bias sampai fenomena lagis (riil)?. NDP itu dijadikan sebagai spirit gerak kita termasuk dalam advokasi.
Dalam Islam itu kita mentauladani Nabi Muhammad SAW dll. Banyak hal yang bisa kita ambil dari beliau-beliau. Kita coba mengambil sesuai dengan konteks dan kebutuhan kita. Misalnya kalau hal politik kita mencoba mengambil nai siapa, kalau kaya nabi siapa dan sebagaiinya. Pada saat kita mengambil tindakan atau sesuatu itu kita sering dihantui oleh prasangka, demikian juga dalam advokasi.
Di PMII itu banyak panggung yang bias kita masuki. Missal politik berharap bisa mudah naik panggung. Seringkali orang yang terjun di advokasi itu dipandang pinggiran karena tidak bisa bersaing sehingga memilih di advokasi. Padahal kalau dalam gerakan social itu belum tentu suatu pihak itu lebih bernilai dibanding yang lain. Bisa jadi sesuatu bias lebih bernilai di banding yang lain. Maka mau tak mau kita harus siap menerima apa yang memang menjadi pilihan kita.
Dalam realitanya kita sering tidak belajar dengan NDP tapi sudah turun ke lapangan. Maka solusinya NDP itu harus tetap kit abaca tapi juga harus menambah dengan kekayaan pengetahuan di luar draf NDP yang PMII punya, seseuaiakan dengan bidangnya masing-masing.
Kalau NDP itu hanya sebagai nilai formal berarti kita obyektif jika terjun dalam advokasi. Hal apa yang harus kita perdalam lagi. Pertanyaannya apakah yang selalu kita idolakan (alumni PMII) itu dalam jalannya juga sudah sesuai dengan NDP? Kalau kita ingin sukses kita butuh mennauladani orang yang benar komitmen sesuai dengan bidangnya tanpa hanya membatasi alumni PMII. Seharusnya kita juga harus sadar dengan posisi diri kita sendiri. Kalau secara individual kita itu sudah tulus mempunyai visi terjun di advokasi maka kita juga tidak akan merasa sakit atau patah semangat jika kita mendapatkan pandangan atau kata-kata yang tidak mengenakkan bagi diri kita dari pihak lain.
Refleksi itu penting untuk memperbaiki langkah-langkah kita tapi nilai ideal yang ada harus tetap kita upayakan. Kita sering jenuh dan untuk mengatasinya bisa dilakukan dengan melakukan hal-hal refresing tapi pendekatan pada-Nya itu juga terus dilakukan. Maka kita jangan gampang menjustifikasi niat seseorang karena mungkin itulah jalannya untuk sampai kepada-Nya. Bagaimana saat ini heroisme kita sebagai mahasiswa untuk bergerak bersama dalam rangka pendekatan pada-Nya.
Materi : Analisis Strategi
Hari : Sabtu, 24 Februari 2007
Waktu : PK 09.00
Pemantik: Shbt Hasyim
Makna dan fungsi advokasi
Advokasi merupakan keberpihakan pada sesuatu yang memang perlu dibela sampai pada proses-proses posisi yang tepat untuk sesuatu tersebut atau perubahan yang sesuai. Tentunya untuk melakukan hal tersebut kita perlu masuk keruang empiris. Pada kenyataanya beradvokasi selalu dipengaruhi latar belakang yang membentuk cara pandang pendamping. Maka dalam menempatkan norma bukan diwilayah hasil tapi diwilayah proses yang merupakan ruh gerak advokasi. Dalam melakukan advokasi kita harus paham akar persoalan dan relasi yang terlihat atau yang menyebabkan persoalan tersebut.
Teori dan pemahaman yang selama ini kita lakukan dalam melakukan kerja-kerja advokasi masih meniru teori-teori barat sehingga, ketika kita dibenturkan dengan kenyataan yang kadang tidak sesuai dengan keadaan teori tsb.
Materi : Analisis Strategi
Hari : Ahad, 25 Februari 2007
Waktu : PK 09.00
Pemantik: Shbt Arif Ruba’i
Dimana Posisi kita!
Melihat uraian dari peserta satu sisi peserta ada yang sedang memluai dan juga ada yang sudah terjun dalam advokasi. Beberapa cabang sudah jalan advokasinya seperti di Salatiga, Jepara. Aktifitasnya sudah banyak dan menarik. Di lapanganyang sering muncul itu sering kembali dengan pertanyaan definisi advakasi. Yang menjadi persoalan itu kadang ada yang menyebut demo, membangun jaringan, pengorganisisasian, media massa dll. Kadang financial juga sering dipertanyakan meskipun kita tidak menutupi bahwa itu memang sudah konsekuensi. Jika ngomong definisi itu secara dasar dapat dijumpai dalam teks-teks. Salah satunya modal kita itu adalah keinginan untuk menambah jaringan yang terkadang tidak dipunyai LSM-LSM.
Ternyata banyak pertanyaan yang muncul tadi adalah soal definisi, target, langkah-langkah apa yang diperlukan. Kita sering menemui bahwa apa yang ada dalam buku (teks) itu kadang tidak sesuai dengan dipalangan. Kita itu punya jaringan advokasi, pernahkah kita ada yang melacak bagaimana proses advokasi di masing-masing cabang. Kita tidak jarang hanya sering memunculkan nada amarah saja. Apakah memang advokasi itu seperti itu. Kita sering mempunyai problem bahwa kita harus mulai dari nol, padahal bias jadi apa yang dilakukan satu kepengurusan itu sudah sampai beberapa tahap. Karena ganti kepengurusan kita kadang mengawali lagi. Ini problem kolektifitas PMII. Catatan ada, orangnya ada tapi kita tidak mau melihatnya. Akhirnya orang lama kadang jadi bosan jika harus menemui hal seperti itu melulu. Sedang orang baru kadang hanya marah saja tanpa berusaha meningkatkan dan menambah kapabilitas pribadinya.
Sebenarnya itu bukan permasalahan senior, yunior tapi akumulasinya ada tidak di PMII. Sekarang lanjutan yang pernah dilakukan seperti apa, ada tidak yang intens disana. Ini meperlihatkan bahwa apa yang kita lakukan itu tidak seiring. Pada senior yang mempunyai problem sudah harus mandiri tapi belum full kerja. Mereka sering menanggab dirinya senior tapi tidak bisa apa-apa. Lalu apakah kalau sebagai yunior tiba-tiba hanya marah, minta suritauladan hanya semata-mata dari senior PMII? Apakah itu bisa dijadikan sebagai salah satu penyelesaian. Kalau kita membahas sesuatu (internal organisasi) itu kadang itu menganggab bahwa diri kita itu diluar. Padahal diri kita itu sebenarnya juga belum mampu untuk mengakui segala kekurangan itu ada pada kita.
Pernah tidak kita menganalisis berbagai permasalahan yang ujungnya sama. Semua itu sebenarnya salah satu cara kita untuk melihat berbagai karakter persoalan dan seseorang. Dahulu permasahan air sebelum diprivatisasi sebenarnya sudah banyak senior PMII dari Solo yang sudah membahasnya. Mereka kebanyakan sudah duduk di LSM. Saat ini isu air kembali di bahas di Magelang. Kita sebenarnya bias mengambil contoh Jepara yang sudah mempunyai banyak jaringan di eksekutif dan advokasinya juga jalan. Lalu bagaimana tahapan didaerah lainnya?
Paradigma yang setiap dua tahun berubah ternyata juga tidak mempengaruhi gerak advokasi. Untuk masalah pengetahuan silahkan membaca dalam buku. Tapi lebih pentingnya adalah sharing pengalaman kerja di lapangan. Sebenarnya ukuran pintar dalam advokasi itu apa, itu banyak hal yang bias menjawab. Tapi yang utama adalah bias menyatukan antara apa yang ada dalam pikiran dengan tingkah lakunya walau teknik menyalurkannya berbeda-beda. Menurut pengalaman di PMII hal-hal yang memotivasi advokasi dari sahabat-sahabat di advokasi antara lain seperti ibadah, tidak ada orang yang lain atau terlanjur nyebur. Nah motivasi apa yang mendorong sahabat saat ini untuk menggeluti advokasi?
Materi : Pengantar Analisis Diri
Hari : Ahad, 25 Februari 2007
Waktu : PK 14.00
Pemantik: Shbt Hasyim
Apa yang mendorong kita untuk tetap eksis di advokasi? Salah satu hal untuk mencapai kesana maka jika kita mendapatkan sesuatu (materi) jangan dulu kita bantah. Dengan demikian kita juga akan sampai kedalam wilayah empiris. Nah bagaimana kita agar bias sampai kesana.
Apa yang perlu dipersiapkan!
- Identifikasi masalah
- Jaringan
- live in
- Observasi (meneliti, mengamati, memahami)à mencari data
- investigasi
- napak tilas
Sekilas ada pengalaman dari pematik ketika terjun diadvokasi. Pertama mencoba kehidupan yang langsung, berbaur dengan masyarakat. Jika kita sering turun di masyarakat kita akan menemui bahwa banyak kebaikan yang sudah dilakukan oleh orang local tidak diakui. Justru kebaikan yang sedikit karena datangnya dari orang luar justru malah dibesar-besarkan. Tentunya ini sangat menyakitkan bagi para tokoh local yang sudah lama berjuang disitu. Coba kita memahami suatu hal itu secara full tidak hanya setengah-setengah. Disamping itu kita juga butuh perantara sebelum masuk ke lapangan. Kira-kira siapa stakeholder yang sudah dahulu masuk disitu. Kita perlu permisi dan menjaga hubungan baik dengan mereka. Kemudian kita mencoba menonton dari refleksi masyarakat atau teman-teman yang sudah dahulu terjun. Kemudian kira-kira apa yang bias kita lakukan. Mulailah kita belajar membaca karakteristik masyarakat. Coba kita mencari cara pandang masyarakat terhadap hal yang terkait itu seperti apa.
Lalu bagaimana cara masuk dalam kondisi masyarakat yang macam-macam ini? Sebenarnya gambaran yang akan ditangkap yang diperlukan sama, baik untuk masyarakat yang diadvokasi atau masyarakat yang pernah terlibat dalam pengalaman advokasi. Coba dari awal kita nanti bias melihat sebenarnya jaringan ini nantinya akan melakukan apa. Apakah komunikasinya sudah intensif, sudah ada ruang refleksi, sudah menghubungkan dengan stakeholder.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?