Perempuan Berkarir…, Kenapa Tidak?

Diposting oleh admin on Rabu, 02 Juli 2008

oleh: latri

Ditengah kemajuan teknologi informasi yang serba canggih disekitar ini, tentu kita tidak asing lagi melihat bagaimana banyaknya perempuan yang terjun di dunia public (tempat umum) bukan hanya di urusan domestic (dalam rumah) saja. Memang dengan adanya persaingan untuk bisa bertahan hidup saat ini banyak sekali berbagai lapangan pekerjaan yang membutuhkan tenaga kerja dan tidak hanya membatasi dari kalangan laki-laki saja, akan tetapi perempuan juga banyak dicari disana. Tentunya tenaga kerja yang dibutuhkan bukan hanya asal comot dari sembarang orang. Tentunya banyak hal yang perlu dipersiapkan agar kita bisa benar-benar enjoy dan sukses di pekerjaan yang kita inginkan. Berbagai kapasitas dari individu kita, cara penampilan kita, komunikasi kita juga perlu kita terus tingkatkan. Kita juga harus menguasai bidang apa yang memang mau kita geluti atau memang sudah menjadi job kita. Tidak menampik banyak permasalahan yang akan dijumpai didunia kerja. Dalam dunia kerja kita juga dituntut untuk mengejar berbagai hal kemajuan yang memang ada di lingkungan serta mempengaruhi kerja kita.

Kiprah Kaum Perempuan di Ruang Publik

Salah satu permasalahan yang banyak juga dijumpai adalah adanya image negative bagi perempuan yang memilih berkerja di ruang public. Untuk itu kita juga salut dengan banyaknya perempuan saat ini yang sudah bisa bekerja di luar rumah meskipun ini tanpa bermaksud memandang rendah terhadap perempuan yang berkerja di wilayah domestic. Tentunya banyak hal yang bisa kita tauladani dari mereka tentang bagaimana mereka hingga bisa berkarir di ruang public. Kenapa hal ini perlu dipelajari karena dalam kenyataanya tidak sedikit permasalahan yang dijumpai oleh perempuan untuk bisa terus berkarir di luar masalah domestic. Bukan hanya karena masalah pribadi atau katakanlah kapabilitas atau kemampuan yang dimiliki perempuan semata akan tetapi adanya stereotip atau pandangan dari masyarakat yang masih memandang negative terhadap para perempuan yang bekerja di luar rumah itu juga masih sering terjadi. Bukan hanya oleh masyarakat yang tidak sempat menempuh pendidikan formal saja akan tetapi terkadang ini juga terjadi terhadap orang yang sudah lulus dari perguruan tinggi sekalipun. Kadang mereka masih menganggab tabu jika seorang perempuan berkarir di arena public. Perempuan sering dipandang hanya sebagai pekerja domestic saja sehingga memalukan jika seorang laki-laki juga ikut andil bagian membantu disana.

Tidak sedikit perempuan yang memilih berkarir diluar rumah sering dianggab melenceng dari fitrahnya. Perempuan yang berkarir kadang diidentikkan dengan perempuan yang keluarganya broken karena anak-anak mereka tidak terdidik dan terurus dengan baik. Padahal jika kita mau menengok realita ternyata banyak juga perempuan saat ini yang berkarir diluar rumah juga keluarganya bahagia tidak broken. Begitu juga lelaki, biarpun mereka mungkin sibuk diluar rumah tetapi mereka juga bukan hal yang tabu untuk melakukan pekerjaan domestic. Tidak heran baik laki-laki maupun perempuan sendiri yang tidak menjalankan perilaku, kegiatan dan tanggungjawab sesuai dengan peran yang sudah ada dipandang masyarakat akan mendapatkan sangksi social. Tentunya untuk bisa menjadi perempuan yang terjun di dunia kerja perlu berbagai hal yang dipersiapkan demikian juga laki-laki. Terlebih di Kota Surakarta dimana akhir-akhir ini dunia pendidikannya sering melontarkan akan menjadi kota vokasi atau kejuruan. Tentunya banyak hal yang bisa dilakukan untuk menuju kesana terutama berbagai keahlian yang memang siap untuk masuk dunia kerja.

Wacana Gender

Diakui atau tidak peran perempuan dalam sektor-sektor publik memang masih agak kurang maksimal. Hal ini terbukti dengan sedikitnya sektor pekerjaan yang banyak digeluti oleh kaum perempuan. Fenomena ini seolah menunjukkan bahwa perempuan adalah makhluk yang "haram" menduduki posisi-posisi penting dan strategis dalam sektor publik, terutama dalam dunia politik. Padahal, seperti kata Khofifah Indar Parawansa, perempuan itu sangat berpotensi untuk menjadi pemimpin dengan lebih mengedepankan dialog. Potensi untuk lebih menjaga perdamaian itu lebih tinggi ada pada perempuan, karena dia lebih mampu menstabilir emosinya. Oleh karena itu, lanjutnya, wacana tentang gender (kesetaraan laki-laki dan perempuan) perlu disosialisasikan.

Apa sebenarnya wacana gender itu? Wacana gender merupakan suatu wacana yang mengangkat adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang yang memang itu bisa dilakukan keduanya dan dapat dipertukarkan. Misalnya ada streotip yang mengatakan bahwa laki-laki itu kuat dan perempuan lemah. Hal ini masih bisa dilihat lagi dari segi mana sebenarnya mereka itu dikatakan kuat dan dari segimana ia dipandang lemah. Tentu ini merupakan hal yang masih bisa diperbincangkan. Beda kalau kita berbicara kodrat. Kalau bicara kodart itu kita memang membicarkan hal yang memang sudah tidak bisa dipertukarkan antara perempuan dan laki-laki seperti halnya bahwa perempuan itu ditakdirkan mempunyai vagina, menyusui dan juga melahirkan sedang lelaki tidak. Sedang seorang laki-laki itu dikodratkan mempunyai penis, sperma dan juga jakun.

Dengan adanya berbagai wacana tentang gender yang ada disekitar kita ternyata cukup membangkitkan perempuan untuk lebih meningkatkan kapabilitasnya untuk berani terjun di ruang publik. Di sekitar kita seringkali perempuan dari kecil sudah dikondisikan dan selalu dikaitkan dengan 'Dapur, Kasur dan Sumur' serta Reproduksi (melahirkan anak), sehingga tanpa sadar wanita telah 'terkotakkan' dan dimarginalkan oleh pria maupun wanita sendiri menjadi sesuatu hal yang harus diurusi atau diperhatikan seperti urusan politik, urusan ekonomi, dll. Hal ini akhirnya mengimbas kedalam berbagai bidang lainnya seperti dalam hal pekerjaan. Perempuan akhirnya susah sekali jika mau terjun ke ruang public. Bagi perempuan yang sudah bisa mendapat posisi di dalam pekerjaan sendiri sering dibedakan dalam masalah peranan-peranan yang harus ditanganinya. Banyak hal-hal yang strategis tidak diberikan karena perempuan dianggap tidak berhak akan pekerjaan itu padahal perempuan juga mempunyai berbagai kemampuan untuk menyesesaikan masalah terkait.

Untuk itu sekali lagi jika generasi muda khususnya wanita mau terjun didunia pekerjaan maka harus menyiapkan berbagai kemampuan dan pengetahuan yang memang bisa katakanlah menjadi nilai jual pribadi kita. Bukan menonjolkan fisik semata tetapi benar-benar berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan dunia pekerjaan yang ada. Jangan sampai katakanlah perempuan hanya dijadikan sebagai alat pemuas yang hanya dijadikan obyek, dinilai dari segi fisik tanpa melihat sebenarnya kemampuan apa yang bisa perempuan berikan untuk pekerjaan yang diharapkan.

Sulatri

Biro Pers & Informasi PKC PMII Jateng

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar

Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?