Oleh latri
Barang kali kata tersebut sudah menjadi hal yang asing ditelinga generasi muda kita khususnya yang baru menempuh maupun sudah lulus strata pendidikan seperti S1 maupun yang lainnya. Bukan karena dunia yang digelutinya saat ini terkonsentrasi didaerah perkotaan saja akan tetapi hal ini tidak lepas dengan adanya steriotip dari masyarakat yang mengidentikkan bahwa seorang yang bisa menempuh pendidikan tinggi itu nantinya akan menjadi pegawai. Katakanlah menjadi PNS. Padahal jika kita mengamati saat ini bahwa anggaran negara untuk membayar PNS semakin lama juga semakin menipis. Belum lagi tunjangan untuk pensiun yang juga tidak bisa kita pandang sebelah mata. Maka tidak heran jika formasi untuk menerima PNS pun juga semakin diperketat dan juga tidak dilakukan setiap tahun. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya negara untuk mengurangi anggaran pembelanjaan.
Pada akhirnya kita tidak akan heran jika mendapati para sarjana yang meskipun sudah lulus dari perguruan tinggi katakanlah cumlode tapi dilapangan juga kesulitan mendapatkan pekerjaan. Teman saya sering bilang dunia pendidikan di Indonesia itu outputnya masih jauh dengan apa yang diharapkan. Pendidikan masih lebih bersifat prestise untuk mendapatkan gelar semata. Sedangkan jika seseorang tersebut dimintai berkerja sesuai dengan jurusannya dilapangan ia menjadi kelabakan. Banyak hal yang masih belum ia ketahui tetapi ia dituntut untuk bisa menyelesaikannya. Memang lulus S1 bukan jaminan untuk dapat pekerjaan. Saat ini banyak sekali banyak sekali pengangguran termasuk sarjana didalamnya.
Dari majalah Tempo, Edisi Khusus 2 tahun SBY-JK, Edisi 23-29 Oktober 2006, “Saatnya Menagih Setumpuk Janji” menyebutkan bahwa pengangguran terbuka di Indonesia meningkat menjadi 10,4 % (11,1 juta jiwa) pada Februari 2006. Jumlah pekerja yang di PHK pada Januari-Novemer 2005 mencapai 109.382 orang (3.481 kasus). Ini artinya bahwa untuk mendapatkan pekerjaan seseorang juga harus mempunyai kemampuan dan berbagai ketrampilan yang terus diasah karena dilapangan nantinya juga penuh kompetesi dengan yang lainnya. Terutama dengan para sarjana yang sudah menyadang predikat “penganggur” sebelumnya.
Lapangan pekerjaan saat ini bukan semata-mata hanya mengandalkan dia lulus apa, akan tetapi juga melihat faktor-faktor lainnya seperti kapabilitas dari personal yang bersangkutan. Apakah pesonel tersebut nanti bisa diajak bekerja untuk sebuah instansi atau tidak itu juga menjadi dasar pemilihan lembaga untuk mengambil tenaga kerjanya. Sudah menjadi pegawai disitupun jika nanti diperjalanannya tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan instansi tersebut, saat ini bukan hal yang asing lagi mendengar istilah PHK.
Jika nantinya kita sebagai seorang sarjana hanya memandang bahwa yang namanya kerja itu hanya dipandang sebagai pegawai, ini nantinya juga tidak jauh dari pendapat masyarakat yang berpendapat seperti itu. Dengan kata lain justru gelar yang diharapkan bisa menjadi pemacu motivasi, menjadi lebih percaya diri dan kreatif menjadi belenggu. Akhirnya setelah menjadi sarjana justru menjadi orang yang pilih-pilih pekerjaan, selektif dalam bergaul dsb, Suara Merdeka (14/4/07).
Memang di tengah masyarakat kita sering kurang menghargai kerja yang dihasilkan dari karya seseorang. Mereka lebih memandang orang itu bekerja kalau menjadi pegawai di lembaga tertentu. Hal ini juga disesalkan oleh salah satu pembantu rektor ISI Surakarta. Mereka yang menjadi seniman terkadang juga menemui pandangan-pandangan tersebut dari masyarakat. Lalu hal apa yang bisa kita lakukan dengan adanya kenyataan tersebut? Salah satunya adalah tidak memandang negatif terhadap orang yang bekerja di profesinya sendiri dimana ia tidak menjadi pegawai seperti menekuni dunia pertanian.
Dunia Pertanian
Pada waktu kita duduk dibangku Sekolah Dasar kita sering mendengar dari guru kita yang menjelaskan bahwa sebagian besar dari penduduk Indonesia itu bermata pencaharian sebagai seorang petani. Akan tetapi seiring dengan kemajuan zaman kondisi pertanian Indonesia mulai mengalami keterpurukan. Negara kita sering dipermainkan oleh kondisi pasar luar negeri yang mau tak mau juga membuat hasil pertanian di Indonesia juga harganya tidak menentu. Belum lagi ulah para pelaku pasar, para pembuat kebijakan publik negara kita yang sering juga semakin menyebabkan para petani kesusahan mengais rezqi. Beras yang dikatakan komoditi Indonesia justru para pelaku kebijakan mengekspor dari luar negari yang ini tentunya membuat petani kesusahan untuk menjual hasil produknya. Didalam negeri sendiri saja sulit laku, lalu bagaimana bisa sampai mengekspor? Belum berbagai kendala yang dijumpai dalam mempertahankan hasil pertaniannya, seperti menghadapi musim kemarau dan sebagainya.
Tentunya hal ini bukan bermaksud mematahkan harapan penduduk kita yang menjadi seorang petani. Akan tetapi jika kita melihat di daerah pertanian saat ini banyak sekali mengalami kendala. Misalnya saja sistim irigasi dan politik air saat ini jelas sekali banyak yang tidak berpihak pada rakyat. Politik air dan irigasi kita bergerak kearah swastanisasi. Hak-hak pengelolaan sumber-sumber air potensial di pegunungan banyak diberikan pada pihak swasta. Disamping itu dunia pertanian saat ini juga mulai mengalami kekurangan tenaga kerja. Sekitar 70% petani Indonesia berusia diatas 40 tahun dan sekitar 6 juta adalah petani yang berusia tua atau bisa di sebut jompo.
Para pemuda sudah sedikit sekali yang mau terjun dalam bidang pertanian. Dunia pertanian sering di jadikan pilihan terakhir untuk dijadikan pilihan hidup. Ini tidak terkecuali dengan pemuda yang sebelumnya juga berbackgraund dari keluarga petani.Tetapi, setelah di sekolahkan sampai di perguruan tinggi juga enggan jika akan kembali menekuni dunia pertanian seperti orangtuanya. Hal ini bukan karena faktor malas para pemuda untuk terjun kedunia pertanian. Akan tetapi, berbagai kendala dalam dunia pertanian menyebabkan orang enggan turun kesana, belum lagi adanya pandangan bahwa orang sering dipandang bekerja jika sudah menjadi pegawai. Sedang orang-orang yang bekerja dengan usahanya sendiri masih kurang dihargai. Di lain pihak pemuda tersebut juga tidak mempunyai banyak bekal ketrampilan sebelumnya khususnya dunia pertanian. Akhirnya dengan adanya pandangan tersebut para pemuda menjadi enggan untuk terjun kedunia pertanian.
Jika hal ini terus terjadi maka sumber daya manusia kita yang terjun di pertanian semakin sedikit. Pada akhirnya hasil pertanian yang seharusnya bisa dihasilkan dari negeri sendiri justru harus mengimpornya dari luar negeri. Untuk itu ada beberapa langkah yang musti bisa dilakukan. Salah satunya adalah mengajak generasi muda untuk tidak malu terjun kebidang pertanian tidak terkeculai seorang sarjana. Untuk terjun dibidang pertanian juga membutuhkan berbagai ketrampilan yang perlu dipelajari. Misalnya seperti menarik minat pemuda untuk belajar mengenai soal pertanian. Melakukan berbagai pelatihan yang diharapkan meningkatkan ketrampilan pemuda untuk terjun kedunia pertanian dsb. Dengan demikian diharapkan nanti pemuda juga bisa melakukan managemen dan mengembangkan dunia pertanian meskipun ia tidak terjun langsung dilapangan sebagai seorang petani.
Disamping itu ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan jika mau terjun ke dunia pertanian. Pertama bagaimana produksi dapat kita kuasai kembali. kedua bagaimana keragaman sumber pangan pokok dapat dikuatkan dan dikembangkan dengan didukung keanekaragaman tanaman pertanian dan produksi pangan di tingkat rakyat. Ketiga bagaimana rakyat dapat menguasai, menguatkan dan mengembangkan teknologi produksi pangannya secara bebas dan otonom tanpa ada tekanan. Empat menguatkan sumber-sumber pangan di perairan untuk menguatkan kedaulatan atas pangan. Dan terakhir adalah mengupayakan agar petani itu juga tetap mempunyai hak sebagai produsen pangan.
Tentu pengetahuan dan ketrampilan akan hal itu tidak akan datang begitu saja jika selama menjadi mahasiswa tidak pernah belajar akan masalah tersebut. Yang sering terjadi biasanya orang baru mau belajar jika kondisi sudah mengharuskan mau tak mau membutuhkan hal tersebut. Untuk itu sebelum terlambat mari kita sebagai generasi muda mencoba meningkatkan keprofesionalan kita dalam bidang yang kita sukai termasuk menumbuhkan ketertarikan kita didunia pertanian yang merupakan tulang punggung negeri ini. Berbagai pelatihan itu dapat terselenggara dengan melibatkan berbagai stakeholder yang terkait. Dengan belajar sejak dini maka diharapkan nanti kita tidak akan gagap dilapangan jika suatu ketika kita sudah membutuhkan pekerjaan.(la3)
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar
Bagaimana merekrut dan mengembangkan organisasi ekternal kampus di masa kini?